Persia dapat dikatakan membincang satu variabel tak tergantikan dalam sejarah peradaban manusia. Wilayah Persia secara geografi memang sangat strategis karena berada di satu jalan silang utama yang menghubungkan antara negara-negara Eropa dan Timur Tengah. Secara kultural, Persia termasuk salah satu wilayah tempat pembibitan peradaban manusia yang permulaan. Dari wilayah ini dapat digali kebijaksanaan dan wawasan mengenai berbagai pengalaman hidup bermasyarakat selama ribuan tahun.
Peradaban Persia dikenal sebagai peradaban tertua di dunia dan juga telah menyumbangkan berbagai prestasi peradaban, mulai dari ilmu-pengetahuan, filsafat, hingga seni dan arsitektur. Dari sisi agama saja, Persia sebelum Islam dikenal telah memperkenalkan tiga agama utama yaitu Zoroastrianisme, Manikeanisme, dan Bahā’ī. Saat ini mayoritas orang Persia beragama Islam, meskipun masih ada pula kelompok minoritas beragama Zoroastrianisme, Kristen, Yahudi, dan Bahā’I, bahkan ada pula kelompok atheis dan agnostic
Bagi umat Islam, peran sejarah bangsa Persia dalam membangun dan mengembangkan peradaban dan kebudayaan Islam adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Bahkan menurut Ibnu Khaldūn, Mas’ūdī, dan George Zeydan, sebagian besar ilmuwan dunia Islam berasal dari negeri Persia. Di antara kontribusi Persia terhadap peradaban Islam, sufisme Persia dapat dikatakan merupakan salah satu yang terbesar. Telah dimaklumi bersama bahwa sufisme dalam Islam berkembang pesat dari wilayah ini.
Asumsi ini didukung oleh fakta konvensional bahwa, diakui atau tidak diakui, para tokoh sufi terkemuka dalam sejarah Islam sebagian besar dari wilayah ini, sehingga karya-karya tasawuf pun lebih banyak tersusun melalui bahasa kawasan ini: Persia. Kajian tentang sufisme Persia memiliki urgensi yang khas. Sufisme Persia memiliki ciri sendiri: keagungan, keunikan, dan intensitas yang luar biasa, sehingga bisa dimaklumi jika efek dan pengaruhnya menyebar ke banyak ruang, seperti Indonesia (nusantara) dan menjelajah waktu hingga masa kini, seperti kata Seyyed Hossein Nasr: “Sufisme Persia mungkin bisa digambarkan sebagai sebuah pohon yang sangat besar dengan akar-akar dan dahan-dahan yang merentang jauh dari Albania sampai Malaysia, dan menghamparkan bayangan di tanah-tanah ini. Akan tetapi, daratan tempat asal pohon ini tumbuh adalah tanah Persia.
Pengaruh sufisme Persia terhadap seni dan budaya Islam di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa aspek berikut :
Sufisme Persia mempengaruhi perkembangan sastra sufi di Indonesia
terutama melalui karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri. Karya-karya ini menggambarkan keserupaan antara manusia dengan alam semesta dan menggunakan bahasa simbolik puisi untuk menyampaikan pengalaman keruhanian penuh makna (Braginsky, 1993:1). Hamzah Fansuri, sebagai ulama sufi Nusantara pada abad ke-16, memberikan sumbangan besar bagi kebudayaan Nusantara dan memberikan pengaruh bagi kesusastraan Indonesia dan Melayu hingga abad ke-20 (Hamid, 1983:128).
Pengaruh Sufisme Persia pada Musik dan Tarian
Sufisme Persia juga mempengaruhi perkembangan musik dan tarian sufi di Indonesia. Musik dan tarian sufi ini sering digunakan sebagai sarana untuk mencapai kesadaran spiritual dan menghubungkan diri dengan Tuhan. Contoh yang terkenal adalah tarian sufi Qawwali, yang berasal dari Persia dan dikenal di Indonesia melalui pengaruh Sufisme Persia.
Pengaruh Sufisme Persia pada Seni Visual