Pertarungan Pilpres sudah dimulai sejak lama. Khususnya di dunia maya. Meski sesungguhnya Pilpres dan Pileg baru akan berlangsung pada tahun depan, 2019. namun hawa panas persaingan diantara para jawara medsos masing masing pasangan capres/cawapres serta partai pendukung panasnya sudah terasa sejak lama. Bahkan situasi ini menjadi semakin panas dan menjadi jadi.
Saya memang sempat merasa fenomena ini adalah sesuatu yang ganjil dan tidak sehat. ganjil karena baru pada tahun 2012 silamlah, fenomena medsos sebagai kanal informasi politik dipakai oleh sebagian besar buzzer untuk menarik simpati dan atau mempengaruhi pemilih dan menjadi tidak sehat karena ternyata medsos mengalami pergeseran fungsi dari media sosialisasi menjadi media penuh dengan ujaran kebencian.
Pada awalnya, saya tidak percaya hal itu terjadi. Namun apa boleh buat. Beberapa akun di medsos memang sangat memberi kesan bahwa perang sudah harus dimulai dari dunia maya dan bahkan jauh sebelum perang di dunia nyata dilakukan.
Akun akun besar dengan follower lumayan banyak serta akun yang dikelola oleh tokoh politik diyakini akan mampu memberi arahan kepada pemilih di dunia nyata untuk ikut serta dengan pilihan politik mereka. Berbagai alasan dikemukakan. Mulai dari alasan pilihan personal
Saya harus katakan bahwa politik yang teramat riuh di ranah maya tidak semuanya akan mempu membawa arahan yang baik di dunia nyata. Jangan dibayangkan seorang yang sangat gesit di dunia maya mampu memberi arahan yang sama di dunia nyata.
Meraih dukungan masa yang banyak dalam sebuah pergerakan politik tentu adalah sebuah tujuan yang harus dicapai. Namun dalam sistem demokrasi kita meraih kekuasaan dengan cara yang kasar tentu bukan etika yang berlaku.
Membangun citra positif tentu harus dilakukan dengan baik di dunia maya. Bukan dengan menebarkan isu negatif terhadap pihak lain.
Sejatinya medsos adalah media yang paling efektif melakukan itu. Namun karena masyarakat Indonesia sangat mudah dimanfaatkan dengan isu-isu identitas dan mudah pula termakan informasi yang bersifat emosional maka medsos bisa menjadi bumerang bagi demokrasi itu sendiri.
Kenapa?, karena medsos tidak ada batasan dan halangan yang akan memotong opini anda meski itu opini dan pendapat yang sama sekali tidak ada baiknya. Kondisi inilah yang membuat banyak orang mendadak menjadi ahli dan menyampaikan opini yang kritis.
Medsos sudah membuktikan bahwa berkali kali telah menjadi Boomerang bagi pemiliknya. Medsos juga telah kehilangan rohnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H