Mohon tunggu...
Vox Pop

Janji Ahok Mengatasi Kemacetan, Berhasil kah Ahok?

21 Agustus 2015   18:54 Diperbarui: 21 Agustus 2015   19:10 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemacetan di dki Jakarta sudah menjadi catatan panjang bagi masyarakat Jakarta, bahwa kemacetan yang terjadi sampai saat ini seolah-olah sudah menjadi bagian hidup masyarakat Jakarta. Bahkan macet sudah terjadi di keseharian kota Jakarta dimulai subuh sampai dengan larut malam. Hal ini membuat tingkat produktivitas masyarakat menurun mengingat terjadinya inefisiensi waktu dan banyak dampak negative yang diakibatkan oleh kemacetan.

[caption caption="janji palsu ahok, janji ahok kemacetan, jakarta kota macet, kemacetan. Sumber : megapolitan.harianterbit.com"][/caption]

Persoalan macet adalah masalah serius yang sampai saat ini belum juga terpecahkan. Dapat kita lihat dan rasakan mobilitas kendaraan bermotor terus mengalami eskalasi berdasarkan data-data dari berbagai sumber riset, baik instansi swasta maupun instansi pemerintah. Contoh Bahwa Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya bertambah sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit kendaraan per hari. Dia mengatakan, jumlah tersebut didominasi oleh pertambahan sepeda motor yang mencapai 4.000 hingga 4.500 per hari. Sedangkan kendaraan roda empat mengalami pertumbuhan sebanyak 1.600 unit per hari. Bisa dipastikan secara matematis kendaraan bermotor akan semakin menumpuk di Jakarta berdasarkan data tersebut diatas, Sehingga Jumlah unit kendaraan bermotor hingga akhir 2014 di Jakarta sebanyak 17.523.967 unit yang didominasi oleh kendaraan roda dua dengan jumlah 13.084.372 unit. Diikuti dengan mobil pribadi sebanyak 3.226.009 unit, mobil barang 673.661 unit, bus 362.066 unit, dan kendaraan khusus 137.859 unit. Ini bukan jumlah yang sedikit mengingat daya tampung ruas jalan yang pertumbahannya tidak begitu signifikan.

Indicator kemacetan di DKI Jakarta antara lain kebijakan pemerintah yang tidak efektif, tata kota yang tidak proporsional, jumlah pengguna kendaraan bermotor yang semakin meningkat, angkutan umum yang tidak memadai, penerapan hukum yang tidak tegas dan masih banyak indicator-indikator lainnya.

Pemerintah DKI Jakarta yang sampai saat ini dipimpin Ahok, belum juga menunjukan tanda-tanda mengurangi kemacetan di Jakarta, padahal berbagai kebijakan sudah dibuat oleh Pemda DKI Jakarta terkait pemecahan persoalaan kemacetan, dari penerapan sanksi denda sebesar Rp 500rb bagi penerebos jalur busway, penambahan jumlah bis transjakarta, pemberlakuan pajak progresif, sampai pelarangan masuk jalur Thamrin bagi pengendaraan roda dua. Dari kesemua kebijakan tersebut yang menjadi pertanyaan mendasar apakah kebijakan tersebut berhasil mengurangi kemacetan di DKI Jakarta? Jawabannya jelas tidak berhasil bahwa kondisi realitas sangat berbanding terbalik dari harapan atas kebijakan tersebut.

Ahok Gubernur DKI Jakarta dari pemberitaan yang ada lebih berkecendrungan melakukan pencitraan dibandingkan mengawal kebijakan yang dia buat sendiri, hal ini dapat dilihat dari sikapnya yang fenomenal seolah-olah digambarkan sebagai pemimpin yang tegas dan berani namun lebih banyak memperlihatkan kearogansiannya.

Seharusnya Ahok sebagai pemimpin ibukota lebih focus terhadap pengawalan kebijakannya mengenai mengurai kemacetan, dibandingkan menunjukan kearogansiaanya, bahwa masalah-masalah baru yang timbul seperti, banyaknya bis Transjakarta yang terbakar, bis yang cepat rusak, banyaknya penerobosan jalur busway, semakin menumpuknya kendaraan bermotor di ruas-ruas jalan dan masih banyaknya kebijakan ahok yang tidak efektif, sehinggga membuktikan bahwa ahok memang tidak focus terhadap kebijakan yang dia buat.

Masyarakat Jakarta memang sejatinya menginginkan pemimpin yang yang tegas dan berani dalam memimpin ibu kota yang penuh dengan permasalahan. Sikap tegas dan berani yang dimaksud bukanlah sikap yang dilakukan oleh ahok, sikap yang seperti diilustrasikan pendekar jurus mabok ialah menabrak semua yang ada didepannya tanpa mempertimbangkan kondisi disekitarnya. Sikap tersebut tidaklah dapat dibenarkan bhawa sikap yang mempertimbangkan hal-hal lain ada sikap yang arogansi atau egosentris bahwa dalam membuat kebijakan mengatasi kemacetan ketika permasalahan timbul atas kebijakan tersebut ahok malah mencari kambing hitam dan menyalahkan anak buahnya dengan memutasi atau memberikan sanksi.

Bahwa Ahok seharusnya menjadi contoh teladan bagi masyarakat dengan memimpin arif dan bijaksana dalam memetakan persoalan DKI Jakarta. Masyarakat menginginkan Kemacetan harus segera dituntaskan seiring dimasa kepemimpinan Ahok, mengingat ahok ketika menjadi calon wakil gurbenur pada tahun 2012 lalu berjanji akan mengatasi kemacetan apabila dia terpilih namum sudah 3 tahun berlalu ahok dengan kebijakannya serta gaya memimpinya ternyata tidak lebih baik dari pemimpin sebelumnya. Hanya mampu mengumbar janji dan memberikan pepesan kosong tanpa ada perubahan yang pasti untuk DKI Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun