Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apa yang Paling Dibutuhkan oleh Penjual Tela dan "Pemulung Kota"?

20 Februari 2021   07:42 Diperbarui: 20 Februari 2021   07:51 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh: Arifina Cahyanti Firdausi - sumber: malangtimes.com

 "Silakan mas... tapi maaf mas pekerjaan ini kotor, apakah kamu sebagai orang muda tidak malu bekerja seperti ini?

Malang (18/2/2020). Saya melangkah dengan pasti mengitari alun-alun kota dan di bawah terik matahari saya terus menelusuri lorong-lorong trotoar jalan-jalan kota. Saya masuk menyelinap melewati "kerumunan orang" yang berjalan kian kemari berbelanja dan menawarkan barang-barang mereka. Melihat "kerumunan orang" banyak itu saya berinisiatip untuk masuk ke sebuah pasar basah yang terdapat di Kota Malang. Saya masuk bukan bermaksud untuk berbelanja atau pun menawarkan barang dagangan saya, tetapi saya ingin mengalami kehidupan orang-orang kecil zaman ini.

Dalam pikiran dan hati saya tidak ada niat untuk merencanakan target siapa yang harus saya bantu. Hingga pada saatnya tiba saya berjumpa dengan seorang penjual tela/singkong sederhana yang penghasilannya hanya Rp25.000,00 per hari.

Seorang Madura bernama Soleman, berusia 28 tahun. Ia merantau ke tanah Jawa (Malang) kurang lebih sudah lima tahun. Ia sudah menikah dan dikaruniai seorang buah hati. Pak Soleman begitulah ia akrab disapa bekerja sehari-hari sebagai penjual singkong.

Hasil dari berjualan tela/singkong digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ia rela berjualan singkong di pasar basah Kota Malang dengan penghasilan yang sangat minim. Saya bertanya kepada beliau: "Apakah itu cukup pak untuk biaya hidup sehari-hari?"

Ia menjawab:

"Mas... mas... memang kalau dilihat dari segi jumlah sangat kurang. Saya beberapa kali bercekcok mulut dengan istri karena penghasilan tidak mencukupi untuk biaya hidup sehari-hari. Namun, saya selalu berusaha menyadarkan istri saya untuk menerima kenyataan ini hingga pelan-pelan ia juga sadar. Kami merasa bahagia menjalani hidup ini dan selalu mensyukuri hidup meskipun selalu berkekurangan. Kami berusaha untuk saling mengerti."

Apakah bapak tidak mencari pekerjaan lain? Pak Soleman menjawab:

" saya merasa tidak nyaman dengan pekerjaan yang terikat seperti di pabrik atau di perusahan-perushan karena di situ saya harus bekerja tepat waktu, taat pada pimpinan, bos, majikan atau direktur. Seandainya saya kerja di pabrik pastinya berangkat pagi pulang malam. Kasihan anak istri saya mas. Saya merasa betah dengan pekerjaan sebagai penjual singkong."

Saya terkesan mendengarkan kisah perjuangan hidupnya. Saya berusaha untuk meneguhkan dan membantu Pak Soleman untuk menyelesaikan pekerjaannya hari ini semampu saya. Satu jam bersama Pak Soleman terasa satu menit, waktu begitu singkat karena beliau mudah terbuka dengan saya.

Bekerja bersama Pak Soleman mengupas singkong, memotong-motongnya menjadi bagian-bagian kecil, bergumul dengan tanah, kotoran yang melekat pada kulit singkong bukanlah pekerjaan baru bagi saya. Hal itu sudah biasa dan saya menyelesaikan pekerjaan itu dengan cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun