Mohon tunggu...
Dianne Deivie Dirk
Dianne Deivie Dirk Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya ingin berbagi sebelum 'PULANG"

Catatan kampung, kampungan dan tinggal di kampung terpencil di Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mimpi Kuala Tulap Girian Bitung menjadi Saingan Waterfront City of Singapore

14 Juli 2015   11:18 Diperbarui: 28 Februari 2019   04:09 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sungai Kuala Tulap Girian Bitung SULUT"]

Waterfront City Of Singapore benar-banar mengeksplorasi air sebagai harkat hidup orang banyak bahkan memanfaatkan Laut dan Sungai sebagai nilai plus-plus untuk menguatkan potensi alam dan  wisata di Negara itu. Menurut yang saya baca dari berbagai media, ternyata mereka menata kota/negara ini sejak tahun 70-an.

Bebarapa hari lalu, dalam suatu kesempatan untuk memenuhi panggilan passion saya dalam dunia fotografi berikut juga panggilan jiwa pemberdayaan saya sebagai seorang  fasilitator pemberdayaan masyarakat, disabtu yang berawan saya bermaksud mencari objek foto sekaligus merambah bantaran sungai yang berada sangat dekat dengan jalan Provinsi yaitu sepanjang jalur Girian Kota Bitung, Sulawesi Utara.

Dikelurahan Manembo-nembo Bitung SULUT, saya merasa enjoy karena, saya cukup banyak mengenal masyarakat sepanjang bantaran Sungai “Kuala Tulap Girian” sebab lama bertugas diseputaran daerah ini. Maksudnya saya tertarik untuk memotret Kawasan Kumuh disepanjang Bantaran Sungai Lingkungan satu kelurahan Girian Weru Satu yang saya dapatkan info/datanya dari Lurah Kelurahan yang bersangkutan.

“Saturday Evening Photo Fever” atau, “Demam Foto di Sabtu Sore” hehehehe,  kira-kira demikian saya menamai kegiatan plus ini, tanpa sengaja saya tertarik melihat ada jalan masuk dari tanah kosong menuju Kawasan Kuala  Tulap Girian, saya memarkir motor matic yang saya kendarai di pinggir jalan, saya pikir cukup aman dan langsung menapaki jalan setapak itu, kaget saya  ketika sampai ( hanya sekira 20 meter) melihat ada sebuah gubuk kecil didepan mata saya, tepat dibantaran sungai dan ada seorang kakek yang kemudian saya kenal bernama Akhmad Tayeb, 71 tahun. “Slamat sore.....” suara saya cukup nyaring, mengingat suara air sungai yang mengalir dan tersentuh batu-batu cukup menimbulkan suara seperti musik Bethoven.

Saya tersenyum sumringah, kaget sekaligus trenyuh melihat temuan saya sore itu, kakek tua penunggu Kawasan Kuala Tulap yang membalas salam saya sambil tersenyum, “Boleh saya melihat-lihat dan memotret Kuala (Sungai)?” lanjut saya. “ Mari-mari.....silahkan..” “Opa tinggal disini sendiri? Sendiri?”

Kegiatan potret-memotret saya sore ini tidak berlangsung lama, matahari sudah mulai meredup dan saya lebih tertarik untuk berbincang (kata lain wawancara) dengan Opa Mat, demikian akhirnya saya lebih enjoy memanggilnya. Ketika  pamit, saya berjanji untuk datang lagi.

Hari Senin siang, saya mengajak teman-teman  kelompok pemberdaya masyarakat untuk makan dipinggir sungai, tanpa mengatakan bahwa saya bermaksud memperkenalkan mereka dengan Opa Mat, singkat cerita, kami membeli makanan, “Tambah satu bungkus ya....”, kata saya, “Buat siapa?”,  tanya  Brian, “Ada....bli jo... (beli saja)”, sambung saya. Pikir saya, nanti biar buat buka puasa Opa Mat.

Teman-teman  tak kalah kagetnya  ketika melihat Opa Mat dan rumahnya, sangat sederhana tapi  asri karena disekililing  sayur, pisang, cabe, ubi, ada kolam kangkung dan ada tumpukan kayu bakar yang disusun rapi.  Menghadap sungai lagi, ini rupanya mengapa banyak orang senang/suka tinggal dibantaran sungai sejuk dan kesannya adem. Tapi harus ingat, berapa meter yang dibolehkan agar boleh aman tidak menimbulkan malapetaka jika hujan deras.

Miracle & Opa Mat di Bantaran Sungai

[/caption]

“Opa, buat hidup sehari-hari uangnya dari mana?” “Opa jual kayu, jual sayur dan kadang-kadang ada yang datang membantu....” “Keluarga Opa ada? Dimana” “Anak Cuma 1 tinggal di Jakarta dan istri asal Gorontalo tapi sudah meninggal”. Opa Mat sendiri kelahiran Jakarta 71 tahun lalu tapi, sudah merantau ke Manado sejak tahun 60-an, dan tinggal di Manembo-nembo Lingkungan 2  Bitung sudah lebih dari 5 tahun. “Opa dapat raskin?” “Dapat, tapi kalo ada uang untuk tebus, raskinkan juga bayar walaupun murah....” Opa dapat Jamkesmas juga, sambil memperlihatkan Kartu Jamkesmas. “Opa dapat BLSM yang terimanya di Kantor Kecamatan beberapa bulan lalu?” “Oh.....ada itu...kalau itu, Opa nda dapat...” Pikir saya mungkin soal data. “Nanti saya bisa konfirm dengan kepala lingkungan yang kebetulan saya kenal”, pikir saya.

Opa Mat sangat murah senyum tidak seperti warga miskin lain yang mukanya berlipat-lipat memelas tak bersemangat , kami makan bersama karena ternyata Opa Mat lagi sakit perut sehingga hari itu puasanya batal.

Beberapa bulan lalu (November 2014) saya sempat difasilitasi oleh Pemkot Bitung, Sulawesi Utara pergi mengunjungi Singapore,  salah satu untuk Study Banding saya terkesan dengan Negara kecil ini, yang sangat memaksimalkan penggunaan lahannya, baik laut, sungai maupun darat, yang oke adalah Konsep Waterfront City yang sangat menginspirasi, membayangkan sungai-sungai difungsikan sebagi depan rumah yang tertata rapi dan bukan tempat buang sampah, bukan tempat WC celup (lansung ke Sungai) yang sengaja dibuat oleh warga yang justru berpunya atau Mampu,  (*sekedar catatan, saya punya data ini khusus di Bantaran Sungai Kuala Tulap Girian  Bitung), berpendidikan tapi mungkin tak menyadari akan kebersihan sungai, keindahan, keberlanjutan lingkungan yang sehat  5, 10, 20, 50, 100 tahun yang akan datang.

Waterfront City Of Singapore benar-banar mengeksplorasi air sebagai harkat hidup orang banyak bahkan memanfaatkan Laut dan Sungai sebagai nilai plus-plus untuk menguatkan potensi wisata dinegara itu.

[caption caption="Merlion Garden, Waterfront Area, Singapore."]

[/caption]

[caption caption="Singapore Waterfront City"]

[/caption]

Mengapa kita tidak mencontoh negara tetangga kita ini,  berhubung karakter Kota Bitung sangat mirip dengan Negara Merlion ini? Bukan karena latah, bukan sekedar mencopas, tapi mencontoh untuk sesuatu yang baik, indah dan benar adalah awal kesuksesan, malahan jika dikaji-kaji, Kota Bitung malah punya potensi yang lebih jika dilihat dari sumber daya alamnya.

Konsep KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), Pelabuhan Peti Kemas, Pelabuhan Alam yang dibentengi Selat Lembeh, Hub Port Area, melengkapi persamaan Negara Singapore dengan Kota Bitung SULUT.

Dimasa depan, bukan tidak mungkin, orang-orang seperti Opa Mat, bisa memanfaatkan potensi Sungai sebagai cikal bakal bertumbuhnya perekonomian mereka disungai ini, wisata air bisa dikembangkan, rumah makan yang sekaligus menjual alamnya bisa dinikmati, sungai menjadi jernih, ikan berenang bebas dan sehat yang bertumbuh seiring pertumbuhan Kota, juga konsep-konsep lain,  anak cucu kita  bisa menikmati .

Semoga, lahir Walikota Bitung dan kota-kota yang punya potensi Laut dan Sungai dan memanfaatkan potensi alam ini dengan sesungguhnya, jadikan semua ini sesuai fitranya. Green and Smart City.

[caption caption="Opa Mat's House (Dian, Miracle dan Opa Mat)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun