Tentu langkah ini berbeda dengan kebanyakan politisi yang lebih mengedepankan narasi penolakan terhadap pemberlakuan PT 20 persen semata. LaNyalla membuka mata dan membangun kesadaran bahwa tidak ada tempat bagi oligarki di NKRI. Keadilan sosial dan masyarakat yang adil dan makmur tidak akan tercapai jika cara cara yang tidak demokratis dipertahankan.
Seperti kata LaNyalla dalam pidatonya, Bangsa Indonesia tidak kekurangan tokoh dan figur untuk bertarung menjadi pemimpin bangsa. Namun karena pemberlakuan PT 20 persen itu banyak figur yang semestinya mendapat tempat dan kesempatan untuk unjuk diri menjadi terpinggirkan dan tidak memperoleh kesempatan.
Memang jika ditimbang, pemberlakuan PT 20 persen lebih banyak dan besar mudaratnya. karena itu jalan yang sudah ditempuh dan menolak pemberlakuan ambang batas minimal pencalonan Capres/Cawapres itu harus ditolak. Negara ini tidak boleh disandera oleh kepentingan segelintir elit yang tidak memberikan ruang kepada putra putri terbaiknya untuk tampil menjadi pilihan dan memimpin.
Karena aksi dan langkah penolakan pemberlakuan ambang batas PT 20 persen itu sangat perlu dan patut ditolak. Dan sebagai Ketua DPD, LaNyalla memiliki hak dan kewajiban dalam UU untuk mendorong undang undang yang tidak demokratis itu. Ia sudah memulai dari dalam sistem. Langkah LaNyalla juga sudah diikuti oleh Senator Senator lain di DPD.
Maka oleh sebab itu, sudah selayaknyalah Yang Mulia Hakim Konstitusi berkumpul, bermusyawarah, mengkaji dan mengambil sikap serta ketetapan MK membahas dengan jernih lalu mengabulkan permohonan pengajuan peninjauan kembali tersebut. Tentunya semua demi kebaikan bangsa dan negara Indonesia di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H