Tiba tiba saja saya teringat dengan kalimat "Selesaikan Masalah dengan Masalah". Kalimat itu muncu ketika dugaan adanay penganiayaan yang dialami oleh aktifis dan seniman Ratna Sarumpat pada awal Oktober silam. Ratna mengaku dianiaya sekelompok orang tak dikenal dan membuat wajahnya lebam. Lalu foto wajah Ratna yang (mengaku) dipukuli itu beredar di media sosial sehingga memancing Capres Prabowo Subianto mendatanginya lalu mengklarifikasi langsung kepada Ratna apa yang sebenarnya terjadi.
Kasus Ratna kini tiba tiba seperti kehilangan tempat di ruang publik. Seperti kalimat saya diawal, belum selesai masalah Ratna, muncul masalah baru yaitu tudingan kepada Prabowo dan Tim Kampanyenya bahwa mereka telah menyebarkan berita bohong. Itupun harus terus berlanjut dengan munculnya cerita demi cerita baru. Pelan pelan, cerita lama menjadi lenyap dan publik kembali harus melupakannya.
Baru baru ini, muncul cerita baru. Tak kalah greget, kasusnya adalah rangkaian peluru yang diduga berasal dari lapangan tembak Senayan mennyasar dan melubangi kaca ruangan anggota DPR di Senayan. Publik kembali tersentak. Belum usai yang lama, belum terjawab tanda tanya sudah muncul kasus baru.
Berbagai spekulasi berkumandang. Ada yang membantah teori dan sinyalemen bahwa peristiwa itu sebuah ketidak sengajaan dan kebetulan belaka. Namun karena yang menjadi "korbanya" adalah kaca di ruangan anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra yang juga pengusung Capres Prabowo Subianto, maka spekulasi politikpun berkembang.
Apa yang sebenarnya terjadi saja sampai saat ini belum diketahui, baik penyebab maupun motifnya. Namun rangkaian peristiwa demi peristiwa itu seakan membuka mata kita bahwa ada masalah dalam pengelolaan isu dan penyelesaian masalah.
Isu ditutup isu, masalah diselesaikan dengan masalah. Sudah terlalu banyak pula drama demi drama dihadirkan di ruang publik. Jauh sebelum kasus Ratna Sarumpaet yang membuat banyak elit terjebak dalam kasus kebohongan itu sudah ada banyak masalah lain yang belum terselesaikan.
Rasanya, tidak salah jika kita menancapkan tudingan bahwa dalam rentang waktu beberapa tahun belakangan, bahwa kita gagap menyelesaikan masalah yang muncul ke tengah masyarakat. Kegagapan itu juga diperparah dengan akun akun media sosial yang diciptakan ternyata memberi kontribusi negatif.
Media sosial menjadi corong bagi penyebaran hoax dan ujaran kebencian. Lebih dari itu, medsos yang sejatinya ditujukan untuk menjalin komunikasi dan silaturahmi telah berubah menjadi hantu yang menakutkan.
Kembai ke masalah yang harus dihadapi pemerintah saat ini, ada baiknya kita fokus pada penyelesaian masalah satu per satu. Darimana memulainya, tentu tidak mudah, namun tidak pula terlalu sulit jika mau melakukannya Satu saja yang bisa pemerintah lakukan dan berhasil, maka tidak perlu ada masalah baru untuk menutupi kegagalan itu. Atau kebetulan ada yang bisa dijadikan alat.
Soal penanganan musibah gempa di Lombok, Palu, Donggala serta Banyuwangi saja misalnya, saat ini masih beum jelas arahnya. Ditengah kegalauan dan ketidaksiapan menghadapi bencana itu, muncul lagi bencana baru yang tak kalah menyita perhatian. Jadi kalau satu persoalan bisa diselesaikan maka, tidak perlu memanfaatkan atau menciptakan isu lain untuk menutupi masalah yang belum terselaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H