Mohon tunggu...
Disa Nur Agnia Salsabilla
Disa Nur Agnia Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Indonesia - Universitas Pendidikan Indonesia

Saat Suara Dibungkam, Tulisan Adalah Satu-Satunya Jalan Menuju Kebebasan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sama Rata Sama Rasa sebagai Wujud Sepenanggungan dalam Cara Pandang Kehidupan Orang Sunda

23 Februari 2024   01:34 Diperbarui: 23 Februari 2024   01:47 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Pribadi

Pandangan hidup orang Sunda tidak pernah terlepas dari kelekatan Budaya Sunda itu sendiri. Meskipun demikian, banyak orang yang mempertanyakan mengenai "apakah budaya merupakan hal yang utama sehingga melangkahi keberadaan pentingnya agama?". Tentu saja tidak, setiap budaya yang lahir terbentuk dari adanya kebiasaan-kebiasaan yang sebenarnya berangkat dari ajaran-ajaran agama yang dianut.

Pandangan orang Sunda yang dikenal dengan istilah "Salapan Rawayan" merupakan gambaran dari sifat manusia utama berupa cageur, bageur, bener, pinter, singer, teger, pangger, wanter, cangker atau yang dapat diartikan sebagai sifat sehat, baik, jujur, pintar, bertoleransi, tegar, teguh, percaya diri, dan cekatan yang harus ada pada kehidupan orang Sunda. Sifat-sifat tersebut diharapkan senantiasa dapat menunjang tercapainya kehidupan masyarakat Sunda yang tentram dan bersahaja. Maka tidaklah heran apabila unsur-unsur ini digali oleh Bung Karno untuk dijadikan sebagai dasar dari falsafah Pancasila       .

Silih asih, kata yang dapat diartikan sebagai saling mencintai, mengandung makna nilai ontologi bahwa keberadaan cinta berasal dari Tuhan Yang Maha Pengasih, yang memberikan perintah kasihilah sesamamu. Bukan hanya saling mengasihi untuk pasangan, keluarga atau satu kelompok, tetapi juga untuk sesama individu dan kelompok lain maupun agama lainnya. Tidak hanya sebagai pemanis ucapan, saling mengasihi juga harus diimplementasikan dalam setiap tindak tanduk menjalani kehidupan, baik dalam hal kepedulian terhadap sesama, toleransi beragama, maupun hal-hal yang dapat mewakilkan bentuk kasih sayang sesama makhluk-Nya.

Jika kasih menuntut adanya sebuah pembuktian dalam bentuk tindakan, maka silih asah yang berarti saling mengasah atau menajamkan ini dapat dikaitkan dengan keharusan manusia untuk saling mengasah ilmu dan kecerdasan antar individu. Tidak hanya dalam lingkungan sekolah atau kampus, memberikan ilmu bisa kita lakukan di mana saja. Baik dalam mempelajari segala hal yang terjadi dalam hidup, atau memberikan sebuah ajaran-ajaran kebaikan yang bisa disampaikan dalam bentuk penyebaran ilmu, ajaran agama, dan segala bentuk tuturan dan tingkah laku yang bisa dijadikan sebagai sebuah panutan yang terbentuk dari tajamnya ilmu yang telah didapatkan.

Dengan cara saling menajamkan pengetahuan, saling menajamkan pikiran, saling menajamkan hati nurani, sebagai sesama manusia kita bisa saling bertukar pikiran bahkan saling memberi nasehat satu dengan yang lain. Kita menjadi lebih banyak memiliki kesempatan untuk dapat mengasah kepintaran orang lain melalui kepintaran yang sudah terlebih dulu kita asah. Jika setiap masyarakat tajam ilmu dan kecerdasannya, maka kesejahteraan bisa meningkat karena orang lain akan lebih berguna dengan ilmunya.

Silih asuh, dapat diartikan sebagai bentuk kebersamaan yang mengandung nilai moral kebaikan dalam membangun hubungan baik sesama manusia. Nilai ini lebih banyak ditemukan dan diaplikasikan melalui kehidupan bermasyarakat, entah dengan cara membangun hubungan silaturrahmi, saling bantu satu sama lain, atau bahkan saling membantu antara yang muda bantu yang tua, yang kaya bantu yang miskin, ataupun yang kuat bantu yang lemah. Rasa saling ketergantungan kepada sesamanya mendorong manusia untuk memelihara hubungan baik dengan sesamanya atas dasar perasaan sama rata, sama rasa.

Sebagai salah seorang masyarakat Sunda, rasanya tidak akan berpengaruh apabila kita hanya dapat berbicara tanpa mengimplementasikan segala bentuk ucapan kedalam sebuah tindakan yang dapat memberikan dampak kebaikan. Maka dari itu, diperlukan pengimplementasian cara pandang kehidupan orang Sunda dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Hal ini bisda dimulai dari lingkup terdekat dan  terkecil yakni keluarga, kelas, dan sekolah sebagai lingkup terkecil yang dapat memberikan pengaruh pembiasaan yang senantiasa melekat dalam perkembangan dan pertumbuhan hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun