Btari hinggap di dalam rahimku senja itu, dihantar oleh bala pasukan yang gagah perkasa perawakannya, melesat pesat di atas laju tapal-tapal kuda yang berderak beraturan, mengikuti liku-liku yang seolah-olah sudah dihafalkannya diluar kepala
Btari tidak bersayap
Hanya bulat dan kental, dieramkan dalam kerimbunan pembuluh-pembuluh merah yang hangat
Ia diam dan tidak berlidah
Tertidur sementara menjelang petualangan panjangnya
Btari bukanlah bernama nasib
Btari adalah perjanjian
Atas nama lenguhan sakral yang berpasrahan, hentakan putih yang bersambutan yang kian berpeluhan dalam kehangatan temaram buatan
Tidaklah ia dihantar oleh kekacauan emosi yang belingsatan, janganlah sampai, Btari ku...
Btari bertumbuh di sela jedanya
Bulatan kental itu membaurkan dua pembuluh kehidupan menjadi serabut- serabut lembut merah jambu yang kelak memakhlukannya
Tidurlah Btari, lelapkanlah dirimu, sebelum genderang kehidupan bertabuh riuh menyambut kesempurnaanmu
Btari kian waktu kian berwujud
Dalam sosok terpejam yang melepuh, yang melayang terkait di dalam perutku, dan tetaplah Btari meski melayang tanpa sayap, meski melayang tanpa merentang tangan
Tetaplah Btari yang meringkuk lugas dalam sunyinya tuli
Btari mulai menari mendengar embusan lirih komandan pasukan-pasukan yang dahulu mengistirahatkannya
Menghentak-hentak kakinya berirama, menghentak-hentak kepalannya seiring alunan lirih
Menghentak dan terus menghentak tidak sabaran
Tenanglah Btari, hari masih terik untuk dirimu dapat bermain dalam kemelepuhanmu
Btari menyeruak
Merambat lambat dalam liang peranakanku yang kian memerih
Merambat lambat dalam isak ratapanku yang pedih terobek
Merambat lambat seiring pertaruhanku
Mendesak luka yang menganga
Menyembulkan wujud merah bersipuh darah, terpejam dan mengepal malu di tengah engahan yang menghambur lelah
Selamat berjumpa...
Btari teringsut di dalam lenganku mengisap tergesa air susuku, ketika hangat itu mewabahi bagian dalam kelopak mataku yang mengatup, merembeskan linang-linang bahagia
Menikmati Btari sebagai sebuah pemutaran ulang suatu rekaman sakramen perjalanan
Btari ku...
Melayang-layang molek dalam duniaku
Dan selalu tetaplah Btari, meski melayang tanpa sayap, meski melayang tanpa merentang tangan
Surabaya
Mom’s room, feb 28th’10
1.30 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H