Menurut Soedjono, manusia selalu hidup dalam kelompok-kelompok pergaulan baik secara peguyuban mau pun patembayan. Dalam kelompok pergaulan itu manusia hidup dalam suatu struktur sosial tertentu, di mana terdapat jalinan interaksi, interelasi dan komunikasi sosial antar individu.
Hubungan sosial di dalam masyarakat berkaitan erat dengan norma-norma, pola-pola kebudayaan dan kaidah-kaidah suatu masyarakat, yang disebut "sistem sosial". Suatu struktur sosial dan sistem sosial menunjukkan wajah suatu masyarakat dalam mewujudkan tujuan bersama.
Dalam usaha mencapai tujuan bersama itu akan terjadi perubahan-perubahan dalam sistem masyarakat yang disebut dinamika sosial.
Mandor/bek (yang menguasai suatu lingkungan tertentu), merinyu (membantu mandor dalam menjalankan tugas sehari-hari), juragan (sesorang yang memiliki banyak harta benda yang disewakan kepada masyarakat), kemetir (orang yang bertugas memungut pajak atas pohon-pohon yang ditebang).
Selain itu ada juga potiah, amil (yang bertugas dalam bidang keagamaan, terutama yang berkaitan dengan perkawinan dan kematian), upas (pemimpin masyarakat dalam bidang keamanan); disertai dengan atribut-atributnya yang melambangkan kekuasaan mereka.
Mereka merupakan lapisan pegawai pemerintahan penjajahan Belanda, yang dianggap sebagai lapisan atas dalam masyarakat. Mereka inilah yang mengatur dan memerintah rakyat jelata yang berada di bawah kekuasaan mereka.
Pada masa kini sistem pelapisan sosial seperti tersebut di atas sudah mengalami pergeseran nilai. Pemerintah telah menetapkan bahwa lurah merupakan pemimpin masyarakat dalam suatu desa.
Lurah membawahi beberapa orang seperti ketua RT (Rukun Tetangga) dan ketua RW (Rukun Warga). Mereka merupakan bagian dari masyarakat, karena mereka dipilih oleh dan dari masyarakat. Dengan demikian mereka diharapkan dapat menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah.
Sementara itu, selain berkaitan dengan struktur pemerintahan, pelapisan sosial orang Betawi itu sendiri lebih berdasarkan pada senioritas umur, artinya orang muda menghormati orang yang lebih tua.
Hal ini dapat diamati dalam keseharian hidup orang Betawi. Misalnya ketika seorang anak muda berjumpa dengan orang tua atau orang yang lebih tua, ia harus mencium tangan orang yang dianggap tua itu. Pada hari-hari raya seperti Lebaran, orang yang didahulukan adalah orang tua atau orang yang dituakan.