Mohon tunggu...
Dani Iskandar
Dani Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemenang di Hari Kemenangan

6 Juli 2016   14:14 Diperbarui: 6 Juli 2016   15:03 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 Syawal yang merupakan pertanda berakhirnya puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan seringkali disebut dengan "Hari Kemenangan". Seperti umumnya sebuah pertandingan, perlombaan, peperangan atau permainan, kemenangan merupakan pencapaian puncak, hasil akhir yang ingin dicapai oleh semua orang. Jika ada kemenangan tentulah ada kekalahan. Lalu di hari kemenangan ini, siapa yang kalah?

Dalam sebuah pertandingan, pemain atau tim yang kuat, solid, stamina prima, punya strategi yang jitu itulah yang akan memenangkan pertandingan. Sebaliknya tim yang lemah, ogah-ogahan, malas, buruk strateginya, dialah yang menjadi the looser atau tim pecundang atau yang akan kalah dalam pertandingan tersebut. Dalam konteks hari kemenangan 1 Syawal, kemenangan itu merupakan hak para orang yang bertaqwa kepada Alloh swt. Apakah ramadhan merupakan sebuah pertandingan? Benar sekali.

 Setelah selesai peperangan Badar dengan kemenangan dipihak Islam, maka berjalanlah Rasulullah SAW dengan sahabat menuju ke perkampungan mereka. Dalam perjalanan itulah terjadi dialog antara baginda Rasul dan para sahabatnya. Kita baru balik dari satu medan peperangan yang kecil menuju ke satu peperangan yang maha besar, kata Rasulullah. Maka keherananlah para sahabat lantas mereka bertanya, Peperangan apa ya Rasulullah? Jawab baginda Mujahadatunnafsi (melawan hawa nafsu)- Riwayat Baihaqi

Peperangan Badar yang begitu gawat dan dahsyat dengan menelan korban puluhan nyawa manusia dari 1000 orang yang terlibat dari pihak tentara kafir, dianggap kecil oleh Rasulullah. Padahal kita merasa takut sekali mendengarkan musuh-musuh yang memiliki senjata perang yang begitu lengkap. Keganasan musuh menyerang bertubi-tubi dengan pedang yang ditujukan ke tubuh kita, sangat mengerikan dan menakutkan. Akan tetapi itu masih dianggap kecil kalau dibandingkan dengan keganasan nafsu kita terhadap diri kita. Cuma nafsu bukan hendak membunuh jasad, tetapi hendak membunuh jiwa kita. Dengan kata lain hendak membunuh iman kita.

 Kemenangan Sejati

Jika kita bicara "menang" dalam kondisi saat ini tidak lah sama murninya dengan "menang" jika kita berada di masa lalu. Zaman sekarang sulit lah untuk menemukan pasukan setangguh Kekaisaran Roma, sekuat petinju legendaris Ali, sesolid tim samba Brazil. Untuk saat ini, ada beberapa status kemenangan yang bisa dijumpai

Menang tanpa bertanding

Anda bisa dikatakan sebagai pemenang jika Anda tidak punya musuh atau lawan tanding. Sebuah Tim Sepakbola menang W.O terus menerus tanpa ada yang mau bertanding, Anda menang lomba nyanyi disaat peserta lain mengundurkan diri. Yaa Anda memang pemenang tetapi pemenang tanpa tawan tanding.

Menang yang telah ditentukan

Kondisi kemenangan ini adalah kondisi yang lebih tragis lagi, Anda punya duit Anda kondisikan sebuah permainan dengan Anda lah pemenangnya, Anda buat tayangan dramatisnya di televisi seolah-olah itu merupakan kompetisi yang rumit dan kompleks tetapi pemenangnya sudah Anda tentukan.

Menang dengan keberuntungan

Kemenangan disini merupakan kemenangan yang terjadi secara kebetulan. Kebetulan Anda yang bisa mengaji di kampung Anda, kebetulan si fulan yang ahli pesawat di negara tersebut, kebetulan Anda yang ahli membudidayakan udang sehingga orang-orang seperti ini merupakan pemenang yang sangat beruntung dengan keahliannya.

Menang dalam kompetisi

Kemenangan disini benar-benar ditentukan oleh sebuah kompetisi yang diikuti banyak peserta secara fair, mengikuti aturan yangbtelah ditentukan dan dinilai oleh juri yang kompeten.

Dalam konteks puasa Ramadhan jika kita merupakan The Champion, Sang Pemenang dalam melawan hawa nafsu. Apakah kita benar sebagai pemenang sejati? Apakah kita memang telah bertanding dalam sebuah kompetisi? Apakah kompetitor kita benar-benar bersaing? Apakah kita wajar disebut Sang Pemenang?

Pertanyaan-pertanyaan ini sangat lazim muncul di zaman-zaman sekarang ini. Kompetisi yang digelar Alloh swt Sang pemilik Alam Semesta ini, diikuti dengan ogah-ogahan oleh manusia sebagai makhluknya. Dengan beragam alasan manusia-manusia saat ini tanpa merasa berdosa, makan dan minum saja di siang hari. Tanpa rasa bertanggung jawab nongkrong di kafe sepulang kerja dan tidak melakukan sholat fardhu isya dan taraweh. Dengan alasan ibadah sunnah taraweh dan tadarus ditinggalkan. Dengan alasan tradisi, setiap hari melajukan buka bersama hingga berjam-jam dengan meninggalkan kewajiban sholat fardhu maghrib dan isya dan sholat sunnah taraweh. 

Aktivitas-aktivitas kita yang muslim antara 11 bulan biasa dan 1 bulan kompetisi itu tiada beda. Kerja ya lembur, Makan ya biasa, Kongkow ya harian, melakukan maksiat, sharing fitnah, mengkonsumsi narkoba semua berjalan normal tanpa beda.

Beda halnya dengan audisi yang diselenggarakan televisi, pesertanya antre, mengular, dengan segenap upaya mereka bersungguh-sungguh mengikuti kompetisi tersebut dan sangat berharap menjadi Pemenang 

Menyikapi kondisi akhir zaman tersebut, seyogyanya lah kita yang ingin mencapai tingkat ketaqwaan kita kepada Alloh swt benar-benar melaksanakan aturan yang telah ditetapkan, menahan segala nafsu pribadi, menjadikan ramadhan ini tetap lah sebuah kompetisi melawan segala yang dilarang sehingga kita pantas menjadi Pemenang di Hari Kemenangan dan tetap menyandang status Pemenang itu dengan tetap istiqomah menjaga prilaku kita seperti di bulan Ramadhan tersebut tanpa menguranginya.

Akhirul kalam,

Taqobbalallohu Minna Wa Minkum

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H

Minal Aidin Wal Faidizin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun