Mohon tunggu...
Boby Lukman Piliang
Boby Lukman Piliang Mohon Tunggu... Politisi - Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Atas Nama Demokrasi, Rakyat Menjadi Tumbal

29 April 2019   14:29 Diperbarui: 29 April 2019   14:50 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa situs berita online pada hari ini (Senin, 29 April 2019) menayangkan sebuah berita bahwa jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meregang nyawa sudah mencapai 287 orang. Angka itu diyakini akan terus bertambah karena pada sampai saat ini jumlah petugas yang masih menjalani perawatan dan dalam kondisi kurang baik juga tidak sedikit jumlahnya.

Tentu ini adalah sebuah tragedi. Meninggalnya seseorang memang bukan kuasa manusia, namun jika disebabkan oleh faktor kelelahan karena beban kerja sebagai anggota KPPS tentulah ini menjadi tanggung jawab bersama. Sebab bisa jadi ini disebabkan oleh kelalaian atau sebuah keputusan yang tidak memperhitungkan faktor manusia sebagai pelaksananya.

Beberapa pengamat menyebut pelaksanaan pemilu kali merupakan pelaksanaan Pemilu paling rumit, paling, seru sekaligus paling pilu. Bayangkan, belum pernah ada dalam sejarah bangsa ini, pelaksanaan Pemilu dilaksanakan bersamaan dengan Pilpres. Jelas ini akan menyita waktu dan membutuhkan sumberdaya yang tidak sedikit.

Untuk Pileg saja, masyarakat butuh membaca dan mengenali serta memahami nama nama caleg yang diusulkan Parpol. Hal itu ditambah dengan nama Capres. Lucunya, Komisi Pemilihan Umum, dengan segala keterbatasan tetap melaksanakan. Saya tidak habis pikir, apakah saat penyusunan UU Pemilu ini oleh anggota DPR pada tahun 2017 silam, pernahkah terlintas di pikiran mereka bahwa keterbatasan sumberdaya manusia ini menjadi masalah utama?.

Dapat kita saksikan bahwa selama tujuh bulan terakhir, pelaksanaan Pemilu ini memang menyita waktu. Jumlah KPPS yang tidak sebanding dengan beban kerja disamping tekanan lain membuat energi mereka terkuras habis. Apalagi kebanyakan anggota KPPS adalah orang yang sudah tidak muda lagi usianya. Selain beban kerja, hal itu ditambah waktu yang sangat kasip dan harus pula menghadapi tekanan kondisi geografis yang tidak mudah dijangkau.

Anggota KPPS, selain mengerjakan tugas mereka juga harus pandai pandai menghadapi tekanan dari partai politik, calon dan masyarakat. Saya membayangkan memang tidak mudah menjadi anggota KPPS dimasa masa sulit seperti ini.

Yang patut disesali adalah sampai saat ini, meski ditengah tragedi tersebut. Belum ada satupun statemen dari pemerintah yang berusaha memperbaiki keadaan. KPU jalan terus, sementara korban terus berjatuhan. Entah seperti apa sikap mereka.

Selain anggota KPPS yang meninggal mencapai ratusan orang, jumlah anggota Bawaslu/Panwas yang meninggal di daerah juga banyak. Bahkan catatan media mencapai angka lima puluh orang ditambah petugas dari TNI dan Polri. Mereka semua menjadi 'tumbal' demokrasi yang diciptakan para elite tanpa melihat bagaimana pengorbanan rakyat kecil yang sekuat tenaga memberikan kemampuannya untuk menyukseskan jalannya pesta demokrasi.

Tadinya saya berharap, akan ada pernyataan yang bahwa pelaksanaan ini akan dihentikan untuk sementara meski hanya untuk sekedar mengheningkan cipta tanda berduka. Namun saya keliru, hal itu tidak ada. Malah yang dikedepankan adalah santunan sebesar tiga puluh jutaan kepada mereka yang meninggal.

Angka tiga puluh juta itu tentu tidak sebanding dengan nyawa para pejuang demokrasi yang menjadi tumbal dari keserakahan atas nama demokrasi. Para elit politik itu hanya mementingkan niat dan tujuan mereka semata tanpa peduli rakyat yang berkorban mati-matian.

Malangnya demokrasi kali ini. Rakyat dipaksa menjadi tumbal. Sakit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun