Kemantapan pemerintah dalam mengambil langkah pencegahan Covid-19 dipertanyakan publik. Meski pemerintah telah memfokuskan pada regulasi pencegahan penyebaran Covid-19, kebijakan yang dijalankan masih belum optimal.
Akhir ini, pemerintah menetapkan kebijakan pembebasan narapidana berkenaan dengan wabah Covid-19. Tercatat sakitar 30.000 narapidana dewasa dan anak dikeluarkan lebih cepat daripada masa hukuman pidana yang telah ditentukan.
Kebijakan tersebut tampaknya menyulut emosi dan keresahan masyarakat. Masyarakat mendapati rasa khawatir jika nantinya para narapidana berbuat onar. Bagaimanapun, narapidana akan mendapatkan stigma buruk dari masyarakat sekitar.
"Menurut saya, lapas merupakan tempat yang paling nyaman dan lebih higenis, ketimbang mereka berada di luar lapas yang belum tentu lebih nyaman dan lebih higenis," tutur Dr. Karolus Kopong Medan, S.H., M. Hum., seorang pengamat hukum pidana dari Universitas Nusa Cendana Kupang.
Meski menuai kritik, kebijakan pembebasan narapidana tetap berjalan sebagaimana mestinya. Menteri Hukum dan HAM, Yasona H. Laoly dengan tegas menetapkan ketentuan dalam Keputusan Mentrti Hukum dan HAM bernonmor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Pemerintah menimbang kondisi lapas yang sesak dipenuhi oleh narapidana. Dengan kondisi demikian, mereka sangat rentan terpapar Covid-19. Jika menurut Karolus Kopong kondisi lapas lebih higenis, persoalan pada aparat serta pembesuk yang masih melakukan kontak dengan lingkungan sekitar patut dipertimbangkan. Bisa saja di antara mereka membawa virus kemudian menyebar di dalam lapas.Â
Namun, kriteria pembebasan narapidana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan. Dalam Permen No. Â 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19, menyebutkan bahwa narapidana kasus korupsi, terorisme, pelanggaran HAM berat, dan narkoba tidak mendapatkan asimilasi.
Sangat disayangkan dalam perkara pembebasan narapidana ini, Menteri Yasonna mengusulkan untuk membebaskan narapidana kasus korupsi dengan cara merevisi Peraturan Pemerintah No. 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.
Yasonna mengusulkan napi koruptor di atas 60 tahun bisa dibebaskan. Untungnya para aktivis antikorupsi menendang keras usulan tersebut. Akhirnya Presiden Joko Widodo mengklarifikasi bahwa tidak pernah ada pembahasan mengenai pembebasan napi koruptor.
"Saya hanya ingin menyampaikan bahwa napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. Jadi pembebasan untuk napi lainnya, untuk narapidana umum." Ujar Jokowi dalam Rapat Terbatas Laporan Gugus Tugas, Senin (6/4).
Namun, pemerintah tetap memasang mata kepada narapidana. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tetap memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap para narapidana yang bebas melalui asimilasi dan integrasi.
Mungkin masyarakat mendapati banyak video aksi kejahatan beredar di media sosial. Meski banyak video yang beredar, data pihak kepolisian berkata sebaliknya. Menurut Divisi Humas Polri, tingkat kriminalitas justru menurun selama PSBB—setelah narapidana dibebaskan. Tingkat redivisme—pengulangan kesalahan—juga masih dalam kondisi normal. Dari jumlah narapidana yang dibebaskan, Kemenhumham dan Polti hanya menemui 13 orang yang berulah kembali.
"Kalau bicara ancaman di masyarakat, angka ini kecil sekali. Kecenderungan untuk mengulangi kesalahan (residivis) itu tinggi dan kondisinya di Indonesia masih sesuai dengan kondisi global," tutur Leopold Sudaryono, Kriminolog.
Berkurangnya kegiatan masyarakat mempengaruhi menurunnya tingkat kriminalitas. Dengan kata lain, kesempatan untuk melakukan tindak kejahatan kecil.
"Tahun 2019 ada pencurian di rumah. Sekarang pencuri rumah mau bongkar rumah, orang kan di rumah saja," ujar Kombes PolrI Yusril Yunusm, Kabid Humas Polda Metro Jaya.
REFERENSI
Amriel Reza, 2020, "Senjang Logika Pembebasan Napi," https://news.detik.com/kolom/d-4986311/senjang-logika-pembebasan-napi
Tagar.id, 2020, "Pembebasan Narapidana dan Kepedulian Lingkungan," https://www.tagar.id/pembebasan-narapidana-dan-kepedulian-lingkungan
Liputan 6, 2020, "Evaluasi dan Klasifikasi Pembebasan Napi, Penjahan Kambuhan Jangan Dibebaskan," https://www.liputan6.com/news/read/4232964/evaluasi-dan-klasifikasi-pembebasan-napi-penjahat-kambuhan-jangan-dibebaskan
Balqis Dinda, 2020, "Pembebasan Narapidana dan Kekhawatiran Masyarakat,"Â https://news.detik.com/kolom/d-4986280/pembebasan-narapidana-dan-kekhawatiran-masyarakat
Kompas, 2020, "Pembebasan 30.000 Narapidana Akibat Wabah Virus Corona," https://nasional.kompas.com/read/2020/04/01/09314561/pembebasan-30000-narapidana-akibat-wabah-virus-corona
Saputra Andi, 2020, "Lockdown Versi UU RI: Dilarang Keluar dari Rumah, Pelanggar Bisa Dipidana," https://news.detik.com/berita/d-4955683/lockdown-versi-uu-ri-dilarang-keluar-dari-rumah-pelanggar-bisa-dipidana
Asumsi, 2020, "Makin Banyak Kriminal karena Corona dan PSBB?" https://youtu.be/oWSRXVPtJW0