Mohon tunggu...
Dani Iskandar
Dani Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Belajar Politik dari Sepak Bola

8 Juli 2018   10:15 Diperbarui: 8 Juli 2018   11:37 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak yang kuciwa berats ya dari hasil perhelatan Piala Dunia kali ini hehehe banyak yang gembira, sedih, kesal. Yaa.. Demikian jua dengan Politik mbak bro mas sis hehe.. Ya sama-sama punya kepentingan. Kemenangan.

Banyak dari kita yang menjagokan sebuah kesebelasan, memfavoritkan satu negara, mengidolakan sosok pemain tangguh eh ternyata di lapangan hasil yang kita dapatkan berbeda, mengecewakan. Negara-negara yang dijagokan pun kalah, pulang lebih awal dari yang diperkirakan. Pertaruhan pun merugi.

Tapi itu lah sepakbola. Semua bisa terjadi. Bagaimana satu kesebelasan yang pernah menjuarai Piala Dunia bisa dipermalukan oleh kesebelasan yang tidak diperhitungkan. Bagaimana satu negara yang sudah memimpin pertandingan harus bertekuk lutut kalah dari negara lain di menit-menit terakhir pertandingan. Tidak perlu saya ulas panjang lebar disini, karena semua pasti melihat dan mendengar pertandingan dan ulasannya.

Analogi Sepakbola dalam Dunia Politik

Jika anda mengidolakan sebuah kesebelasan, satu negara favorit yang bakal menjuarai Piala Dunia 2018, anda harus siap untuk kesal, sedih atau marah ketika jagoan anda itu kalah. Dan anda siap berpesta ketika mereka menang. Anda menjagokannya, demikian pula dengan mereka yang lain, berdasarkan statistik dan data yang terjadi selama ini. 

Berapa kali menang Piala Dunia, Piala Eropa, berapa kali masuk sampai tahap perempat final dan semi final, berapa kemenangan dan kekalahan ketika melawan musuh dari negara Asia, Eropa, Amerika Latin dan Afrika, berapa pemain yang main di liga-liga Top Eropa, siapa pelatihnya, bagaimana strateginya dan sebagainya dan seterusnya. Statistik itu lah yang membuat anda menjagokan negara tersebut.

Hal demikian pun terjadi dalam dunia politik. Masing-masing kita menjagokan, mengidolakan seseorang untuk memimpin daerahnya, atau negeri ini. Sosok yang kita idolakan dan jagokan bakal menang dalam Pemilu itu berdasarkan jejak rekam nya pantas memenangkan Pilkada atau Pemilu. 

Dengan kekuatan Tim Pendukungnya, partai Politik yang berada di belakangnya, strategi pemenangan yang dilancarkan dan modal yang dimilikinya maka kita mendukungnya. Yakin calon tersebut bakal menang.

Waktu pemilihan dan proses menuju Pilkada dan Pilpres telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sama halnya dengan sepakbola. Pertandingan dimainkan dalam waktu 2x45 menit, jika kedudukan masih imbang dilanjut dengan 2x15 menit dan jika masih seri juga, dilanjutkan dengan adu penalti untuk menentukan pemenangnya. 

Aturan seperti itu pun berlaku dalam sebuah Pilkada atau Pilpres. Ada masa pendaftaran Calon Pemimpin, masa Kampanye, debat publik hingga hari pemungutan suara. Jadi pemilihannya dibatasi oleh waktu. 

Dalam periode itu semua strategi bisa dilakukan. Sehingga ketika kita melihat bagaimana pola dan strategi yang dilakukan oleh partai-partai politik dan tokoh-tokoh politik menjelang Pemilu itu hal yang lumrah, wajar sekali. Semua demi sebuah Kepentingan bersama yaitu memenangkan Pemilu. Makanya tak heran di daerah mereka berkoalisi tetapi di pusat berseteru dan sebaliknya. 

Dukung mendukung pasangan calon pemimpin daerah maupun negara adalah hal wajar, biasa. Sehingga kita tidak perlu fanatik berlebihan ketika tokoh yang kita dukung atau partai yang kita senangi tau-tau berbalik arah di menit-menit terakhir, mendukung atau meninggalkan koalisi atau dukungan terhadap calon tertentu. Biasa saja. 

Persis seperti sepakbola. Anda ngotot, anda bergembira, tetapi di menit terakhir keadaan berbalik arah, kesebelasan anda kalah, ya terima lah, itu lah yang terjadi di lapangan. Orang bilang bola itu bundar, semua bisa terjadi, tidak bisa ditebak. Demikian pula politik, semua bisa saja terjadi, wajar, lumrah.

Ada Permainan Cantik, Ada Permainan Kotor

Dalam sepakbola kita sering kesal ketika melihat jagoan kita sering dicederai, dihantam kakinya, guling-guling, terluka bahkan sampai tidak bisa bermain untuk beberapa pertandingan. Kita juga menjumpai kesebelasan yang kasar, emosional dalam bermain. Belum lagi unsur rasisme yang sering dibawa-bawa dalam pertandingan. Emosi pemain kulit putih terhadap kulit hitam, selalu ada saja, politik pun sering dibawa-bawa. 

Pemain ini kelahiran negara yang menindas orang tuanya dan sebagainya. Hal-hal demikian terjadi dalam sepakbola. Jadi bukan hanya skil, strategi dan sportivitas yang dijunjung dalam permainan tapi segala cara pun dilakukan, banyak drama dalam sepakbola. Ada diving, pura-pura cedera, ada yang mengulur-ulur waktu ketika sudah memimpin pertandingan. Semua drama dalam rangka memenangkan pertandingan.

Politik? Sama saja. Membawa unsur agama, ras atau SARA untuk memenangkan Pilkada atau Pilpres sering dilakukan. Serangan fajar atau membagi-bagikan bantuan, duit, sembako dan apa pun bentuknya pasti dilakukan baik secara diam-diam mau pun terang-terangan. Membuat cerita hoax, menebar fitnah, ngarang, curang. Semua dalam rangka menarik perhatian pemilih dan memenangkan jagoannya. 

Kita semua menginginkan Pemilu yang bersih, bersifat Luber, langsung umum bebas dan rahasia. Tetapi di lapangan masih terjadi pemecatan guru dari sekolahnya karena berbeda pilihan. Belum lagi kita bicara wasit dalam hal ini KPU atau KPUD nya. Sering kita lihat pemain dan penonton yang marah dengan kepemimpinan wasit yang dinilai berat sebelah, demikian pula KPU. Kita berharap netral tapi di lapangan ada yang menyimpang.

Demikian lah politik. Ketika anda memahami sepakbola maka tak seharusnya anda marah dan dendam berkepanjangan terhadap sebuah partai atau seorang tokoh politik atau pemimpin yang menang. Karena kemenangannya sudah berproses di dalam pemilu. Marah, kesal, sedih ketika jagoan kita kalah adalah hal yang wajar. Namun ketika itu berlarut-larut, dendam, membekas yang membuat anda gagal move on, itu adalah hal tidak wajar. 

Anda malah dibenci orang. Bagaimana citra bonek, pendukung persija versus persib, holigan sampai-sampai merugikan pihak lain, termasuk klub dan negara suporter tersebut. Jadi biasa saja dalam dukung mendukung, menjadi suporter seorang Gubernur, Bupati, Walikota dan Presiden. Biasa saja jika jadi kader sebuah partai, jangan berlebihan. Kalah menang hal biasa. Kalah saat ini berjuang lagi untuk periode berikutnya. Menang saat ini siapkan diri untuk mempertahankannya di periode berikutnya.

Salam Damai untuk Kemenangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun