Sebuah media online berbasis di Hongkong tiba tiba menjadi viral dan pembicaraan bagi para politisi di tanah air, khususnya politisi Partai Demokrat. Kenapa tidak, media tersebut tanpa angin dan hujan langsung saja menurunkan sebuah tulisan yang menohok langsung ke Presiden RI ke Enam Susilo Bambang Yudhoyono dengan tuduhan telah melakukan praktek korupsi dan pencucian yang yang nilainya selangit.
Artikel tersebut tentu saja memancing reaksi dari para kader Demokrat. Tak tekecuali SBY sendiri. Melalui Sekjen Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan dan pengurus Demokrat lainnya, Hinca melaporkan website Asia Sentinel ke Dewan Pers serta dikabarkan telah pula memberi kuasa kepada sebuah firma hukum di Hongkong guna menggutan dan memperkarakan media tersebut serta penulisnya.
Soal SBY difitnah ini bukan kali pertama. Entah kesekian kalinya malah. Susah menghitungnya. Bahkan saat menjabat sebagai Presiden-pun SBY tak luput dari serangan fitnah entah dari lawan lawan politiknya bahkan dari pihak yang tak senang dengan kepemimpinannya. SBY kerap melawan, namun kerap pula pengaduannya menguap tak jelas ujungnya.
Tahun 2017 silam, SBY difitnah tidak mengembalikan kendaraan dinas kepresidenan Mercy S Class S600 Guard pasca tidak lagi menjabat sebagai Presiden. Padahal sejak tidak lagi menjadi Presiden, pada tanggal 21 Oktober 2014 silam, ia pulang kembali ke kediaman pribadinya di Puri Cikeas dengan mobil Toyota Land Cruiser miliknya dan dikawal beberapa personil TNI dari Group D Paspampres.
Tidak hanya sampai disitu, fitnah keji kembali dialamatkan kepadanya. Kali ini terkait Ia telah menumpuk kekayaan hingga trilyunan rupiah selama menjabat. Tak tanggung tanggung, tanpa konfirmasi sebuah media menuliskan judul besar besaran bahwa SBY memiliki kekayaan sebesar itu.
Terakhir, sehari menjelang hari pencoblosan Pilkada DKI, Mantan Ketua KPK Antasari Azhar melempar bola panas dan menuding bahwa ada SBY dibalik rekayasa kasus pidana yang menjeratnya sebagai narapidana kasus pembunuhan. SBY melaporkan tudingan Antasari tersebut ke polisi dan setahun berlalu, tidak ada perkembangan berarti.
Pelajaran apa yang bisa dipetik dari rangkaian peristiwa fitnah demi fitnah tersebut. Bagi saya, rangkaian fitnah itu membuktikan bahwa negara lemah dalam memberikan perlindungan kepada tokoh bangsanya sendiri. SBY adalah seorang Presiden yang dipilih langsung dalam sebuah pemilihan yang demokratis. Ia memenangkan pemilihan itu sebanyak dua kali berturut turut lalu menyerahkan tongkat estafet kepempimpinan nasional kepada penerusnya dengan cara yang simpatik. Belum pernah ada dalam sejarah bangsa ini, peralihan kepemimpinan dilakukan dengan cara yang se elegan itu.
Namun, kenyataannya, negara dan pemerintah saat ini abai dan lalai memberikan perlindungan terhadap nama baiknya. Sebagai Presiden, SBY telah tercatat dalam lembaran sejarah bangsa bahwa ia memimpin negara ini. Tentu ada catatan sejarah yang telah ditorehkannya. Belum pernah juga ada rakyat di suatu negara yang melakukan ini kepada pemimpinnya meski sudah tidak lagi menjabat. Hanya di Indonesia.
Saya kira, Presiden Jokowi dan pemerintah saat ini berkewajiban memberikan perlindungan kepada SBY. Sebab tuduhan demi tuduhan yang dialamatkan kepadanya itu tidak berdasar sama sekali. Serta lebih dari itu, semua adalah fitnah dan pencemaran nama baik.
Jika SBY yang sepuluh tahun saja menjabat leluasa difitnah oleh media asing, lalu bagaimana dengan warga negara biasa. Ini akan jadi preseden buruk bagi nama baik bangsa di dunia internasional. Semoga pemerintah memahami itu. Lindungilah anak bangsa ini dari kejahatan tulisan dan lisan pihak luar. Apalagi ia sekelas Presiden.
***