Mohon tunggu...
Dion DB Putra
Dion DB Putra Mohon Tunggu... profesional -

Dion DB Putra adalah wartawan. Dion lahir di Ende, salah satu kota bersejarah di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sampai detik ini masih belajar membaca dan menulis...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Suatu Hari di Penghujung April 2010

16 Februari 2013   18:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:12 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 7 Februari 2011 kira-kira pukul 21.24 Wita, seorang LO menemui saya di Sekretariat Panitia HPN di Gedung KONI NTT, Stadion Oepoi Kupang. Dia baru saja mendampingi seorang duta besar dari negara Asia Selatan ke salah satu hotel di Kupang.

"Saya sempat risih dan malu, Om. Beliau nginap di kamar hotel yang sangat sederhana untuk standar seorang duta besar. Tapi setelah mendengar penjelasan saya,  syukurlah beliau mengerti bahwa Kupang adalah daerah Indonesia Timur yang dalam banyak hal masih berkekurangan," kata LO itu, mahasiswi dari Undana Kupang. Saya salut. Dia telah menjadi duta NTT yang smart.

Praktis hanya empat bulan setelah peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kupang tanggal 9 Februari 2011, saya bertugas di luar Kota Kupang. Memang saya masih bolak-balik ke Kupang saban bulan, namun perkembangan kota ini tidak bisa saya ikuti setiap saat. Setidaknya saya kini menjadi semacam outsider,  melihat Kupang (NTT) dari luar. Cara memandang semacam itu jauh lebih elok untuk menemukan perbedaan, perkembangan dan perubahan wajah Kupang, kota yang dalam banyak sisi menjadi barometer bangunan Flobamora.

Dalam dua tahun terakhir, harus diakui wajah Kupang telah banyak berubah. Sudah ada hotel berbintang yang baru dibangun. Bahkan beberapa saat ke depan akan hadir lagi hotel berbintang dari grup ternama di Indonesia. Pusat-pusat perbelanjaan baru pun tumbuh pesat.

Sebagai orang yang kerap bepergian karena tugas, indikator yang saya pakai simpel saja. Setiap kali menumpang pesawat baik dari Surabaya, Bali atau Jakarta tujuan Kupang, semakin banyak saja muka baru alias orang yang saya tak kenal. Artinya apa? Itu menandakan betapa tingginya mobilitas manusia dari dan ke Kupang, Ibu Kota Provinsi NTT. Tingginya mobilitas manusia dan barang mencerminkan bisnis tumbuh. Perputaran uang tidak lagi berjalan di tempat.  Kupang atau NTT umumnya  sebagai tujuan investasi bukan lagi isapan jempol.

Tanggal 29 Desember 2012 atau sepekan setelah PWI NTT menggelar Konferensi Cabang di Hotel Sylvia Kupang,  saya bersama pengurus harian PWI Cabang NTT periode 2012-2017 beraudiensi dengan Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya. Dalam pertemuan itu Gubernur Frans Lebu Raya menyampaikan tentang beberapa event berskala nasional yang akan berlangsung di Kota Kupang dalam tahun 2013. Dia menyebut di antaranya Kupang dipercaya sebagai tuan rumah Kongres Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) serta  Sail Komodo 2013. Jumlah peserta, tamu serta undangan untuk event sekelas itu kurang lebih 1.000 orang. "Soal hotel bukan masalah lagi di Kupang," kata Lebu Raya sambil terkekeh.

Ya,  Kupang 2013 sudah banyak berubah wajah dan profilnya. Tentu saja masih ada kekurangan di sana-sini, namun kekurangan itu selalu mungkin untuk disempurnakan terus-menerus.

Sampai catatan ini saya buat menjelang peringatan HPN 2013 di Manado, kolegaku para ketua PWI Cabang dari berbagai daerah di Indonesia serta rekan-rekan wartawan masih saja menyampaikan kesan manis tentang HPN Kupang 2011. Tentu saja bukan kesan itu yang utama dan terus dibangga-banggakan sekadar romantisme nostalgik.

Dengan menulis kenangan ini saya secara pribadi dan dalam kapasitasku sebagai ketua PWI Cabang NTT tidak sedang mengklaim bahwa perubahan wajah Kota Kupang dan NTT sekarang  semata karena sukses HPN 2011. Kami cukup tahu diri untuk  tak patut mengklaimnya. Tapi secuil kenangan indah telah tertorehkan. HPN Kupang 2011 membuka mata hati banyak orang di daerah ini bahwa kalau ada kemauan, pasti ada jalan.

Keyakinan bahwa NTT Pasti Bisa itu bukan sesuatu yang mustahil.  NTT tidak boleh lagi terus merasa inferior, minder, tidak percaya diri. Kita tidak pernah meminta dilahirkan sebagai anak NTT. Terlahir sebagai  anak NTT adalah anugerah. Dan,  anugerah datang cuma-cuma dan indah bukan? Jadi, untuk apa kita minder sebagai anak bangsa Indonesia kelahiran bumi Flobamora? *

Kairagi-Manado, 1 Februari 2013

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun