Mohon tunggu...
galing cendekia
galing cendekia Mohon Tunggu... -

laki-laki,hanya ingin urun rembug

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Reposisi Masyarakat dalam Pemilu

15 April 2011   20:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:45 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Resensi Buku   : Tahta Pilkada Untuk Siapa?

Tebal           : 130

Penerbit       ; Forum Aktivis Bandung Bekerjasama Dengan TIFA Foundation

Penulis        : Oky Syeiful Rahmadsyah Harapan

Terbitan       : Pertama

Pada beberapa daerah Pilkada menyisakan sebuah sengketa. Sinyal miring adanya kecurangan dalam proses pemungutan suara seperti manipulasi suara, pengelebungan suara, pemilih fiktif merupakan fakta yang kerap terjadi. Tidak sedikit masing-masing kandidat mengerahkan massa melakukan demonstrasi baik memberikan dukungan maupun yang kontra pada kandidat terpilih.

Singkatnya, konflik Pro-Kontra yang terjadi di masyarakat hanya menyisakan konflik, kerugian dan kekecewaan.  Kericuhan meninggalkan korban di masyarakat dan ruang-ruang publik kerap menjadi pelampiasan kelompok massa dengan melakukan tindakan yang merusak. Sudah barang tentu masyarakat yang harus menanggung kerugiannya.

Pada hakikatnya pro-kontra dalam isu Pilkada hanya menguntungkan segelintir orang! Bagaimana dengan masyarakat yang kerap menjadi korban dari perselisihan elitnya? Fenomena ini menyiratkan bahwa dinamika demokrasi yang selama ini terjadi masih menempatkan masyarakat pada posisi obyek yang menguntungkan segelintir elit politik di daerah.

Pengorbanan masyarakat, berupa dukungan pada kandidat setelah terpilih memuai begitu saja tanpa ada feedback yang setimpal bagi masyarakat. Sebuah ilustrasi,  kandidat begitu dekat dengan masyarakat sebelum Pilkada, namun ketika sudah terpilih nasib masyarakat tidaklah berubah menjadi lebih baik. Janji-janji tinggal janji tak terealisasi! program yang begitu ambisius dan progresif pada saat kampanye tertata dalam uluran ucapan kandidat dan tersimpan rapih dalam benak masyarakat.

Buku Tahta Pilkada untuk Siapa merupakan sebuah buku yang menginspirasi bagi masyarakat, politisi, NGO, akademisi dan mahasiswa untuk tetap konsekuen dalam menjaga proses demokrasi. Karena hakikatnya, Pilkada memiliki harapan adanya efektifitas pembangunan yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga pemimpin yang nota bene putra daerah peka dalam menjalankan pembangunan dan proses pemerintahan yang menjadi kebutuhan di masyarakatnya.

Buku setebal 130 halaman ini mengkompilasi antara teori dan praktek demokrasi/Pilkada dengan berpijak pada pengalaman Pilkada di Kabupaten Bandung. Teori demokrasi yang bersifat aplikasi mengingatkan masyarakat mengenai arti penting masyarakat, posisi dan potensi kekuatan yang ada dalam koridor demokrasi sehingga masyarakat menjadi sebuah kelompok kekuatan politik tersendiri yang terlibat aktif dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah daerah yang menguntungkan masyarakat.

Mengadopsi konsep active citizen yaitu sebuah konsep warga negara yang tetap aktif dalam proses pemerintahan dan pembangunan baik pada Pra, Proses serta Pasca Pilkada. Pada pra Pilkada masyarakat membuat rencana untuk dijadikah bahan masukan program kepada kandidat mengenai kebutuhan masyarakat dengan metode partisipatori yang tercermin dalam urun rembug meng-create masalah-masalah yang dihadapinya.

Pada proses Pilkada, Program masyarakat menjadi bargaining position yang akan mempengaruhi suara para calon kandidat kepala daerah. Proses-proses dialogue diciptakan antara masyarakat dan kandidat melalui wadah yang disebut forum konstituen. Masyarakat dan kandidat berdialog dengan konsep masing-masing yang diharapkan rencana masyarakat dapat mempengaruhi rencana jangka pendek, menengah dan panjang pembangunan didaerahnya. Selain itu, proses dialog merupakan ajang untuk “menilai” secara lebih dekat program-program kandidat kepala daerah.

Pasca Pilkada, Masyarakat tetap aktif dalam melakukan kontrol pembangunan atas rencana-rencana daerah yang dahulu pernah didialog-kan kepada masyarakat maupun janji kandidat pada saat kampanye. Masyarakat melalui forum konstituen kembali menjadi kelompok “penagih janji” kepada kepala daerah ketika rencana pada saat kampanye belum jua terealisasi.

Buku ini menyajikan metode-metode dan contoh dari persoalan politik, dinamika politik serta tahapan-tahapan dalam membangun masyarakat sebagai subyek demokrasi/kelompok kekuatan. Maka secara keseluruhan buku ini menjadi rule model demokrasi maupun sebuah buku yang  memberikan problem-solving di Indonesia. Lebih tepat buku ini menjadi sebuah pedoman bagi politisi, akademisi, NGO, mahasiswa dan masyarakat yang ingin terlibat dalam kancah perpolitikan daerah.

Kelompok kekuatan di masyarakat menyiratkan bahwa sudah semestinya masyarakat menjadi penentu nasibnya sendiri sehingga Pilkada hanya menjadi entry point yang dampaknya dinikmati oleh masyarakat bukan segelintir orang yang selama ini terjadi. Maka Pilkada bukanlah sebuah tahta yang menghantarkan kepala daerah pada kenikmatan dan kesejahteraan kelompoknya melainkan menjadi tahta bagi masyarakat, sebuah kemenangan bagi semuanya.  Tanda tanya dari kalimat Tahta Pilkada Untuk siapa di dalam buku tersebut terungkap dan ruh demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat bukan sebuah slogan yang tanpa makna namun terwujud dalam kehidupan bernegara melalui sistem demokrasi dengan mengadopsi active citizen untuk mengefektifkan pembangunan yang memberikan kesejahteraan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun