Suara takbir masih bertalu-talu, mengalun semakin sendu mengiringi pagi yang mulai menyingsing. Wangi uap sayur labu yang bercampur santan menguar dari dapur. Itu ibu yang sedang menghangatkan hidangan hari Raya.Â
Di meja makan, semangkuk ketupat yang masih mengumpat dibalik daun janur mengundang selera makan siapapun yang melihatnya. Apalagi di sampingnya juga sudah ada sambal goreng ati dengan petai, lengkap dengan kerupuk dan bawang goreng renyah.
Rumah keluarga Mar mungkin hanya setahun sekali bisa merasakan kenikmatan tersebut. Ayah Mar telah tiada semenjak 10 tahun lalu. Ibuk di usia senja hanya bisa mendoakan Mar dari jauh, sebab Mar memang pergi merantau hingga ke negeri seberang untuk bekerja. Sadar diri hanya dirinya yang masih sanggup mengemban tugas mencari nafkah untuk keluarga.
Tak setiap tahun Mar bisa pulang. Tahun kemarin pun ia mesti rela merayakan hari Raya di negeri yang tak banyak muslimnya. Hari Raya terasa seperti hari biasa saja, hanya sang majikan yang memberikannya sedikit kelonggaran waktu untuk shalat Ied di kedutaan besar.
Tahun ini,Mar beruntung. Setelah berhemat dan mengumpulkan rezeki demi bisa berkumpul kembali dengan keluarganya di kampung, ia akhirnya bisa merasakan lagi hangatnya berlebaran di rumah. Rumahnya memang sepi, kini tinggal ia, Mira adiknya, dan ibu yang mendiaminya. Adalah kalimat-kalimat peneduh dari Ibuk yang selalu berhasil membuat rumah yang mungil itu tetap terjaga kehangatannya.
"Buk, Mar senang sekali bisa lebaran di sini lagi." Mar menghampiri dan membantu Ibuk mengupas ketupat.
"Yo Ibuk wis pasti luwih seneng tho, nduk... Kamu pulang ndak usah bawa banyak oleh-oleh pun Ibuk bahagia seperti dipasangkan sayap."
Mar tersenyum menatap ibunya. Lama tak bersua, ia temukan semakin banyak rambut putih yang menghiasi kepala ibunya.
"Ibuk mau kado apa? Hari ini kan ulang tahun Ibuk. Bagaimana kalau nanti kita pergi ke Pasar Simpang Enam?"
"Kadoku yo koe, nduk.. Koe mulih wis dadi kado untuk Ibukmu ini." Ibuk memeluk Mar. Erat. Ini ciri khas keluarga Mar. Ibunya selalu memeluk dengan hangat dan erat-erat, seakan tak ingin Mar pergi jauh darinya. Dari Mar kecil hingga hampir seperempat abad kini, hal ini yang tak berubah dari keluarga sederhananya itu.
"Ya aku kan juga ingin kasih kado untuk Ibuk, Buk. Ibuk ndak pingin baju kaftan seperti yang dipakai Yu Sumi kemarin, apa?"