Mohon tunggu...
Disa A. Syuhada
Disa A. Syuhada Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilema Walikota Surabaya

15 Maret 2014   18:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:54 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sempat menjadi tren hangat di Twitter bahwa walikota Surabaya Tri Rismaharini mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini sangat di sayangkan oleh masyarakat Surabaya yang merindukan sosok pemimpin yang dekat dengan rakyat dimana saat ini sudah sulit ditemukan orang yang seperti itu. “saya tidak tega” tutur bu Risma sambil meneteskan air mata, bagaimana dalam sebuah acara televisi bu Risma menceritakan tekanan yang terjadi semasa beliau menjabat.

Jika kita melihat bagaimana kepemimpinannya, bu Risma adalah salah satu pemimpin yang suka blusukan. Beliau sering terjun ke dalam permasalahan yang terjadi. Namun apalah daya, bu Risma mengakui tidak mampu untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi di Surabaya meskipun ia sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk rakyat. Tapi tidak cukup sampai disitu, seharusnya seorang pemimpin mencari solusi menyeluruh yang bisa diterapkan oleh masyarakat, bukan hanya menyelesaikan di wilayah itu dan untuk orang yang dilihatnya saja.

Namun apalah daya pula, sistem yang diterapkan di negeri ini tidak mendukung secara penuh keberadaan pemimpin yang baik ini. Bagaimana pemimpin tersebut mau membenahi masalah sosial masyarakat, jika sistem ini mengijinkan adanya peredaran miras? Bagaimana mau mensejahterakan rakyat, jika sistem ini malah memalak rakyat dengan asuransi kesehatan BPJSnya? Inilah akar permasalahannya, sistem demokrasi-kapitalis inilah penghambatnya, dimana sistemnya hanya menguras semua kekayaan dan melemahkan negeri, sedangka pribumi kewalahan mengurusi diri sendiri dan kekayaan sudah tidak ada yang tersisa lagi.

Akhirnya apa yang bisa dilakukan oleh para pemimpin berhati baik tersebut. Mereka seperti melakukan kegiatan sosial, terlihat bagaimana bu Risma yang tersentuh hatinya saat melihat seorang wanita 60 tahun yang masih menjadi PSK. Dia berusaha melakukan sesuatu untuk wanita tersebut, sedangkan ada banyak wanita PSK yang bernasib sama dengannya sehingga solusi menyeluruhlah yang perlu dilakukan oleh bu Risma. Pengambilan keputusan pun seharusnya tidak boleh didasarkan dengan perasaan. Karena itulah mengapa wanita tidak dianjurkan untuk memimpin dalam lingkup pemerintahan. Karena sifat keibuannya tersebut akan membuat wanita tersebut memimpin dengan didasarkan perasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun