Pepatah klasik yang mengatakan : " Jangan seperti katak dalam tempurung", selalu merasuk di pikiran saya dan saat saat ini saya meng-amini pepatah itu benar adanya. Ada makna yang sangat dalam pada pepatah itu. Semakin kita menutup diri dari dunia luar, semakin "cupet"lah kita.Sebaliknya, semakin kita terbuka maka kita akan semakin "cling" wawasannya.
Saya masih ingat betapa rakyat Indonesia menyatakan ketidaksetujuannya tiap kali ada niatan dari anggota dewan yang terhormat saat akan melakukan studi banding. Seringkali para wakil rakyat itu ingin melakukan studi banding ke luar negeri baik untuk mempelajari hal-hal yang besar maupun hal -hal sepele. Mimpi para pembesar Senayan itu tak sedikit yang dijegal oleh perlawanan rakyat yang tidak setuju wakilnya melakukan studi banding. Hmm... mungkin ini karena rakyat sudah su'uzon bahwa anggota dewan yang terhormat itu akan melenceng dari tujuan utama studi banding dan cenderung untuk mengambil azas manfaat yaitu melancong.
Nah, judul tulisan saya itu terambil berdasarkan pengalaman saya beberapa bulan terakhir ini. Sepertinya saya kualat dengan anggota dewan yang terhormat itu. Hahaahaaaa... soalnya , saya termasuk rakyat yang tidak setuju kalau mereka keseringan studi banding. Sebenarnya ada rasa iri dalam hati saya menyaksikan mereka bisa jalan jalan kesana kesini dengan uang negara, Hehe... (sirik tanda tak mampu!).
Akhir akhir ini saya sangat merasakan manfaat studi banding. Di semua kantor tentu saja memiliki kekuatan dan kelemahan pada proses bisnisnya. Bahkan kantor bertaraf Internasional pun tak luput dari kekurangan. tepatnya, tidak ada sistem kantor yang sempurna. Nah, di tempat saya bekerja pun demikian. Meskipun selalu lulus audit, baik internal maupun audit independen, tetap saja masih ada kekurangan disana sini. Ada habit orang Indonesia yang tak jarang merasa bahwa tempatnya bekerja itu sudah sempurna, sudah yang paling top se-dunia. Akibat menganut paradigma itu, maka mereka biasanya ogah belajar lagi. wong merasa sudah sempurna ya ogah belajar lagi. Di Kantor saya pun masih ada penganut paham tersebut.
Saya bukan penganut paradigma diatas. Kebalikannya, Saya terpanggil untuk ikut dalam upaya perbaikan dan penyempurnaan beberapa bisnis proses di kantor saya. Upaya itu saya mulai dengan membangun link. Link pertemanan sungguh mujarab untuk menjalin kerjasama dalam bidang apapun. Saya membuktikan sendiri betapa pertolongan teman baik sangat bermanfaat. Studi banding tak melulu harus ke luar negeri lho... hehe..Kini, saya senang melakukan studi banding! hahahaahaaaa...
Berikut manfaat studi banding yang saya alami:
1. Manfaat psikologis untuk diri sendiri : Belajar mengakui keunggulan pihak lain
Kebanyakan dari kita enggan untuk mengakui keunggulan pihak lain, apalagi pihak kompetitor Boro-boro memuji, kita malah sering berkelit saat melihat dengan mata kepala sendiri kedigjayaan pihak lain. Ada saja alasan kita untuk ogah mengakui kesaktian pihak lain. Bukannya belajar dari mereka, kita lebih sering mencari kelemahan mereka. Duh.. lagi lagi soal mental ya itu. Nah, saat saya melakukan studi banding, saya belajar mengakui keunggulan pihak lain dan mencari celah kemungkinan saya meniru pola keunggulan itu, tentu saja dengan modifikasi disana sini agar jadi lebih baik. Mengakui keunggulan pihak lain akan menyehatkan psikis kita.
2. Manfaat Fisik : Melihat dunia luar
Dengan melakukan study banding, kita mendapat kesempatan berkenalan dengan banyak orang dan dapat melihat kondisi ter-update diluar kantor kita. Otak yang "cupet" jadi terbuka. Wawasan akan lebih luas. Biasanya pihak lain selalu punya sesuatu yang kita belum punya, nah itu kesempatan untuk kita ambil manfaatnya. Studi banding bagi saya adalah refreshing dari kondisi rutin harian yang membosankan. Studi banding, saya anggap sebagai sarana rekreasi bagi otak dan otot saya.
3. Manfaat Silaturahmi
Pertemanan dapat bertambah dengan sarana sosial media. namun dengan melakukan studi banding, kita mendapat manfaat silaturahmi, berkenalan dengan orang baru yang jauh lebih ahli daripada kita. Saya juga belajar tentang kerendahhatian saat studi banding. Biasanya narasumber dalam acara studi banding adalah orang-orang yang ahli dibidangnya namun mereka sangat rendah hati , mau berbagi ilmu dan pengalamannya kepada orang lain. Tiap kali melakukan studi banding, saya mendapat kawan baru yang tentu saja adalah orang orang pandai yang rendah hati.
Begitulah pengalaman saya beberapa bulan terkahir ini tentang studi banding. Bukan bermaksud untuk berbalik mendukung para anggota dewan yang terhormat yang hobi "studi banding", saya hanya ingin membantu kita semua untuk melihat sisi lain dari mahluk yang bernama Studi banding! Hahahaaaa...
* Salam dari Katak!*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H