Tudingan malaysia pun juga harus kita pertanyakan dari segi apa ia menuduh kecurangan dari tuan rumah dan mengapa juga para atlet malaysia, para pesilat malaysia yang seharusnya dilatih sportif, justru telah melakukan 2 kali tindakan kurang terpuji seperti merusak fasilitas venue ketika dinyatakan kalah oleh keputusan juri dan menendang secara brutal pesilat singapura pada pertarungan semifinal kelas I putra (86-90kg).
Protes yang diajukan Iran terhadap cabang olahraga Pencak Silat pun terasa mengada-ada.
Ketua komite nasional Iran baru mengajukan protes secara resmi ketika cabang olahraga Pencak Silat sudah selesai dipertandingkan dan Indonesia mendapatkan 14 medali emas dari cabang tersebut.Â
Protes Iran tidak segera dilakukan pada saat pembicaraan dan penetapan cabang olahraga pencak silat.
Selain itu jika Iran mengatakan cabang olahraga Pencak Silat tidak dikenal, lantas mengapa bisa ada perwakilan Iran pada cabang olahraga ini?
Tuduhan Iran pun menurut saya sangat subyektif, hanya karena posisi negaranya terlempar dari urutan keempat, mereka pun baru melayangkan protes secara resmi terhadap cabang olahraga pencak silat yang menurut mereka sangat khas Indonesia dan tidak terkenal.
Iran juga tidak melihat bahwa pada Asian games kali ini ada beberapa cabang olahraga lain yang belum cukup terkenal dan selalu di dominasi negara tertentu dan beberapa diantaranya juga baru dimasukkan pada Asian games ini bersamaan dengan Pencak Silat.Â
Seperti Kabbaddi sudah didominasi India sebanyak 7 kali semenjak diadakan pada tahun 1990, lalu ada Kurash yang baru diadakan kali ini dan didominasi oleh Uzbekistan, dan juga ada Sambo.
Selain itu jika mau melihat pada cabang olahraga wushu, Cina pun mendominasi dengan perolehan 10 medali emas yang tentunya sangat jauh dari perolehan negara-negara lain yang paling banyak memperoleh 2 medali emas, lantas mengapa olahraga ini juga tidak diprotes jika indikatornya hanya karena tidak terkenal dan selalu didominasi satu negara tertentu?
Situasi yang sedang keruh pun ternyata dimanfaatkan beberapa media untuk terus menggoreng isu ini hingga menjadi semakin heboh.
Sebut saja jurnalis dari South China Morning Post yang saya sebutkan sebelumnya. Peristiwa ini semakin dibesarkan lagi skalanya sehingga seakan-akan kedua negara, antara Indonesia dan Malaysia memang sudah menjadi musuh bebuyutan dan terus memanas.Â