Gerak politik Jokowi juga seperti melakukan tindakan "politik balas budi", ini tercermin dari pengangkatan beberapa menteri, seperti Menteri Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yakni rekan bisnis Presiden Jokowi dan Menteri BUMN, Erick Tohir yakni mantan ketua tim sukses Jokowi-Ma'ruf. Selain menterinya, Presiden Jokowi juga mengangkat Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Putri sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN.
      Selain itu, gerak Presiden Jokowi dalam pelaksanaan eksekutif dominan mengandalkan satu orang yang dianggap mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas negara. Hal ini tercermin seringinya Presiden Jokowi Menunjuk Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan untuk menduduki jabatan-jabatan penting terkait permasalahan eksekutif saat ini, seperti Koordinator PPKM Jawa-Bali, Ketua Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Ketua Dewan Pengarah Penyelamatan Danau Nasional, dll.
      Tanpa disadari, banyak sekali gerak politik Presiden Jokowi menuai kritik dari banyak pihak, baik politikus, pengamat, akademisi (dosen dan mahasiswa), dan kalangan masyarakat. Banyak pendapat bahwa demokrasi di era Presiden Jokowi mengalami kemunduran dan mengarah kepada bentuk oligarki. Hal ini keterbalikan dari masa Presiden B.J Habibie dimana setelah kepemimpinan Soeharto yang notabene pembangunan pesat, di era Presiden Habibie mengalami kemunduran, akan tetapi mengalami perubahan signifikan dalam politik, yakni reformasi atau bergantinya rezim Indonesia dari otoriter ke demokratis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H