Mohon tunggu...
Dirham alkayyisa
Dirham alkayyisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

saya merupakan orang yang memiliki hobi bermain musik, menulis, melukis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Self-diagnosis Hingga Menyebabkan Gangguan Kecemasan

3 November 2023   22:23 Diperbarui: 3 November 2023   22:37 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena self-diagnosis, merujuk pada upaya individu dalam mengidentifikasi kondisi medis tanpa supervisi profesional, semakin dikenal dalam masyarakat modern. Terutama dalam era digital saat ini, di mana akses luas ke informasi kesehatan tersedia di internet, individu seringkali tergoda untuk melibatkan diri dalam praktik self-diagnosis. Kendati dilandasi niat baik, praktik ini dapat menghadirkan bahaya serius yang berdampak pada aspek kesejahteraan individu, seperti munculnya gangguan kecemasan yang tidak sepantasnya.

Self diagnose berasal dari bahasa Inggris yakni self yang berarti diri sendiri dan diagnose yang berarti kemampuan untuk menganalisis suatu penyakit yang diderita. Self diagnose sendiri merupakan kondisi dimana seseorang mendiagnosis diri sendiri mengidap sebuah gangguan atau penyakit kejiwaan hanya melalui pengetahuan diri sendiri berdasarkan sumber yang tidak resmi seperti dari teman, keluarga, internet, maupun dari pengalaman diri sendiri pada masa lalu (Annury, 2022). 

Self-diagnosis sering berawal dari penilaian individu terhadap gejala fisik atau emosional yang tak lazim yang mereka alami. Gejala-gejala tersebut kemudian merangsang individu untuk melakukan pencarian informasi kesehatan melalui internet, dengan tujuan memahami lebih lanjut penyebab gejala tersebut. Terlepas dari niat baik, kendala muncul saat individu mencoba mengaitkan gejala tersebut dengan diagnosis medis tanpa panduan profesional yang kompeten.

Bahaya utama yang melekat pada self-diagnosis adalah adanya potensi diseminasi informasi kesehatan yang tidak akurat atau tidak sahih di internet. Situs web dan platform online menyediakan beragam sumber informasi, yang sayangnya tidak selalu diverifikasi atau memadai. Hal ini memungkinkan individu untuk meraih pemahaman yang tidak tepat tentang kondisi kesehatan mereka. Sebagai contoh, individu yang mengalami sakit kepala dapat mencari informasi yang memicu ketakutan terhadap kemungkinan kondisi serius, seperti tumor otak, dengan mengabaikan kemungkinan penyebab sederhana, seperti kurang tidur, stres, atau dehidrasi.

Selain aspek ketidakakuratan, self-diagnosis seringkali mengesampingkan aspek-aspek penting, seperti riwayat medis pribadi dan konteks lingkungan individu. Profesional medis mempertimbangkan elemen-elemen ini dalam proses diagnosis yang komprehensif. Akan tetapi, dalam konteks self-diagnosis, individu mungkin tidak menyelidiki aspek-aspek ini dengan cermat, mengakibatkan potensi kesalahan dalam mengevaluasi kondisi kesehatan mereka.

Lebih jauh, self-diagnosis dapat memicu peningkatan tingkat kecemasan. Pencarian informasi kesehatan di internet seringkali memaparkan individu pada berbagai skenario terburuk yang mungkin terkait dengan gejala yang mereka alami. Hasilnya, ketakutan yang tidak beralasan dapat muncul, terutama pada individu yang memiliki kecenderungan untuk mengkhawatirkan hal-hal kecil. Dalam konteks self-diagnosis, kecemasan dapat membesar-besarkan masalah yang mungkin tidak seserius yang dikhawatirkan oleh individu.

Kemunculan gangguan kecemasan adalah salah satu konsekuensi serius yang kerap muncul akibat praktik self-diagnosis. Proses berkelanjutan dalam mencari informasi kesehatan di internet dan rasa cemas yang semakin meningkat dapat menyebabkan peningkatan tingkat kecemasan yang merugikan. Kecemasan merupakan sesuatu yang normal dalam kehidupan kita sehari-hari karena kecemasan sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam.

Namun ketika kecemasan terjadi terus-menerus, tidak rasional dan intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasan (ADAA, 2010). Individu mungkin menjadi obsesif dalam memperdalam pengetahuannya mengenai penyakit yang diduga mereka alami. Gangguan kecemasan semacam ini berpotensi menghambat aktivitas sehari-hari, mengganggu kinerja di tempat kerja, merusak hubungan interpersonal, dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Lebih lanjut, self-diagnosis dapat menghalangi individu dalam mencari bantuan medis yang sesuai. Ketika individu telah meyakini bahwa mereka mengalami kondisi medis tertentu, mereka cenderung merasa tidak perlu untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis yang kompeten. Mereka mungkin merasa bahwa mereka memiliki pemahaman yang memadai dan tahu bagaimana mengelola diri mereka sendiri. Pada situasi seperti ini, risiko meningkatnya komplikasi akibat penundaan penanganan medis yang seharusnya tepat dan segera dapat sangat signifikan.

Lebih lanjut, ketika individu mencoba mengobati diri mereka sendiri berdasarkan self-diagnosis, mereka mungkin menggunakan obat-obatan atau metode pengobatan alternatif yang tidak memiliki bukti ilmiah yang memadai atau bahkan berpotensi berbahaya. Penggunaan obat yang salah atau metode pengobatan yang tidak teruji dapat memperburuk kondisi kesehatan individu atau menimbulkan efek samping yang merugikan. Dalam banyak kasus, intervensi medis yang tepat dan waktu yang tepat merupakan faktor penentu dalam pemulihan yang sukses.

Untuk menghindari konsekuensi negatif yang melekat pada self-diagnosis dan mencegah munculnya gangguan kecemasan, penting untuk mengikuti langkah-langkah yang bijak ketika menghadapi kekhawatiran akan kesehatan. Pertama-tama, ketika individu menghadapi gejala yang tidak biasa atau merasa tidak sehat, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan profesional medis yang memiliki kompetensi dalam bidangnya. Profesional medis dapat melakukan penilaian fisik dan riwayat medis yang komprehensif untuk memastikan diagnosis yang akurat.

Selain itu, ketika individu merasa perlu mencari informasi kesehatan melalui sumber online, mereka harus memilih sumber yang memiliki kredibilitas ilmiah dan memadai. Situs web yang dikelola oleh lembaga kesehatan resmi atau organisasi profesional seringkali menjadi sumber yang dapat diandalkan. Meski begitu, individu tetap harus menerapkan sikap kritis dan menyadari bahwa informasi yang ditemukan mungkin tidak selalu relevan dengan situasi pribadi mereka.

Selain itu, upaya mengelola kecemasan secara bijak adalah langkah yang dianjurkan. Jika individu merasa cemas terkait kondisi kesehatan mereka, sangat bijak untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental, seperti seorang psikolog atau psikiater. Mereka dapat membantu individu dalam mengelola kecemasan yang mungkin timbul akibat self-diagnosis dan memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan.

Ketika kita mengeksplorasi lebih dalam mengenai bahaya self-diagnosis dan dampaknya pada gangguan kecemasan, sangat penting untuk memahami bahwa self-diagnosis sering kali melibatkan pemahaman yang kurang tepat tentang terminologi medis dan konsep kesehatan. Individu yang mencoba untuk mendiagnosis diri sendiri mungkin tidak memahami istilah-istilah ilmiah yang sebenarnya, dan ini bisa membingungkan dan menimbulkan ketidakpastian yang lebih besar. Sebagai contoh, seseorang mungkin mencari informasi tentang "sindrom" yang mungkin dia kira adalah penyakit, tanpa memahami bahwa istilah "sindrom" merujuk pada sekumpulan gejala yang terkait yang mungkin tidak selalu mengindikasikan penyakit yang sebenarnya.

Dalam pandangan yang lebih luas, praktik self-diagnosis juga mencerminkan kurangnya literasi kesehatan yang berkualitas. Kurangnya pemahaman tentang aspek-aspek medis dan metodologi diagnosis yang tepat dapat menyebabkan individu membuat kesalahan yang berpotensi berbahaya dalam menilai kondisi kesehatan mereka sendiri. Pendidikan kesehatan yang lebih baik dan peningkatan literasi medis dapat membantu masyarakat memahami informasi kesehatan dengan lebih baik dan menghindari jebakan self-diagnosis yang tidak perlu.

Dalam era teknologi informasi, kita juga harus menyadari bahwa praktik self-diagnosis dapat menciptakan perangkat medis pribadi yang seringkali tidak memiliki validitas ilmiah. Aplikasi kesehatan ponsel dan perangkat kesehatan pintar semakin populer, dan meskipun beberapa dapat memberikan data yang berguna, banyak dari mereka belum diuji secara menyeluruh untuk mengukur tingkat akurasi dan kehandalannya. Individu yang mengandalkan perangkat medis pribadi ini untuk self-diagnosis dapat mengambil keputusan yang salah dalam merawat kondisi kesehatan mereka dan menghadirkan risiko yang tidak perlu.

Selain itu, peran media sosial dalam penyebaran informasi kesehatan juga perlu dipertimbangkan. Informasi yang tidak terverifikasi sering kali tersebar dengan cepat melalui platform media sosial, dan individu dapat terjebak dalam penyebaran informasi yang salah. Komentar dari teman-teman atau keluarga yang mungkin tidak memiliki latar belakang medis yang memadai dapat memperparah situasi dengan memberikan nasihat yang tidak tepat.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami bahwa self-diagnosis bukanlah jalan yang bijak. Keberlanjutan pengetahuan medis dan literasi kesehatan adalah elemen penting dalam mencegah self-diagnosis yang berbahaya. Pendidikan kesehatan yang lebih baik di sekolah dan masyarakat, serta peningkatan kesadaran akan sumber informasi kesehatan yang tepercaya, merupakan langkah-langkah yang dapat membantu mengatasi masalah self-diagnosis.

Selain itu, penting bagi individu untuk memahami bahwa mencari bantuan dari profesional medis adalah pilihan yang bijak ketika gejala kesehatan yang tidak biasa muncul. Dokter dan spesialis medis memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memberikan diagnosis yang akurat dan perawatan yang sesuai. Konsultasi medis yang tepat dapat menghindari perjalanan yang panjang dan berisiko menuju self-diagnosis yang berbahaya.

Terakhir, praktik self-diagnosis juga menunjukkan bahwa masyarakat harus lebih kritis dalam mengonsumsi informasi kesehatan dari sumber-sumber online. Masyarakat harus diberdayakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber yang kredibel dan berbasis bukti, serta menghindari terjebak dalam penyebaran informasi yang salah di media sosial.

Dalam penutup, self-diagnosis adalah praktik berpotensi berbahaya yang dapat mengakibatkan munculnya gangguan kecemasan yang tidak sepantasnya. Mengandalkan informasi kesehatan dari internet tanpa bimbingan profesional medis adalah praktik yang berisiko. Oleh karena itu, individu harus memahami bahwa pengetahuan yang relevan dan akurat tentang kondisi kesehatan mereka hanya dapat diperoleh melalui konsultasi dengan tenaga medis yang kompeten. Selain itu, peran profesional kesehatan mental juga penting dalam membantu individu mengelola kecemasan yang mungkin timbul sebagai akibat dari kekhawatiran akan kesehatan mereka sendiri.

Referensi

ADAA. (2010). Generalized Anxiety Disorder. https://adaa.org/

Annury, A., Yuliana. F., Suhadi. A., Karlina. C. (2022). Dampak Self Diagnose Pada

Kondisi Mental Health Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya. Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial. 1(4).

Rustam. M., Nurlela. M. (2021). Gangguan Kecemasan dengan Menggunakan self

Reporting Questionaire. Jurnal Kesehatan Masyarakat Mulawarman, 3(1),

2686-3601.

 

Dosen Pengampu : Prof. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., Nadia Aulia N, M.Pd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun