Tulisan ini saya buat, karena pada tanggal 9 Desember yang lalu, kita semua memperingati yang namanya hari anti korupsi. Oke, bagi saya, hari anti korupsi itu tidak ada. Ya, karena menurut cara berfikir saya yang absurd ini, hari anti korupsi bisa dilakuin atau diperingatin di setiap saat. Namun, kebanyakan saat ini, banyak orang yang menjadikan sesuatu itu hanya menjadi perayaan atau peringatan semata tanpa ada substansi yang berarti didalamnya.
Ya, mungkin bangsa kita ini sudah mulai lelah dan menyerah untuk memberantas korupsi yang ada, sehingga bangsa kita ini pun harus menyediakan satu hari guna memohon kepada para aktor pelaku korupsi untuk menghentikan kegiatannya di hari itu.
Bagi saya, para pelaku korupsi atau yang biasa disebut koruptor itu bisa lebih hina dibanding pemulung atau pengemis. Kebanyakan selama ini, kita manusia yang katanya sudah memiliki pola pikir yang modern, selalu mengukur derajat seseorang dari kelas atau strata sosialnya di kehidupan bermasyarakat. Kita seolah-olah selalu memuja orang yang memiliki pangkat yang tinggi dan jabatan yang fantastis dengan bermilyar uang yang mereka miliki dan menghina mereka yang bahkan untuk makan esok hari pun tidak tahu harus mencari kemana.
Sehingga, banyak dari mereka yang rakus akan kehormatan dan sanjungan, rela melakukan berbagai penyelewengan guna menjaga derajatnya di depan orang-orang yang telah begitu banyak memujanya. Bung, hidup hanya sementara bung, akhirat adalah segalanya. Seharusnya, tulisan “Awas Anjing Galak” yang ada di setiap gerbang perumahan diganti dengan “Awas Koruptor Rakus”. Hehehe.
Koruptor memang bukan seekor anjing. Tapi para koruptor bisa lebih galak atau bahkan bisa lebih berbahaya dari seekor anjing ketika para koruptor tadi telah mulai beraksi untuk kepentingan atau kesenangannya semata. Karena bagi saya, para pencuri berdasi yang begitu banyak saat ini, merupakan suatu wabah yang harus dicegah agar tidak merasuki jiwa para generasi penerus bangsa.
Dewasa ini, korupsi begitu merajalela perkembangannya dalam kehidupan bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Banyak rakyat Indonesia yang dibutakan akan janji-janji tentang kedamaian oleh para elit politik saat ini. Korupsi tidak hanya menguras kekayaan sumber daya yang ada di Indonesia, akan tetapi korupsi juga merampas tawa-tawa kecil rakyat Indonesia yang saat ini hidup dalam ketakutan akan masa depan.
Banyak kesalahan yang terjadi akibat rasa atau sikap yang tidak pernah puas dari para penguasa saat ini. Dapat dimaklumi, bahwa manusia pada hakikatnya dan sejatinya memiliki rasa yang tidak pernah puas dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan fatamorgana seperti saat ini. Namun, apakah rasa yang tidak pernah puas tersebut menjadi alasan nyata untuk merampas tawa-tawa kecil tersebut? Tidak, itu bukanlah alasan yang tepat jika kita berkaca pada proses Indonesia memperoleh kemerdekaan sejati seperti saat ini.
Indonesia, yang dapat juga disebut Nusantara ini, merupakan titipan para founding fathers yang wajib dijaga keutuhannya sampai akhir hayat kita sebagai bangsa yang besar dan beradab. Indonesia merupakan warisan dari para leluhur yang didapatkan dengan mengorbankan darah, keringat, dan tetesan air mata didalamnya. Jadi, hanya orang-orang yang tidak memiliki jiwa kebangsaan atau nasionalisme yang kuatlah yang tega merusak warisan para leluhur kita hanya untuk kesenangan dan kepentingan semata.
Dan tindakan korupsi, merupakan salah satu bentuk nyata dari sikap orang-orang yang tidak memiliki jiwa kebangsaan atau nasionalisme tadi. Begitu gampang dan teganya mereka untuk menghilangkan tawa dan kedamaian dalam negeri ini. Padahal, Indonesia merupakan tanah pusaka abadi nan jaya dan dititipkan oleh ibu pertiwi kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia, bukan kepada sebagian atau hanya kepada para penguasa saja.
Indonesia ini ibarat sebuah kapal tua, yang dipimpin oleh seorang nakhoda. Saat ini Indonesia berlayar tak tahu arah dan entah kemana, padahal arahnya sudah sangat jelas yaitu kemakmuran dan kesejahteraan rakyat didalamnya. Namun, hal tersebut tidak terlaksana karena sang nakhoda tertutup hasrat yang membabi buta. Hasrat untuk menghidupi keluarga, kolega atau bahkan istri muda.
Indonesia, dipersatukan oleh lautan, mulai dari Sumatera hingga Papua yang biasa disebut dengan Nusantara. Kini, saatnya rakyat atau bangsa Indonesia bersatu dan menggalang persatuan guna mencegah perbuatan-perbuatan hina dari Sang Nakhoda guna menjaga keselamatan dari Tanah Air Pusaka.
Teriakan AKU ANTI KORUPSI sampai mati, walaupun nyawa yang menjadi taruhannya. Mulai dari dini, sekarang, dan nanti, bahwa aku generasi muda Indonesia siap membela yang benar. Dalam sebuah bait lagu nasional, “Maju Tak Gentar Membela Yang Benar”. Bukan sikap yang ditunjukkan oleh kebanyakan generasi ‘wacana’ seperti saat ini, mereka bangga memperjuangkan slogannya, “Maju Tak Gentar Membela Yang Bayar”.
AKU GENERASI MUDA ANTI KORUPSI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H