Mohon tunggu...
Boby Lukman Piliang
Boby Lukman Piliang Mohon Tunggu... Politisi - Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Oposisi untuk Menjaga Akal Sehat Demokrasi

26 Juni 2019   15:29 Diperbarui: 26 Juni 2019   15:47 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ungkapan bahwa di dalam politik tidak ada yang abadi bahkan pertemanan sekalipun memang benar adanya. Apalagi saat ini mendekati hari pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi yang akan dibacakan pada Kamis 27 Juni besok, telah tersiar kabar dan berita di media dan media sosial bahwa kelompok oposisi yang selama ini mulai bersiap untuk bergabung dengan koalisi pemerintah.

Diakui atau tidak, tawaran rekonsiliasi yang selama ini didengungkan memang kian mendekati kenyataan. Hal ini terlihat dari mulai dinginnya suasana politik menjelang pembacaan putusan MK esok. Pihak oposisi yang dalam hal ini diwakili oleh para juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga Uno mulai menahan diri dan meredam kalimat agar todak makin membuat suansana menjadi panas.

Namun, ada satu yang menarik untuk dibahas dari hal tersebut. Yaitu jikalau memang pihak oposisi yang selama ini (Gerindra dan PKS) menjadi bagian dari pemerintahan (Kabinet Rekonsiliasi Nasional) Jokowi - Ma'ruf Amin, maka wajah demokrasi akan semakin suram dan membahayakan. Oposisi sejatinya diperlukan untuk menciptakan dinamika yang sehat bagi demokrasi.

Jika ada sebagian pihak menilai bahwa kata "Oposisi" akan menjadi kata yang harus dihilangkan, maka saya sepakat dengan anggapan bahwa telah terjadi pengkerdilan terhadap demokrasi yang selama ini telah kita jalankan.

Pengkerdilan atau mematikan gerak langkah oposisi itu sah saja dilakukan oleh koalisi rezim berkuasa, namun tentu saja membuat mereka tidak berdaya dengan memberikan kompensasi dan imbalan posisi di pemerintahan jelas telah merusak demokrasi.

Munculnya gagasan untuk membentuk sebuah koalisi pemerintahan yang terdiri dari semua komponen politik bangsa akan menjadi dagelan tidak lucu dalam catatan sejarah republik kelak. Bisa dibayangkan siapa nanti yang akan melakukan koreksi kepada pemerintah di lembaga legislatif jika semua kekuatan politik saat ini terkooptasi dalam sebuah kubu atas nama rekonsiliasi.

Menolak kubu oposisi menjadi bagian dari koalisi rezim adalah sebuah keharusan dan mutlak diperjuangkan. Partai Gerindra dan PKS serta mitra seiring mereka lainnya harus menjadi penyeimbang dan pihak yang memberikan koreksi kepada pemerintah kelak. Rekonsiliasi biarlah berjalan dengan sendirinya dan memang harus dilakukan. Namun menyerahkan diri menjadi bagian dari pemerintahan tentu tidak patut disebut sebagai rekonsiliasi.

Politisi seharusnya memahami bahwa gagasan "Koalisi Rekonsiliasi"  itu bukanlah gagasan yang layak diperjuangkan dan diwujudkan dalam konteks menjaga dinamika bernegara. Tidak ada dosa menjadi oposisi. Oposisi diperlukan untuk memberi tahu pemerintah atau rezim berkuasa bahwa mereka bisa saja telah melakukan kesalahan.

Pihak koalisi pemenang kelak juga tidak perlu menyuburkan paranoid berkuasa bahwa oposisi akan menjadi "Tukang Heboh" yang berpotensi menganggu jalannya pemerintahan. Tokh selama ini, oposisi juga telah memainkan peran dengan sangat baik sebagai penyeimbang. Dan patut dicatat bahwa di dalam koalisi pemerintah juga ada yang memainkan peran sebagai oposisi. Sebab sistim politik kita saat ini mengalami kerancuan pemahaman terhadap peran oposisi dan penguasa.

Saya tidak hendak memelihara perlawanan. Tidak ada kemampuan dan daya saya untuk itu. Namun saya hanya ingin agar kiat berdemokrasi secara sehat dan seharusnya. Bahwa dalam demokrasi harus ada koreksi terhadop penguasa dan itu hanya bisa dilakukan oleh pihak oposisi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun