Masyarakat suku Dayak Desa mempunyai kesadaran ekologis yang cukup kuat. Hal ini diungkapkan oleh seorang tokoh adat di Desa Tapang Semadak, Dusun Tapang Sambas:
"Selama berpuluh-puluh tahun kami hidup dalam harmoni yang intim dengan lingkungan hutan. Para peramu, petani, pemburu dan penangkap ikan tidak memungut hasil lebih dari apa yang dihasilkan oleh hutan, rawa, danau dan sungai. Dalam mengolah dan mengambil hasil hutan kami selalu berpikir akan kelangsungan hidup generasi-generasi yang akan datang, anak cucu kami. Kami tidak mungkin membabat hasil hutan sembarangan seperti yang dituduhkan oleh oknum-oknum tertentu kepada kami."
Pada dasarnya, Suku Dayak Desa sendiri secara turun temurun tidak mempersoalkan apakah hidupnya mencerminkan kesadaran ekologis atau tidak. Kesadaran mereka akan lingkungan hidup lebih bersifat eksistensial dari pada rasional yakni keluar dari pergumulan dan pengalaman hidup mereka sehari-hari, bukan hasil manipulasi. Sikap ini berkaitan dengan perspektif Suku Dayak Desa terhadap alam. Alam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka sekaligus merupakan ungkapan dari pengalaman mereka terhadap "Yang Mutlak", "Yang Ilahi" yang orang Dayak Desa sebut sebagai Petara Raja Juwata.
Lingkungan Hidup sebagai "Tempat"
Umumnya bagi semua makhluk di muka bumi ini dan khususnya bagi orang Dayak Desa, lingkungan hidup adalah suatu tempat (wadah) semua makhluk hidup tinggal. Dengan adanya lingkungan hidup maka "hidup" itu berlangsung. Orang Dayak Desa mengungkapkan eksistensinya dalam lingkungan hidup yang asri dan alami.
Pada dasarnya lingkungan hidup merupakan persyaratan keseluruhan kehidupan dan bagi hidup manusia. Namun perlu dilihat dalam relasi dan ketergantungan timbal-balik dengan makhluk hidup yang lain beserta ruang hidupnya.
Lingkungan hidup alam dan manusia sudah selayaknya saling berhubungan, karena bagi orang Dayak Desa alam ini bukan hanya wadah atau tempat untuk dihuni saja tetapi juga menyediakan sarana yang melimpah ruah bagi perkembangan dan kelestarian hidup manusia. Dayak Desa sangat bergantung pada lingkungan hidup tempat mereka berada. Udara dan air yang bersih, makanan yang cukup merupakan materi yang menjamin kelangsungan hidup mereka. Lingkungan hidup yang alami menyediakan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Bagi orang Dayak Desa, alam khususnya hutan sangat berguna bagi kehidupan mereka sehari-hari dan bahkan mereka menyadari diri mereka sebagai bagian dari alam itu sendiri. Mereka tidak bisa dipisahkan dari lingkungan alam dan hutan karena alam khususnya hutan adalah suatu wadah atau tempat mereka hidup, bekerja, tinggal dan mencari rejeki. Maka ada ungkapan khas orang Dayak Desa untuk mengambarkan kehidupan mereka yang penuh perjuangan "turun kenyung, pulai keleman ngegak sesuap nasik, seteguk aik."
Lingkungan Hidup Mempunyai Nilai "Magis"
Kenyataan bahwa Dayak Desa mengakui bahwa lingkungan hidup itu bukan hanya sekedar wadah atau tempat tinggal saja, tetapi juga mempunyai nilai "magis". Orang Dayak Desa percaya bahwa lingkungan alam ini bukan hanya didiami oleh bangsa manusia, tetapi dihuni oleh roh-roh. Mereka percaya bahwa semua benda mempunyai roh. Karena semua benda memiliki roh maka mereka memandang lingkungan alam ini sebagai suatu kekuatan gaib yang patut disembah, dihormati dan ditakuti.
Rasa hormat dan takut pada kekuatan magis dalam lingkungan alam ditampilkan dalam satu kepercayaan asli Dayak Desa. Dalam kepercayaan asli itu banyak ditemukan bentuk-bentuk pemujaan dan upacara magis bagi kekuatan roh-roh. Misalnya adanya tempat-tempat keramat dan suci (seperti rimak atau hutan yang tidak boleh diganggu oleh manusia).
Tempat seperti hutan rimak atau tapang temawang itu dipandang oleh Suku Dayak Desa sebagai kediaman para roh, sehingga tempat yang dikhususkan itu sangat menakutkan dan seram tetapi sekaligus sebagai tempat yang suci dan kudus. Di tempat yang disucikuduskan inilah mansuia dapat bertemu dengan roh-roh dan memperoleh kekuatan dengan cara mengadakan kegiatan adat atau upacara ritual.
Lingkungan Hidup Mempunyai Nilai Religius
Dalam mitos-mitos tentang kejadian alam dan mitos-mitos tentang manusia, gejala alam dilihat oleh orang Dayak Desa suatu hierofani, artinya dahulu "Yang Ilahi" pernah menampakan diri dalam gejala alam tersebut (Coomans, 1987:85). Bagi Suku Dayak Desa, lingkungan hidup mempunyai nilai religius. Dikatakan demikian karena, lingkungan hidup mengarahkan mereka kepada "Yang Absolut", "Yang Tertinggi" tentang Yang Absolut telah saya tulis dalam artikel sebelumnya (Baca artikel tentang Pandangan Orang Dayak Desa tentang Yang Tertinggi atau Realitas Ada Yang Absolut).
Lingkungan alam yang harmonis mengandung makna religius sehingga dapat membawa suku Dayak Desa terbuka kepada "Yang Tertinggi". Suku Dayak Desa sadar bahwa dari mereka senantiasa bergantung pada lingkungan hidup yang mereka tempati. Kesadaran ini menumbuhkan sikap hormat terhadapnya, karena mereka sendiri tidak hidup di luar lingkungan hidup melainkan di dalamnya.
Lingkungan hidup yang mempunyai nilai religius terutama nampak dalam kawasan hutan rimak tuai atau tapang temawang tuai atau hutan yang masih asli. Menurut suku Dayak Desa, hutan rimak tuai adalah wilayah yang suci karena merupakan tempat bersemayam arwah leluhur. Karena itu, hutan rimak dan tapang temawang yang menjadi tempat bersemayam leluhur tersebut, tidak boleh dihampiri oleh sembarangan orang, apalagi menjarah dan merusaknya.
Lingkungan Hidup Sebagai Hak Tapang Temawang
Hutan, tanah dan air merupakan tiga unsur dari lingkungan hidup yang sangat penting dalam kehidupan suku Dayak Desa. Dari ketiga unsur di atas, tanah merupakan inti dan titik pusat ekologi dan keseluruhan ekosistem yang mengatur hubungan antara semua makhluk hidup. Tanah adalah sumber segala kehidupan di muka bumi ini. Di atas tanah, tumbuh segala jenis pohon dan rerumputan yang menyediakan makanan bagi makhluk yang lain. Di dalam tanah, tersimpan berbagai mineral dan tambang, yang menjadi sumber daya alam dan kekuatan ekonomi manusia.
Menyadari betapa pentingnya tanah bagi kehidupan suku Dayak Desa, maka mereka mempunyai tanah adat yang elemen-elemennya terdiri dari kawasan pemukiman, ladang, kebun, hutan primer, temawang, hutan wisata, sungai, danau, perkebunan dan banyak lagi bergantuang pada komunitas dan sistem ekologinya. Bagi suku Dayak Desa dan suku Dayak lainnya, tanah adat merupakan lingkungan hidup mereka yang sentral.
Di Desa Tapang Semadak, Dusun Tapang Sambas dan Tapang Kemayau, Kecamatan Sekadau tanah adat sungguh-sungguh dimanfaatkan dengan maksimal, seperti menjadikan tanah adat sebagai warisan budaya dengan menjadikannya hutan wisata yang luas dan asri belum terjamah oleh oknum-oknum tertentu. Tanpa adanya tanah adat dan jika tanah adat ini hilang maka orang Dayak bisa mati (Djuweng, 1996:75).
Tanah adat ini adalah tanah warisa nenek moyang. Karena lingkungan hidupnya yang terdiri atas tanah, air dan hutan ini diwariskan secara turun-temurun maka disebut hak tapang temawang bagi yang menerima warisan tersebut. Batas-batas kawasan tapang temawang berupa bukit, sungai, batu, lembah, pohon dan kayu besai (kayu besar). Upaya ini diharapkan menghindari tindakan-tindakan lebih jauh lagi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin memanfaatkan intimidasi terhadap status kepemilikan tanah pada masyarakat hukum adat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H