Dalam artikel saya terdahulu, saya menyoal tentang "Upacara penyembuhan orang sakit". Artikel kali ini akan mengulas seputar "Adat kesenian dalam tradisi pengobatan tradisional suku Dayak."
Dalam tradisi pengobatan tradisional suku Dayak terdapat elemen-elemen yang menyangkut atau yang termasuk dalam adat kesenian.
Adat kesenian adalah adat yang menunjukkan bagaimana orang Dayak mengekspresikan rasa gembira, dalam bentuk nyanyian, pantun, tabuh-tabuhan dan tari-tarian dan juga bagaimana mereka mengungkapkan rasa sedih dan susah.
Dalam tradisi pengobatan tradisional suku Dayak atau yang familiar dalam kalangan orang Dayak disebut belian dapat dilihat beberapa elemen yang menunjukkan adat kesenian. Misalnya mantera-mantera atau 'doa', tari-tarian dan tabuh-tabuhan (musik) dan pantun-pantun (nyanyian).
Baca juga: Mengenal Upacara Penyembuhan Orang Sakit, Cara Orang Dayak Menghargai Kehidupan
Uniknya dalam tradisi pengobatan tradisional ini mantera-mantera yang diucapkan sesuai dengan gaya aslinya. Bagi para tetua adat/belian mantera-mantera itu merupakan suatu doa permohonan dan ucapan syukur yang disampaikan kepada "Yang Tertinggi".
Mantera-mantera itu sudah diterima dengan teratur sejak semula. Mantera-mantera itu juga disampaikan sesuai dengan intensi dari upacara pengobatan. Pengetahuan itu hanya diketahui oleh para tetua adat atau belian. Sesuai dengan kepercayaan mereka, mantera-mantera itu mempunyai fungsi yang amat penting dalam upacara ritual. Maka setiap ada upacara pengobatan tradisional harus ada mantera-mantera yang diucapkan, didaras maupun dinyanyikan oleh tetua adat atau belian.
Mantera-mantera itu sudah disesuaikan dengan intensi dari upacara tersebut. Kemampuan para tetua adat atau belian dalam mengingat dan menghayati mantera-mantera itu merupakan bentuk penghargaan mereka terhadap budaya nenek moyang.
Dalam tradisi pengobatan tradisional atau upacara belian hal mendaraskan atau menyanyikan mantera bukanlah sesuatu yang asing. Bagi para belian nampaknya mantera itu amat penting.
Menurut pendapat saya mantera yang dinyanyikan atau didaras oleh para belian dalam proses penyembuhan sejauh itu dianggap sebagai doa adalah baik. Karena dengan membacakan mantera itu mereka akan ingat pada kuasa Yang Tertinggi, sebab dalam mantera berisi suatu permohonan.
Perlu dicatat bahwa mantera itu tidak baik kalau para belian terlalu yakin akan kekuatan atau kemajuannya. Karena menurut pengamatan saya kesembuhan si sakit bukanlah karena kekuatan manteranya melainkan kekuatan Allah Sang Pemberi Hidup.
Selain mantera-mantera, masih ada ciri khas lain yang terdapat dalam adat kesenian tradisi pengobatan tradisional suku Dayak, yaitu tari-tarian dan tabuh-tabuhan (musik). Sebab dalam proses pengobatan tradisional para tetua adat/belian mengadakan tari-tarian. Tari-tarian itu diperagakan sesuai dengan irama tabuh-tabuhan yang bersumber dari alat musik tradisional.
Ritme dari tarian ini memang agak sedikit monoton, meskipun demikian dalam setiap gerak dan tindakan belian tersimpan pesan yang sangat berarti. Hanya orang yang memahami hal tersebut dapat memberikan penjelasan. Misalnya sesama belian atau tetua adat yang sudah lama menghidupi tradisi tersebut dan tentunya berpengalaman.
Pantun-pantun dan Nyanyian
Seperti yang telah saya uraikan di atas, dalam proses penyembuhan dengan upacara pengobatan tradisional ini, ada juga kesempatan bagi para belian dan para pengunjung untuk bergembira bersama.
Rasa gembira tersebut mereka tuangkan dalam acara bernyanyi bersama dengan mengucapkan pantun-pantun. Acara demikian bagi orang Dayak bukanlah sekedar acara hiburan atau bersenang-senang belaka, melainkan sudah menjadi kebiasaan sebagai penghormatan akan tradisi yang diwariskan para leluhur.
Catatan Kritis
Disorot dari aneka ragam bentuk keyakinan yang terdapat dalam sistem religi suku Dayak, serta aktivitas-aktivitas sistem religi yang mengungkapkan keyakinan tersebut; nampaknya bahwa keyakinan suku Dayak ini mempunyai ciri-ciri yang menonjol, yang dapat dikelompokan ke dalam pengeritan tentang paham-paham religi atau keagamaan yang disebut: Dinamisme, Animisme dan Teisme.
Aktivitas seperti menyimpan dan memelihara benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib dan bisa mempengaruhi kehidupan manusia, merupakan ciri-ciri paham Dinamisme. Demikian pula keyakinan bahwa di alam sekitar hidup mereka itu penuh dengan roh-roh dan makhluk-makhluk halus lainnya; dan bahwa tiap-tiap makhluk dan juga benda-benda mempunyai jiwa seperti halnya manusia, merupakan ciri-ciri paham kepercayaan yang disebut Animisme. Akhirnya pengakuan mereka akan adanya Ilah Tertinggi yang menciptakan, mengatur, menata dan menjaga alam semesta beserta isinya, merupakan ciri-ciri paham Teisme (Subagya, 2013: 60).
Namun, selain Ilah Tertinggi, juga diakui adanya serentetan dewa-dewa lain yang dipandang sebagai ilah-ilah perantara antara Ilah Tertinggi dan manusia.
Kenyataan bahwa di dalam upacara-upacara adat dan keagamaan orang lebih banyak berhubungan dengan ilah-ilah perantara ini. Ritus-ritus keagamaan lebih banyak ditujukan kepada tokoh-tokoh ilah perantara dan hampir tidak ada ritus khusus untuk Ilah Tertinggi.
Dengan demikian, paham Teisme di dalam sistem religi suku Dayak ini lebih bersifat Politeistis dari pada Monoteistis. Namun, bila diperhatikan sebenarnya semua pemujaan terhadap ilah-ilah itu tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan rentetan keilahian dan pemujaan terhadap Ilah Tertinggi. Semuanya termasuk dalam struktur religius, sosial dan kosmis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H