Kita semua tahu dan pernah mendengar kisah beberapa orang buta yang berdebat, mempertahankan pendapatnya sendiri tentang apa yang mereka ketahui tentang Gajah, ya Gajah. Masing-masing memiliki persepsi sendiri tentang Gajah sesuai dengan gambaran, pengetahuan, perasaan, pengalaman yang diketahuinya tentang Gajah.Â
Yang memegang ekornya dan mengatakan bahwa Gajah itu seperti Ular tidak lah salah, karena pengetahuannya, apa yang dialaminya, perasaannya mengatakan bahwa Gajah itu seperti Ular, panjang, bulat, elastis, dsb. Begitu juga yang memegang kakinya yang kokoh, bulat besar, kasar, persis seperti Pohon, tidak salah juga. Masing-masing benar, sesuai dengan pandangan, pengetahuan dan pengalaman masing-masing, karena mereka Buta dan tidak tahu bagaimana Gajah itu seutuhnya.Â
Yang menjadi salah adalah ketika si buta yang satu ribut dengan yang lain karena mempertahankan pendapatnya masing-masing. Ia menjadi benar ketika mereka bersabar, mendengarkan dan menghargai pendapat yang lain, melakukan muhasabah, instrospeksi diri, berkhalwat, merenung, melakukan Tahannuts atau istilah sekarang bertapa, membawa persoalan ini kepada orang yang lebih tau, orang yang melek tentang Gajah ini dan kemudian ikhlas menyerahkan kepada Alloh swt untuk diberikan petunjuk atau hidayah tentang kebenaran bagaimana sebenarnya Gajah itu.
Ada lagi kisah orang buta lainnya, yaitu seorang pengemis buta yang setiap hari menjelek-jelekkan, mengejek dan menghina Rosululloh saw. Ketika Rosul wafat dan orang yang memberikannya, menyuapi makanannya berbeda dengan pengalaman yang diterimanya selama ini, sentuhannya, keikhlasannya, ucapannya berbeda, orang buta ini pun tahu, tersadar bahwa yang selama ini dihinanya telah memberikannya kasih sayang. Dan karena pengetahuannya, perasaan dan pengalamannya sesuai yang ia miliki, ia dengar dari satu pihak ternyata salah tentang apa yang selama ini disangkakannya kepada baginda Rosulullah saw.
Itu lah kita
Kita dengan apa yang kita miliki saat ini, dengan apa yang kita ketahui saat ini, dengan pengalaman yang kita jalani saat ini belum tentu merupakan kebenaran yang hakiki, yang mutlak tentang apa yang kita ketahui tersebut. Karena kebenaran hanya miliki Alloh swt. Apakah kita salah dengan apa yang kita ketahui saat ini, tentu Tidak.Â
Ia akan menjadi salah ketika kita tidak merenung, tidak mencari tahu dari sisi-sisi yang lain, tidak bersabar, tidak mendengarkan pendapat orang lain dan mendebat jika itu tidak sesuai dengan pendapat, perasaan dan keinginan kita. Dan kita tidak ikhlas kepada Alloh swt hingga akan datang suatu petunjuk, hidayah, baik melalui orang, berita, kejadian yang menjelaskan kebenaran sebenarnya tentang apa yang kita ketahui, tentang kekeliruan kita selama ini.Â
Dan ini hanya masalah waktu. Bisa seketika, bisa juga bertahun-tahun. Sering kan kita mendengar, wah saya 25 tahun, 70 tahun baru tahu kenapa undur-undur itu disebut sesuai dengan namanya karena binatang ini memang jalannya mundur. Bahkan.... pengemis buta yang menghina Rosul selama ini baru tahu kalau yang menyuapinya makan selama ini adalah Rosul setelah wafatnya Rosul. Itu lah kebenaran. Ia akan datang pada waktunya dan kita hanya diminta untuk ikhtiar dan bersabar serta bisa ikhlas menerima apa pun hasilnya nanti.
Banyak kok yang gak tau kalau suaminya, istrinya punya suatu keluhan, penyakit dan ketika meninggalnya baru ketahuan karena pintarnya mereka menyembunyikan keluhan dan penyakit tersebut. Lalu salah kah kita yang tahunya belakangan, tentu Tidak. Yang menjadi salah adalah rasa menyesal berkepanjangan, tidak instrospeksi diri dan menyalahkan orang lain atau keadaan. Sehingga kita dituntut untuk selalu belajar, belajar dan belajar, membaca, membaca dan membaca serta menyendiri, merenung untuk bisa meredam gejolak emosi kita yang meledak-ledak, ingin apa yang kita tahu, apa yang kita miliki diakui kebenarannya oleh orang lain. Ini yang salah.
Kini, yang kita dapati adalah kondisi bypass dimana kita dengan mudahnya menghakimi, menjudge, dan mengeneralisir sesuatu. Ketika pisang yang kita dapati di warung, hitam-hitam, bonyok, lantas kita bilang ke orang-orang pisang di kedai itu jelek, gak bagus, kualitas rendah, mahal pula. Kita tidak pernah tahu apalagi mau bertanya kenapa pisang itu seperti itu, bisa saja dia baru jatuh, terhimpit pisang lainnya, posisinya salah letak sehingga menyebabkan warnanya hitam tetapi buahnya tidak kenapa-napa.
Saat ini apa yang kita tahu tentang teladan Rosul itu sedikit sekali, dan pengetahuan yang sesedikit ini seringkali dibesar-besarkan tetapi tidak dilaksanakan. Kita tidak pernah punya waktu untuk menyendiri seperti apa yang dilakukan Rosul dimasa mudanya pergi ke Gua Hira. Adapun waktu yang pas kita dapatkan disaat Ramadhan seperti I’tikaf itu lebih kepada ibadah, melakukan ibadah badan dan lisan. Saat ini kita kurang sekali merenung. Aktivitas, tuntutan dan gaya hidup kita lah yang menjauhkan diri kita dari apa yang disebut Merenung. Hari kerja, pagi dan sore kita sudah habis waktu di jalan.Â