Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Konsep Lingkungan Hidup dalam Pandangan Suku Dayak Desa

26 September 2020   11:53 Diperbarui: 9 November 2020   07:55 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempat seperti hutan rimak atau tapang temawang itu dipandang oleh Suku Dayak Desa sebagai kediaman para roh, sehingga tempat yang dikhususkan itu sangat menakutkan dan seram tetapi sekaligus sebagai tempat yang suci dan kudus. Di tempat yang disucikuduskan inilah mansuia dapat bertemu dengan roh-roh dan memperoleh kekuatan dengan cara mengadakan kegiatan adat atau upacara ritual.

Lingkungan Hidup Mempunyai Nilai Religius

Dalam mitos-mitos tentang kejadian alam dan mitos-mitos tentang manusia, gejala alam dilihat oleh orang Dayak Desa suatu hierofani, artinya dahulu "Yang Ilahi" pernah menampakan diri dalam gejala alam tersebut (Coomans, 1987:85). Bagi Suku Dayak Desa, lingkungan hidup mempunyai nilai religius. Dikatakan demikian karena, lingkungan hidup mengarahkan mereka kepada "Yang Absolut", "Yang Tertinggi" tentang Yang Absolut telah saya tulis dalam artikel sebelumnya (Baca artikel tentang Pandangan Orang Dayak Desa tentang Yang Tertinggi atau Realitas Ada Yang Absolut).

Lingkungan alam yang harmonis mengandung makna religius sehingga dapat membawa suku Dayak Desa terbuka kepada "Yang Tertinggi". Suku Dayak Desa sadar bahwa dari mereka senantiasa bergantung pada lingkungan hidup yang mereka tempati. Kesadaran ini menumbuhkan sikap hormat terhadapnya, karena mereka sendiri tidak hidup di luar lingkungan hidup melainkan di dalamnya.

Lingkungan hidup yang mempunyai nilai religius terutama nampak dalam kawasan hutan rimak tuai atau tapang temawang tuai atau hutan yang masih asli. Menurut suku Dayak Desa, hutan rimak tuai adalah wilayah yang suci karena merupakan tempat bersemayam arwah leluhur. Karena itu, hutan rimak dan tapang temawang yang menjadi tempat bersemayam leluhur tersebut, tidak boleh dihampiri oleh sembarangan orang, apalagi menjarah dan merusaknya.

Lingkungan Hidup Sebagai Hak Tapang Temawang

Hutan, tanah dan air merupakan tiga unsur dari lingkungan hidup yang sangat penting dalam kehidupan suku Dayak Desa. Dari ketiga unsur di atas, tanah merupakan inti dan titik pusat ekologi dan keseluruhan ekosistem yang mengatur hubungan antara semua makhluk hidup. Tanah adalah sumber segala kehidupan di muka bumi ini. Di atas tanah, tumbuh segala jenis pohon dan rerumputan yang menyediakan makanan bagi makhluk yang lain. Di dalam tanah, tersimpan berbagai mineral dan tambang, yang menjadi sumber daya alam dan kekuatan ekonomi manusia.

Menyadari betapa pentingnya tanah bagi kehidupan suku Dayak Desa, maka mereka mempunyai tanah adat yang elemen-elemennya terdiri dari kawasan pemukiman, ladang, kebun, hutan primer, temawang, hutan wisata, sungai, danau, perkebunan dan banyak lagi bergantuang pada komunitas dan sistem ekologinya. Bagi suku Dayak Desa dan suku Dayak lainnya, tanah adat merupakan lingkungan hidup mereka yang sentral.

Di Desa Tapang Semadak, Dusun Tapang Sambas dan Tapang Kemayau, Kecamatan Sekadau tanah adat sungguh-sungguh dimanfaatkan dengan maksimal, seperti menjadikan tanah adat sebagai warisan budaya dengan menjadikannya hutan wisata yang luas dan asri belum terjamah oleh oknum-oknum tertentu. Tanpa adanya tanah adat dan jika tanah adat ini hilang maka orang Dayak bisa mati (Djuweng, 1996:75).

Tanah adat ini adalah tanah warisa nenek moyang. Karena lingkungan hidupnya yang terdiri atas tanah, air dan hutan ini diwariskan secara turun-temurun maka disebut hak tapang temawang bagi yang menerima warisan tersebut. Batas-batas kawasan tapang temawang berupa bukit, sungai, batu, lembah, pohon dan kayu besai (kayu besar). Upaya ini diharapkan menghindari tindakan-tindakan lebih jauh lagi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin memanfaatkan intimidasi terhadap status kepemilikan tanah pada masyarakat hukum adat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun