Mohon tunggu...
Rangga Dirham T
Rangga Dirham T Mohon Tunggu... -

Mahasiswa kedokteran tingkat akhir mantan aktivis yang sedang berharap bisa mengabdi dan membawa manfaat untuk Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Medis: Masalah Seks dan Mental Kaum Homoseks

23 Februari 2016   16:58 Diperbarui: 23 Februari 2016   17:22 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Disclaimer: d.ibtimes.co.uk"][/caption]Saat ini banyak opini yang beredar di masyarakat mengenai LGBT. Lalu, bagaimana jika dilihat di pandangan medis?

Perkenalkan, saya adalah Rangga, seorang mahasiswa kedokteran di salah satu universitas ternama di Indonesia. Pada saat ini saya tidak akan menjelaskan mengenai pandangan budaya, sosial, ataupun agama tentang homoseksual. Saya yakin pembaca punya pandangan masing-masing. Tapi saya akan berusaha memaparkan mengenai homoseksual jika dilihat dari pandangan medis.

Pertama-tama sebelum saya membahas bagian medisnya, coba kita tilik apa itu homoseksual. Homoseksual bisa diartikan dengan orang yang memiliki ketertarikan dengan sesama jenis. Homoseksual adalah bagian dari orientasi seksual di manusia. Orientasi seksual bukan hanya tentang karakter individu, tetapi mengenai bagaimana kencenderungan seseorang bisa menemukan kenyamanan dan hubungan romantis. Hingga saat ini peneliti masih memperdebatkan tentang apa saja yang memengaruhi orientasi seksual.

Beberapa penelitian menunjukkan hal ini dipengaruhi oleh genetik, hormon, masa perkembangan, sosial, dan budaya. Peneliti berpendapat hal ini dipengaruhi baik karena nature (pengaruh tubuh) ataupun nurture (pengaruh lingkungan). Dan pelaku homoseksual umumnya sedikit tingga tidak berdaya sama sekali terhadap orientasi seksualnya.

Dari segi medis, hubungan seksual yang dilakukan oleh kaum homoseksual memang perlu perhatian khusus di kesehatan. Umumnya kaum homoseksual melakukan hubungan seksual melalui sodomi/anal. Tanpa adanya pelindung seperti kondom, perilaku sodomi (hubungan seks melalui anus) bisa meningkatkan resiko penyebaran infeksi HIV. Resiko infeksi ini juga meningkat jika sodomi dilakukan pada pria-wanita. Selain HIV, perilaku sodomi tanpa kondom meningkatkan resiko penularan sifilis, hepatitis, gonorrhea, dan chlamydia.

Pada dasarnya hubungan seksual tanpa pelindung bisa menularkan berbagai penyakit seksual. Menurut penelitian, penularan HIV paling banyak justru dilakukan oleh kaum heteroseksual. Lelaki hidung belang yang sering melakukan ”jajan” menjadi pelaku utama penularan HIV dan beresiko menularkan istrinya. Pada saat ini, sebagian wanita yang mengidap HIV bukan dari wanita lesbian, tetapi dari wanita heteroseksual. Inilah mengapa dokter sering melakukan tes HIV walaupun pada wanita yang ”baik-baik”, terutama pada daerah yang banyak penderita HIV.

Dari pandangan psikiatri, homoseksual bukan merupakan penyakit mental. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), homoseksualitas bukan pilihan / preferensi seseorang, tapi perilakunya inilah yang merupakan pilihan. Baik homoseksual dan heteroseksual merupakan aspek normal dalam seksualiltas manusia. Di dunia, diperkirakan 2-4% populasi merupakan homoseksual.

Menurut teori seksualitas, homoseksual dapat ditemukan pada orang tanpa penyimpangan mental. Homoseksualitas bukan merupakan kelebihan, tapi juga bukan sesuatu yang perlu dipermalukan dan tidak bermoral. Homoseksualitas tidak bisa dikategorikan sebagai penyakit, tetapi dimasukkan sebagai variasi dari fungsi seksual yang terbentuk saat perkembangan seksual manusia.

Beberapa tenaga kesehatan ada yang meng-klaim terapi ”mengubah” orientasi seksual. Namun hingga saat ini terapi-terapi tersebut tidak terbukti keamanannya dan ke-efektif-annya. Adanya terapi tersebut justru membentuk stereotipe negatif pada masyarakat tanpa landasan terapi yang baik. Adanya stereotipe dan diskriminasi pada kaum homoseksual ini justru yang dapat membuat gangguan status mental mereka. Adanya tekanan dari lingkungan yang sangat besar dan ketidakberdayaan terhadap orientasi seksual membuat mereka lebih mudah mengalami depresi dan lebih rentan melakukan upaya bunuh diri.

Sungguh disayangkan opini yang terbentuk di masyarakat saat ini sering tidak berlandaskan. Dari segi seksualitasnya, perilaku seksual melalui anal tanpa kondom yang masih sering diprakterkkan karena minimnya edukasi membuat mereka rentan tertular penyakit menular seksual. Namun dari sudut pandang psikiatri, homoseksualitas bukanlah suatu penyakit.

Mohon maaf jika saya sebagai mahasiswa kedokteran hanya bisa memberikan pandangan dari segi medisnya. Saya bukanlah ekonom yang memiliki teori dampak homoseksual pada ekonomi. Saya bukan pendeta ataupun ustadz yang bisa memberikan pandangan dari segi agama. Dalam membuat tulisan ini, saya berusaha memasukkan informasi dari sumber medis sevalid mungkin. Semoga pembaca juga melakukan hal yang sama sebelum membuat opini, memperjuangkan, ataupun menghujat suatu kaum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun