Indonesia sudah memasuki bulan ke-8 dalam menghadapi wabah covid-19. Dan secara ekonomi Pemerintah menyatakan negara ini memasuki kondisi resesi seperti kebanyakan negara lainnya. Meskipun ada sedikit dampak positif dari keadaan Tata Normal Baru seperti kreativitas dan teknologi sebut saja, sistem teknologi daring, belajar online, meeting online, kreasi masker, konten video dsb namun dampak negatifnya lebih berat dan masif dibanding positifnya.Â
Beberapa negara bahkan sudah mengalami lonjakan kedua dan ketiga kasus yang terinfeksi corona. Ada yang mengatakan ini lah untungnya Cina yang memiliki sistem komunis, sebab warganya taat, disiplin dan gampang diatur dibandingkan negara-negara berprinsip liberal. Kebebasan berpikir, berpendapat ternyata juga sangat berpengaruh besar terhadap cepat lambatnya penanganan, ringan beratnya dampak dari wabah ini.
Masih tingginya kasus covid ini disebabkan sikap masyarakat yang buruk dalam menghadapi wabah ini di antaranya adalah sebagai berikut:
Ketidakpercayaan
Ujian terberat wabah ini adalah Ketidakpercayaan. Tuhan memberikan kita wabah "penyakit hantu". Mengapa penyakit hantu? Karena penyakit ini bukan seperti cabe yang ketika dimakan langsung terasa pedas.
Banyak yang berstatus OTG, orang tanpa gejala, tetapi seketika bisa meninggal. Belum lagi istilah penyakit bawaan yang dapat terusik ketika bertemu corona. Negara yang mempercayai Tuhan ini warganya percaya akan adanya hantu, namun ketika "wabah hantu" ini merebak mereka banyak yang tidak percaya. Justru mereka yang katanya komunis lebih mempercayainya.
Berbagai ketidakpercayaan muncul sepanjang penyakit ini mewabah. Sebut saja corona ini hanya rekayasa, konspirasi, sehingga anjuran 3M: menggunakan masker, mencuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak diabaikan. Di mesjid, pasar, orang biasa saja, normal, tanpa kejadian, tanpa pakai masker dna menjaga jarak. Ada yang meninggal karena covid, keluarganya mengambil paksa jenazahnya, menolak dikubur secara protokol kesehatan (prokes).Â
Kondisi ini ditambah bingung dengan pernyataan-pernyataan seperti dokter tirta dan artis jerinx, rumah sakit-rumah sakit nakal yang membuat pasien tidak covid menjadi suspek covid demi mengejar dana pasien covid. Semua membuat suasana tambah kacau.Â
Pertanyaannya sekarang apa iya tidak ada yang meninggal karena covid? Apa iya yang meninggal hanya karena sakit bawaan? Lalu bagaimana dengan ratusan dokter dan perawat yang meninggal itu? Apa mereka semua juga penderita sakit bawaan sehingga begitu terserang corona lalu meninggal? Akibat kebingungan itu muncullah ketidakpercayaan yang tinggi.
Ambil Untung
Tak heran lagi di negara ini, setiap ada kasus pasti selalu ada yang mengambil untung. Bahkan musibah seberat gempa dan tsunami sekalipun ada yang mencatut bantuan dan korupsi anggarannya. Tak heran pula di saat terjadinya demonstrasi di sana lah kita lihat banyak pedagang mengadu nasib.Â
Begitu pula dengan corona, di awalnya banyak yang menimbun masker, bahkan ada kasus pegawai puskesmas yang mencurinya untuk keuntungan pribadi. Lalu dilanjutkan dengan surat dan biaya rapid test dan swab. Memang lah negara ini penuh dengan orang-orang yang berhati busuk dan mengambil untung disaat orang lain mendapat musibah.
Tidak Disiplin
Akibat dari ketidakpercayaan tadi, warga yang bingung ini menganggap keadaan ini bukan musibah, sehingga meskipun ada yang hasil tes rapid nya reaktif atau hasil swabnya dinyatakan positif, mereka santai saja. Jika mereka reaktif, disuruh isolasi mandiri, tetap saja keluyuran, pergi kesana kemari.Â