Terlalu banyak yang ingin saya tuliskan tentang perjalanan sepuluh tahun Gubernur Sumatera Barat periode 2010 - 2021 Prof. Dr. Irwan Prayitno, M.Sc memimpin Sumatera Barat. Datang dari rantau dengan bekal sebagai anggota DPR RI tiga periode dan bahkan sempat dua kali menjadi ketua komisi adalah bekal utama bagi Ustad Irwan (begitu saya biasa memanggilnya) maju dan ikut serta dalam kontestasi Pilkada di tahun 2010.
Keikut sertaan Irwan di Pilkada 2010 mengejutkan. Namanya santer disebut sebagai kandidat kuat dan diperhitungkan. Namun sampai hari terakhir pengajuan calon ke KPU, ia masih belum menemukan calon wakil dan partai pengusung juga belum jelas. Hanya satu partai politik yang pasti mengusung Irwan, yaitu Partai Keadilan Sejahtera, sementara partai lain sudah berkemas. Irwan malam itu diambang keraguan, sementara calon wakilnya yaitu Bupati Padang Pariaman periode 2000 - 2010 Muslim Kasim masih berusaha meyakinkan Partai Bintang Reformasi untuk mau berkoalisi dengan PKS dan mencalonkan dirinya.
Informasi yang saya dapatkan, kesepakatan antara PKS dan PBR serta kesepakatan personal antara IP dan MK tercapai pada malam hari beberapa jam saja menjelang pendaftaran Cagub/Cawagub ditutup oleh KPU Sumbar pada waktu itu.
Pasangan IP-MK melenggang ke kursi pememang. Mereka mengalahkan calon petahana Gubernur Marlis Rahman yang berpasangan dengan Bupati Agam Aristo Munandar. IP-MK unggul dengan selisih hampir tiga persen suara dibanding pasangan Marlis - Aristo.
Kini setelah sepuluh tahun memimpin Sumbar, Irwan tentu harus kembali ke rumah. Ia telah menyelesaikan tugas dan amanah sebagai pemimpin bagi masyarakat Sumatera Barat dan orang Minang dibelahan dunia manapun. Dipundaknya telah ditumpangkan berbagai harapan dan tentu tidak sedikit pula yang sudah dipenuhi.
Memang tidak mudah menjadi Gubernur dimasa itu. Pasca musibah gempa bumi dashyat tahun 2009 tidak hanya merubah arah pembangunan Sumatera Barat, namun juga merubah paradigma dan cara hidup masyarakat. Irwan dan MK pada waktu itu harus berusaha keras mengembalikan mental masyarakat yang trauma karena gempa.
Kesulitan ?, tentu saja, semua infrastruktur relatif tidak bisa dimanfaatkan, pun dengan pranata pemerintahan dan sosial yang ada. Namun Irwan tidak menyerah. Ia menghadapi semua dengan optimis bahkan ditengah cibiran dari kelompok masyarakat yang tidak mendukung langkahnya.
Berbekal sebagai Doktor di bidang psikologi dan pengalaman sebagai konsultan manajemen membuat langkah Irwan menjadi ringan dan lancar. Ia berkelit lincah dari semua rintangan yang ada. Hambatan birokarasi di pemerintahan propinsi ia selesaikan dengan mudah.
Penempatan pejabat dilakukan dengan cara baru. Irwan tidak asal tunjuk. Ia menggandeng perguruan tinggi untuk melakukan uji piskologi dan kompetensi. Tujuannya jelas, agar aselerasi pemerintahan dapat berjalan baik. Pejabat yang mendukuki pos di dinas, badan dan kantor benar benar mereka yang kompeten dan kapabel. Irwan diprotes, ia bergeming. Baginya itu perlu sebab jajaran pemerintahan yang akan membantunya menjalankan visi dan misi sebagai Gubernur harus memenuhi kriteria yang ditetapkan dan berstandar tinggi.
Hasilnya, berbagai penghargaan diterima pemerintah propinsi Sumbar. Tidak hanya dari pemerintah pusat, dari sisi akuntabilitas pemanfaatan dan penggunaan keuangan daerah, pemerintah Propinsi Sumbar juga berulang kali diganjar opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).
Irwan memang menghadapi kendala politis. Ia berasal dari partai politik yang kurang mendapatkan dukungan. Di DPRD Sumbar, kursi PKS jauh lebih kecil dibanding kursi Demokrat, Golkar, PPP dan PAN. Namun hal itu justru dijadikan tantangan bagi Irwan untuk bisa berbuat lebih banyak. Alhasil dalam setiap pembahasan RAPBD hingga penetapan, langkah Tim Anggaran Pemerintah Daerah relatif mulus dan disetujui kalangan legislatif.
Irwan maju ke periode ke dua sebagai Gubernur berbekal prestasi besar memenangkan pasangan Prabowo - Hatta di Pilpres 2014. Namun takdir politik memisahkannya dengan Muslim Kasim. MK memilih jalan berbeda, Ia menantang Irwan dan dua pemimpin itu berada di titik berbeda dalam mencapai tujuan politik. Mengandeng Nasrul Abit, seorang birokrat senior dan politisi kawakan asal Aia Haji Pesisir Selatan, Irwan melenggang kembali ke kursi BA 1 periode keduanya setelah sempat diduduki Penjabat Gubernur Dony Moenek selama enam bulan.
Beberapa bulan sebelum mengakhiri jabatan sebagai Gubernur, saya menemui Irwan. Berdua saja kami bicara lepas. Saya bertanya apa saja yang saja dan terakhir menanyakan apa rencananya setelah tidak lagi menjabat sebagai Gubernur ?, Ustad Irwan menjawab tenang, setenang ia menghadapi masalah. "Saya pengen mengajar, kembali ke kampus dan itu sangat saya sukai" begitu ia menjawab.
Pekan lalu, Ustad Irwan dikukuhkan sebagai Guru Besar Psikologi di Universitas Negeri Padang, ia menjadi Guru Besar Luar Biasa di kampus terkemuka itu. Sayang saya tidak bisa hadir disana. Namun melalui isterinya Ibu Nevi, saya berkirim salam.
Bagi saya, Ustad Irwan bukan hanya seorang Ustad dan Guru, Ia juga seorang tokoh agama dan tahu cara berkomunikasi dengan orang banyak. Rasanya tidak akan sulit bagi Ustad Irwan untuk kembali ke kampus. Seorang teman saya Sulaiman Haekal, dulu anggota DPRD Kabupaten Tanggerang pernah memuji Irwan dihadapan saya saat kami sama sama tampil di sesi peningkatan kapasitas anggota DPRD.
"Lu mestinya bangga punya Gubernur seperti Pak IP, dia dosen Gue, orangnya asyik dan kalau mengajar kita semua ndak bosan dan cepat paham apa yang disampaikannya," begitu Haekal memuji Ustad kepada saya.
Irwan memang tidak seperti kebanyakan politisi yang saya kenal. Ia humble dan tidak pelupa. Semoga lancar di dunia pendidikan Ustad. Sepertinya bekal pengalaman sebagai Profesor dan Ketua Komisi X di DPR akan dapat banyak membantu kembali ke kampus.
Ciao Ustad Irwan
Nanti kita ngupi lagi
Salam Hormat
Boby Lukman Piliang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H