Suara ki butuh lapar membunuh bising yang diam-diam sekarat
Menyuluh lewat tatapan sopan mentari dari sebuah plat berkarat
Silaunya gamblang mata kerangka besi
Sebuah kereta angin tua beroda dua
Menapaki jejak selokan kelak-kelok ketang
"Satu pokok tanpa rokok untuk bernapas"
Sang pengasuh welas asih menderma
Sebuah kantong hitam berkilat
Tangannya menilin cepat
Mulutnya komat-kamit tak ingin dapat
Rujinya kembali berputar pada porosnya
Berputar mengelilingi pusat semestanya
Dengkulnya lagi mengengselkan jarak
Naik-turun naik-turun
Tali rambut begitu kencang
Sekencang kayuhnya
Kulitnya menangis tak kuat panas
Bulir-bulir kaca jatuh menyesap kain
Pungkurnya basah berpulau pada lautan angin
Pedal mengecap pegal lalu rehat sejenak
Rantainya sedang teguh semedi ketika dia sampai pada muka halaman
Dia menarik perlahan sebuah ganggang bulat
Gerbang terbuka cepat lantas buat dengkulnya semangat
Dengan sekrup dan tang dia mencipta
Yang berupa dasar dari kehidupan mula-mula
Dia menyelimutinya
Dengan tepuk lembut seorang ibu
Kasih sayangnya menembus ilmu kalbu
"Selamat tidur kehidupan dan sumber kejayaan."
(Tulungagung, 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H