Kondisi geografis seperti luasnya daerah, sungai, lembah, hutan yang lebat dan ngarai serta gunung-gemunung, merupakan faktor penyebab lahirnya pemikiran mistis religius manusia Dayak tentang realitas Ada Yang Absolut. Pandangan tentang Ada Yang Absolut atau Yang Tertinggi dapat ditelusuri dengan mengamati sejauh mana alam ini menguasai hidup manusia.Â
Di satu pihak alam itu memberi keuntungan. Di lain pihak, alam itu mengandung bahaya, seperti angin topan, banjir, tanah longsor dan sebagiannya (Bagus, 1992:66).Â
Keadaan alamiah Kalimantan yang serba agung sekaligus misteri kemudian melahirkan pertanyaan fundamental orang Dayak: Siapakah penguasa alam ini? Mengapa bencana alam yang merugikan manusia bisa terjadi? Apa yang menyebabkannya? Siapa yang mengatur peredaran matahari, bulan dan bintang, hujan, kemarau, siang dan malam?
Manusia Dayak memandang bahwa pertanyaan-pertanyaan ini menuntut jawaban. Dalam usaha mencari dan merumuskan jawaban-jawaban itu kadang kala alam pikiran mereka menerobos ke luar dari eksistensi dirinya sebagai manusia.Â
Kondisi seperti ini lantas melahirkan konsep tentang realitas Ada Yang Absolut atau tentang Realitas Mutlak, yakni sesuatu yang harus ada, sebagaimana dia ada dan menyatakan dirinya (Andasputra, 1997:14). Memang di sini tidak ada teologi yang definitif tentang Yang Tertinggi (Ada Yang Absolut) yang terpenting bagi suku Dayak adalah mengakui adanya kekuatan yang bersifat supranatural.
Setiap suku memberi nama atau menyebut Ada Yang Absolut itu dengan sebutan yang berbeda-beda, misalnya Tanangaan di Dayak Kayaan, Alatala di Dayak Taman, Penompa Petara di Dayak Jangkang, Penompa di Dayak Pompakng, Ranying Hatalla Langit di Dayak Kaharingan, Jubata di Dayak Kanayatn, Duataq di Dayak Jalai-Kendawangan, Duato di Dayak Pesaguan, Duata di Dayak Krio.
Bagi Suku Dayak Desa, Ada Yang Absolut atau Realitas Mutlak yang sesungguhnya adalah Petara Raja Juwata. Yang Absolut adalah totalitas, seluruh kenyataan. Ia bukan hanya dipahami sebagai proses melainkan sebagai tujuan. Keberadaannya tidak bergantung dan diadakan oleh ada yang lain. Ia bukan saja penyebab dari semesta melainkan semesta itu sendiri.Â
Lebih lanjut lagi, Orang Dayak Desa memahami Ada Yang Absolut sebagai subjek dan objeknya adalah dirinya. Yang Absolut adalah "pikiran yang memikirkan dirinya sendiri" subjek yang menyadari dirinya sendiri. Ia adalah pencipta dari segala yang ada dan kepadanya segala yang ada bergantung. Ia adalah yang ada dan keberadaannya itu mutlak. Ia adalah supranatural dan transenden. Ia ada dan terus ada (Florus, 2012:83). Ia mempengaruhi hidup manusia.Â
Tidak hanya itu, menurut Dayak Desa, Petara Raja Juwata ada dalam setiap ciptaannya. Dengan kata lain, ciptaan mengandung semengat kekuatannya. Kita hampir tidak mungkin mengharapkan sajian teologis dari konsep Dayak Desa mengenai Petara Raja Juwata ini.Â
Yang diyakini adalah selain sumber dari segala yang ada, Petara Raja Juwata yang seperti ini tidak begitu agung, namun ia tetap Ada Yang Absolut atau Realitas Mutlak dan sumber dari segala kebaikan. Tidak ada maksud jahat dihubung-hubungkan dengannya. Ia selalu berada di pihak kebaikan.Â
Bila bencana yang dipandang jahat ditimpakan kepada manusia, itu hanyalah sarana atau peringatan dari Petara Raja Juwata bahwa manusia harus hidup baik (Mikael, 2010:39).Â