Melalui diskusi, dialog dan debat yang tentu diwarnai beda pendapat akhirnya kami tiba pada satu kesimpulan yakni HPN Kupang 2011 bisa sukses jika putra-putri Flobamora menyatukan spirit kebersamaannya. Harus bakutopang dan bakubantu. Bahu-membahu. Beri kontribusi dari apa yang dimiliki. Gubernur Frans Lebu Raya dalam banyak kesempatan bertemu bupati, walikota, wakil rakyat NTT baik tingkat daerah serta pusat, pimpinan BUMD dan BUMN serta kalangan dunia usaha memompakan spirit bakutopang itu.
Semangat "urunan" sungguh tercipta di HPN Kupang 2011. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Setya Novanto, misalnya menyumbangkan baju tenunan bermotif NTT untuk 500Â tamu undangan HPN termasuk buat Presiden SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono serta para menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dan duta besar negara sahabat. Setya Novanto melibatkan perancang busana kondang Oscar Lawalata dan timnya.
Walikota Kupang kala itu Drs. Daniel Adoe menanggung jamuan makan malam untuk seluruh peserta pada tanggal 7 Februari 2011, Bupati Rote Ndao Lens Haning menyumbang 250 buah topi Ti'ilangga sebagai souvenir, Bupati Kupang Ayub Titu Eki memberikan miniatur Sasando sebagai buah tangan, Bank NTT, Bank BNI serta pimpinan perbankan di Kupang pun urunan memberikan bantuan sesuai kemampuan. Juga patut disebut peran ibu-ibu Dekranasda. Ketua Dekranasda NTT, Ny. Lusia Adinda Lebu Raya bersama para ketua Dekranasda kabupaten dan kota se-NTT menyumbangkan selendang tenun ikat yang dikalungkan di leher sekitar 1.000 tamu saat tiba di Bandara El Tari mulai tanggal 6, 7 dan 8 Februari 2011, serta aneka makanan ringan khas NTT yang ditempatkan dalam sebuah tas rajutan untuk peserta HPN.
Kalangan dunia usaha pun tak mau ketinggalan. Mereka menyumbang baliho, spanduk dan lainnya yang membuat semarak Kota Kupang selama rangkaian kegiatan HPN tanggal 4-11 Februari 2011. Dari momentum HPN Kupang 2011, ada satu best practise yang bisa dipetik yakni indahnya kebersamaan. NTT yang terbatas ini bisa menjadi kekuatan maha dashyat manakala ada kebersamaan. Putra- putri NTT dari sononya sudah terlahir sebagai orang yang berbeda, berbeda asal- usul, beda partai politik dan lainnya, tetapi untuk nama baik Nusa Tenggara Timur (NTT) mereka sehati sesuara. Sukses HPN Kupang 2011 membuktikan hal itu.
HPN Kupang meninggalkan sejumlah catatan historis. Itulah pertama kali dalam sejarah HPN seorang Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara menginap dan berdinas di lokasi tuan rumah HPN lebih dari dua hari. Presiden SBY bahkan pertama kali melewati jalan darat lebih dari 300 km dari Kupang sampai Atambua, Kabupaten Belu dan tidur semalam di barak TNI lalu kembali ke Kupang via Pelabuhan Atapupu dengan kapal perang.
Gara-gara Presiden SBY berkantor di Kupang selama tiga malam empat hari, dalam sekejap NTT menjadi pusat perhatian seluruh bangsa Indonesia. Wujud perhatian tersebut saya kira masih membekas dan akan terus berlanjut hingga hari-hari mendatang. Terakhir, pada tahun yang baru lewat tepatnya tanggal 18 Oktober 2012, Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono lagi-lagi menikmati perjalanan darat dari Kota Labuan Bajo ke Ruteng PP saat menghadiri peringatan Yubelum 100 Tahun Gereja Katolik di Manggarai. Rasanya hanya di NTT Presiden RI sungguh menikmati perjalanan semacam itu.
Pening Kepala
Sebelum mengakhiri catatan ini, saya mau bercerita tentang suasana menjelang dan saat kedatangan tamu HPN Kupang tanggal 6, 7 dan 8 Februari 2011. Tak banyak yang tahu betapa peningnya kepala kami, khususnya panitia HPNÂ seksi akomodasi mengatur penginapan bagi para tamu yang datang hampir bersamaan dalam jumlah lebih dari 1.000 orang. Tamu dan undangan HPN Kupang sungguh di luar prediksi awal lantaran Presiden SBY menginap selama tiga malam. Jumlah menteri yang datang ke Kupang kala itu sebanyak 24 orang atau lebih dari separuh anggota Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Kedatangan pejabat negara serta tamu VIP, VVIP dan tokoh pers nasional dari 33 provinsi bukan sesuatu yang mudah.
Lain ceritanya bila Kupang memiliki akomodasi perhotelan yang memadai. Nah, kita semua maklum bahwa hotel di Kupang selain jumlahnya sudah terbatas, standar hotel berbintang pun bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Saya melihat sendiri betapa Ketua Panitia HPN, Bung Andre Koreh terlibat diskusi alot (untuk tidak melukiskannya sebagai bersitegang) dengan staf protokoler Istana juga komandan Paspampres saat mengatur penempatan para tamu VIP dan VVIP. Rata- rata hanya mau memilih Hotel Kristal atau minimal Hotel Sasando, sementara kapasitas kedua hotel itu tidak sanggup menampung semuanya. Tentu harus ada yang mengalah dan hal tersebut butuh penjelasan yang santun sehingga mereka bisa memahami keterbatasan Kupang sebagai tuan rumah.
Alhamdulilah. Cara panitia memberi penjelasan dapat dimaklumi para tamu meskipun gerutuan dan sindiran-sindiran kecil tak bisa dipungkiri. Tak apalah. Ini konsekwensi dari kesiapan Kupang menjadi host event akbar. Keterbatasan akomodasi perhotelan di Kupang merupakan fakta tak terbantahkan.