Dalam kehidupan sehari-hari, transaksi keuangan adalah bagian tak terpisahkan dari aktivitas manusia. Baik itu meminjam uang, membeli barang secara kredit, atau menyimpan dana di bank, semua aktivitas tersebut melibatkan perputaran uang yang sering kali tampak sederhana.
Namun, tanpa disadari, banyak dari transaksi ini mungkin mengandung unsur riba-sesuatu yang dilarang dalam Islam dan sering kali dianggap merugikan secara sosial dan ekonomi.
Riba, yang secara harfiah berarti "kelebihan" atau "pertambahan", didefinisikan sebagai setiap tambahan yang diperoleh tanpa dasar transaksi jual beli yang sah atau manfaat yang jelas. Dalam Al-Qur'an dan hadis, riba dikecam keras karena dianggap menindas dan berpotensi menciptakan ketimpangan ekonomi. Tapi,Â
apa sebenarnya jenis-jenis riba itu, dan bagaimana kita mengenalinya dalam kehidupan sehari-hari?
Jenis-Jenis Riba
Para ulama membagi riba menjadi dua jenis utama, yaitu riba nasi'ah dan riba fadhl. Berikut adalah penjelasan lebih detail tentang keduanya:
1. Riba Nasi'ah (Riba karena Penangguhan Waktu)
Riba nasi'ah adalah jenis riba yang terjadi karena adanya tambahan atas hutang sebagai kompensasi dari penundaan pembayaran. Contoh paling umum dari riba nasi'ah adalah bunga pada pinjaman. Ketika seseorang meminjam uang dari lembaga keuangan atau individu, biasanya ada kesepakatan bahwa ia harus mengembalikan uang tersebut dalam jumlah lebih besar dari yang dipinjam, sebagai "imbalan" atas penggunaan uang tersebut.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari:
- Meminjam uang dari bank atau rentenir dengan bunga.
- Menggunakan kartu kredit tanpa melunasi tagihan penuh sehingga dikenakan bunga tambahan.
Dalam konteks modern, riba nasi'ah sering kali disamarkan sebagai biaya layanan atau bunga pinjaman. Namun, prinsip Islam menentang segala bentuk tambahan yang tidak didasarkan pada nilai tukar barang atau jasa yang adil.