Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyimak Upacara Adat Tiwah: Upacara Kematian pada Suku Dayak Ngaju (Bagian I)

27 Januari 2021   07:58 Diperbarui: 27 Januari 2021   08:17 2227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sempat terlintas di benak saya sebuah pertanyaan fundamental, mengapa kematian itu perlu dirayakan? Bagi suku Dayak Ngaju upacara kematian seperti Tiwah mutlak harus dilakukan. Upacara kematian yang lengkap selain berfungsi untuk mengantar liau (jiwa) sampai ke Lewu Liau, secara tidak langsung juga berfungsi untuk melindungi mereka yang masih hidup.

Upacara keagamaan yang boleh dikatakan paling besar di kalangan suku Dayak adalah upacara kematian. Ada dua macam upacara kematian, yaitu upacara kematian biasa (ritus penguburan pertama) dan pesta kematian (ritus penguburan kedua).

Ritus penguburan pertama diadakan segera setelah meninggalnya seseorang. Ritus ini dimaksudkan untuk mengantar liau (jiwa) ke tempat peristirahatan sementara yang disebut Bukit pasahan raung. Di situ para liau menunggu diadakanya ritus penguburan kedua atau pesta kematian. Suku Ngaju menamai pesta kematian itu Tiwah; suku Maanyan menamai Marabea, Ngadatun dan Ijambe; sedangkan suku Ot-Danum menamai Dala.

Suku Dayak Ngaju banyak terdapat di Kalimantan Tengah, persebaran paling banyak di Palangkaraya dan kabupaten sekitarnya. Salah satu ritual adat terbesar dalam suku Ngaju adalah ritual Tiwah.

Ritus penguburan seperti Tiwah artinya bebas, lepas dari kewajiban dimaksudkan untuk mengantar para liau dalam perjalanan menuju Lewu-Liau, tempat jiwa dipersatukan dengan nenek moyangnya dan untuk kedua kalinya memakamkan tulang-tulang mediang di tempat pemakaman tetap, yang disebut Sandong atau Tambak istilah suku Maanyan.

Pesta kematian Tiwah biasanya tidak diadakan segera setelah meninggalnya seseorang, melainkan menunggu bertahun-tahun, hingga kira-kira enam puluh orang yang meninggal. Hal ini dikarenakan biayanya mahal maka harus diadakan bersama-sama, kecuali kalau ada keluarga kaya yang mau mengadakan sendiri.

Untuk mempersiapkan pesta kematian itu menghabiskan waktu berbulan-bulan, karena harus mendirikan tempat-tempat upacara, membuat sandong, membuat tuak, berbelanja, menumbuk padi dan sebagiannya. Pestanya sendiri berlangsung selama tujuh hari, tetapi pekerjaan para imam yang harus dilakukan seringkali berlangsung hingga tiga puluh tiga hari.

Mereka terlebih dahulu mempersiapkan upacara secara simbolis, yaitu dengan memanjatkan puji-pujian. Di dalam puji-pujian itu digambarkan bagaimana para Sengiang dijemput dan bagaimana mereka bersama dengan para imam mendirikan tempat upacara dan tempat pemakaman tetap (sandong). Selesai pesta, para imam masih harus menyucikan orang-orang yang tersangkut di dalam pesta itu dan mengantarkan para sengiang kembali ke alam atas.

Tiga hari sebelum Tiwah dimulai, jenazah-jenazah yang telah dikuburkan digali lagi, tulang-tulang mediang diambil dan dibawa ke balai yang telah dihias, tempat meletakan peti-peti jenazah.

Setelah peti-peti jenazah diletakan di balai itu, seluruh desa dan sungai dinyatakan najis. Dimulailah pali untuk tujuah hari. Desa dipandang sebagai tertutup bagi dunia luar, karena diliputi oleh "sial". Perbatasan desa dan sungai diberi rintangan dengan rotan sebagai tanda bahaya. Waktu pali ini masih berlangsung lima hari lagi.

Hari pertama, diadakan pesta wanita setelah para wanita selesai menyiapkan makanan untuk hari berikutnya. Kemudian menjelang malam mulailah yang disebut dengan magah liau, yaitu mengantarkan panyalumpok liau ke alam akhirat. 

Upacara ini terdiri dari seorang imam sebagai pengantara Tempon Telon, menjadi pemimpin liau itu. Di dalam nyanyian imam itu melukiskan bagaimana Tempon Telon mengemudi perahu yang dinaiki para liau melintasi segala macam bahaya. Upacara ini berakhir pada pagi hari, waktunya para liau dipandang sebagai sudah tiba di Lewu Liau.

Hari kedua, disebut Andau Kabalik, hari kurban manusia. Pada hari itu dahulu dikurbankan budak-budak, tetapi kemudian diganti dengan kerbau. Kurban ini dimaksud untuk menjadikan jiwa budak itu melayani para liau di alam baka.

Keterangan Foto: Kerbau hewan kurban yang digunakan dalam ritual Tiwah. Foto ini diambil sebelum masa pandemi (sumber: pariwisataindonesia.id).
Keterangan Foto: Kerbau hewan kurban yang digunakan dalam ritual Tiwah. Foto ini diambil sebelum masa pandemi (sumber: pariwisataindonesia.id).
Hari ketiga, dilakukan Magah liau karahang, yaitu pemakaman tulang-tulang ke dalam sandong. Dengan perantaraan para imam Tempon Telon memimpin Liau Karahang masuk ke Lewu Liau untuk dipersatukan dengan Panyalumpok liau (segi jasmani liau dan segi rohani liau dipersatukan). Liau-liau itu dimandikan di dalam air hidup untuk mendapatkan hidup yang baru di dunia nenek moyang. 

Dalam ritus yang lengkap terdapat upacara pemakaman tulang-tulang dari para mediang. Tulang-tulang yang telah dibakar (tetapi belum habis menjadi abu), dikumpulkan dan dimasukan ke dalam sandong.

Mengutip F. Ukur, maksud pembakaran tulang itu adalah sebagai penyucian dari segala kenajisan, kelemahan, kekotoran, kesialan dan sebagiannya sehingga tidak bercacat. Selain untuk menyucikan, dengan pembakaran itu mereka dinobatkan menjadi Sangiang atau Saniang (F. Ukur, 2001: 49).

Hari keempat, diperuntukan bagi para wanita lagi. Mereka mempersiapkan untuk hari berikutnya, yaitu puncak Tiwah.

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun