"Tersesat.. oh tersesat.. Bib mau tanya, kalau kita sengaja bernafas di dekat jenazah, apakah termasuk sifat sombong?"
"Bib, kalau nanti dajjal turun ke muka bumi dan punya banyak pengikut, apa nanti dia jadi centang biru?"
Pertanyaan-pertanyaan di atas cukup rentan membuat kita overthinking. Tidak mudah mendapatkan jawaban untuk pertanyaan macam tersebut yang jarang sekali berani ditanyakan orang awam kepada seorang pendakwah. Â Ngapain coba nanya kayak gitu?Â
Tapi lama-kelamaan bisa juga jadi bahan berpikir. Lho iya juga ya, sombong kan artinya memamerkan yang masih kita miliki kepada orang lain yang kekurangan. Apa iya lalu perkara bernafas tersebut bisa jadi sombong? Oh betul juga ya, apa jangan-jangan dajjal sudah turun di bumi dan sebentar lagi kiamat, kalau sudah bertebaran akun centang biru di media sosial, tapi kita nggak sadar kalau itu dajjal? Overthinking.Â
Mari berkenalan dengan sosok Husein Ja'far Al Hadar. Sosok pendakwah  ini beberapa tahun terakhir cukup aktif di kanal youtube maupun di televisi. Akrab dipanggil dengan Habib Husein, dirinya kerap berdakwah untuk anak-anak muda, usia-usia yang biasanya punya sejuta bahan overthinking namun jarang mendapatkan jawaban yang dibutuhkan, alih-alih malah dimarahi karena mengajukan pertanyaan yang dianggap kurang penting.Â
Berdakwah untuk anak muda, Habib juga begitu pandai menempatkan diri dengan memakai pakaian yang biasa saja (seringkali memakai kaus dan jeans). Membuatnya lebih terasa dekat dengan orang-orang biasa.Â
Debut Pemuda TersesatÂ
Awal-awal mengenal Habib Husein, saya banyak menonton videonya di kanal Youtube. Beberapa waktu silam, Habib Husein sempat membuat akun dakwah berkolaborasi dengan Tretan Muslim, kawannya yang dulu pernah mengenyam pendidikan pesantren dan Coki Pardede, seorang yang selama ini dikenal ateis.Â
Video-video pemuda tersesat cukup menarik, karena menjawab pertanyaan-pertanyaan 'nyeleneh' seperti di atas. Tretan sering berperan sebagai sosok malaikat duduk di samping Habib, dan Coki cosplay sebagai sosok setan duduk di kiri Habib. Walaupun awalnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan audience cukup nyeleneh, ditambah dipanas-panasi oleh Coki yang juga menambah pertanyaan jadi semakin berbelit, menariknya Habib Husein selalu bisa menjawabnya dengan santun tanpa mengecilkan si penanya.Â
Rasanya, sejauh pengalaman saya mengaji, belum pernah ada seorang pendakwah yang bisa-bisanya berkolaborasi dengan seorang ateis saat sedang berdakwah. Tutur kata sang Habib begitu mengalir dan menjawab pertanyaan selalu dengan tenang dan kepala dingin, sehingga penonton berani berpikir dan berani mempertanyakan kembali apa-apa yang membuat pikiran tentang agama bertambah.Â
Junjung Tinggi Nilai Toleransi Terhadap Agama Selain Islam
Salah satu yang saya perhatikan setelah banyak mengikuti kajian Habib Husein adalah dirinya yang menjunjung tinggi nilai cinta dan toleransi terhadap agama lain. Melalui dialog-dialog panjang dan berisi, pendengarnya diajak juga untuk berpikir. Cukup banyak juga kolaborasi dialog dengan tokoh agama selain Islam yang bahkan juga menjadi teman akrab Habib.Â
Inilah salah satu yang paling saya kagumi dari dirinya. Boleh dibilang, ilmu agama Habib sudah tidak diragukan lagi, namun ia tidak berkeberatan berdialog dan berdiskusi tentang perbedaan-perbedaan yang ada di beberapa agama. "Bagiku agamaku, dan bagimu agamamu", sebuah kutipan ayat suci Quran yang betul-betu melekat pada diri Habib, namun ia juga tidak memandang rendah atau langsung mengatakan bahwa sebuah agama salah total. Â
Habib Husein amat luwes berdialog dengan berbagai macam kalangan. Ia juga bukan seorang sosok yang kaku, dan masih sangat sering bercanda juga dalam kebaikan. Memang dialog adalah jalan terbaik untuk menhadapi perbedaan dan memupuk nilai toleransi masyarakat Indonesia yang semakin ke sini semakin punya banyak sentimen jika berbeda agama dengan orang lain.
Produktif dengan Juga Menuliskan Buku-Buku Pemikirannya
Di salah satu video yang dibagikannya, Habib bercerita bahwa awalnya ia membangun kanal "Jeda Nulis" untuk menyeimbangkan kegiatannya menulis narasi-narasi dakwah. Seluruh konten pada kanal tersebut tidak disisipkan iklan, karena memang dirinya tidak mengaktifkan adsense dan murni meniatkan diri untuk berbagi.Â
Selain dialog-dialog berupa video, Habib Husein juga cukup aktif menulis. Salah satu bukunya berjudul "Tidak di Ka'bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan, Tuhan Ada di Hatimu". Sebuah buku yang berisikan narasi-narasi singkat buah pemikiran sang Habib yang begitu dekat dengan permasalahan kehidupan pemuda sehari-hari, dan juga bagaimana ia beragama.Â
Salah satu bab favorit saya dalam buku tersebut adalah bab dengan judul "Bisakah Agama Dinista dan Tuhan Dibela?". Barangkali pemikiran ini berangkat dari fenomena di Indonesia beberapa tahun silam terkait seorang tokoh yang dianggap menistakan agama,sehingga ada sebuah kelompok yang berusaha membela Tuhan.Â
Izinkan saya mengutip salah satu quote pada bab tersebut
Orang-orang di luar Islam sampai kapan pun tak kan pernah bisa menghina ajaran Islam maupun merendahkan citra Islam, selama umat Islam tak berbuat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam itu sendiri. (Tuhan Ada di Hatimu, halaman 73)
Barangkali kehadiran Habib Husein bagaikan air mengalir yang menghapus kebencian-kebencian dan menumbuhkan cinta sesama manusia, tanpa memandang agama. Namun walau begitu, tetap sebagai seorang muslim kita mesti banyak belajar dan terus bertanya, sehingga mendapatkan jawaban-jawaban yang menenangkan hati untuk tetap memeluk agama ini. Â Panjang umur untuk pendakwah-pendakwah yang ramah untuk kalangan-kalangan yang merasa tersesat. Panjang umur dakwah Islam tanpa kekerasan yang didasari dengan cinta.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H