Mohon tunggu...
Dirnyla Renny Puteri
Dirnyla Renny Puteri Mohon Tunggu... -

“Lisan akan memberikan kesan. Namun saya tuangkan sekelumit sejarah dan pembaharuan pada sahabat saya. Dialah tulisan sederhana, bila berkenan tanamlah ia pada jiwa walaupun hanya satu huruf. Semoga ia tumbuh subur menjadi lisan yang berkesan hingga tersiratlah ia menjadi sebuah pesan.”

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Nalam Sang Ampera

8 Agustus 2014   06:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:05 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Inilah usia yang berantik di Ampera

Akhirnya berujung besi dalam sejarah

Membalut kisah dalam peristiwa

Bergeger bergurgur bergusur

Bagaikan mur-mur yang copot dimakan

Coba bapak berdongeng di pengisahan waktu

Melayang dengungan cerobong asap roda zaman

Melintasi aktivitas percikan cahaya sungai Musi

Fenomena apa yang digubah seksama

Mandala Sriwijaya mewangi ditelinga dan mata

Libatnya alam perbentangan hingga pertunjukkan ampera

Coba bapak berfaedah karena kronologis

Indahnya Palembang di atas jembatan Ampera

Terfokus titik sudut perspektif bangunan lama dan metropolitan

Ruas batang Ampera menjulang langit

Berpotret manusia sehari-hari

Bunyi klakson serta gemerisik sandal, ban tergesek aspal

Hipnotis warna natural menyelinap sebab ampera

Adapun nelayan memegang jagat sungainya

Beraninya angin membelai sebagian badan

Diperkarat tersirat kabel-kabel dan lampu menjejal makna

Jembatan Ampera persaksian sulaman Soekarno

Karena perhitungan matematika global di sriwijaya

Mulai beranjak sejurai kain usaha lepas Belanda

Wajah tak kusut berhambur di bumi keabuan

Perjalanan bis sekolah ataupun becak di tepian Ampera

Ilalang sajak berdebu tapi lalu lintas bersekutu dengan rakyat

Tak luput karena badannya lapuk

Tak berlubang tembus ingatan hingga bercecer sejarah

Hanya lembayung senja mengantar kakek dalam tepian masa

Bukan karena linglung namun inilah Ampera

Hingga anak cucumu bercipta nalam sang Ampera

Tergelitik mencatat tragedi sesaat

Walau tinta tergores kata mubazir

Dan bijaklah hati mereka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun