"DPRD NTT pasti setuju soal pengalokasian anggaran asal tidak melanggar rambu-rambu. Kami bangga karena PWI NTT sudah berjuang menyelenggarakan kegiatan nasional di NTT. DPRD akan memberikan dukungan penuh agar pelaksanaan HPN di Kupang bisa berjalan lancar dan sukses," kata Nelson Matara.
Persetujuan pimpinan tertinggi eksekutif dan legislatif di NTT merupakan jaminan event ini bakal sukses. Sekarang tinggal urusan operasional. Pertanyaan berikut adalah siapakah sosok yang pantas menjadi ketua dan sekretaris Panitia Pelaksana HPN 2011 tingkat lokal NTT? Panitia Pusat bukan masalah karena itu otomatis ditekel pengurus pusat. Sebagai mantan aktivis mahasiswa yang sarat pengalaman berorganisasi, Gubernur Frans Lebu Raya dan Wagub Esthon Foenay paham dan tahu betul siapa orang yang tepat.
Pada bulan Agustus 2010 terbitlah SK Gubernur NTT tentang komposisi kepanitian HPN Kupang 2011. Ketua Panitia Pelaksana Ir. Andre W Koreh, MT (Kepala Dinas PU)Â dan Sekretaris Drs. Ary Moelyadi, MPd (Kepala Bidang Keolahragaan Dinas PPO NTT). Secara pribadi saya mengenal baik figur Andre dan Ary. Cukup lama kami bekerja sama dalam kapasitas sebagai pengurus KONI Provinsi NTT. Itulah yang menguatkan saya dan pengurus PWI bahwa hajatan besar ini bakal sukses.
Komposisi kepanitian HPN Kupang 2011 merupakan gabungan unsur birokasi, pers, aktivis sosial dan relawan. Saya sebagai ketua PWI Cabang adalah penanggungjawab bersama dengan Sekretaris Daerah. Gubernur, Wagub, Ketua DPRD NTTÂ serta Forum Pimpinan Daerah merupakan pelindung dan penasihat. Klop sudah! Tapi bukan tanpa soal. Melihat sosok birokrat dalam diri Andre Koreh dan Ary yang aktif dalam kepantian ada ada teman-temanku sesama wartawan yang menyindir dengan memplesetkan HPN sebagai "Hari Pejabat Nasional, Hari Pemerintah Nasional". Andre dan Ary pun diganggu dengan pertanyaan
macam- macam via SMS, telepon atau tatap muka langsung.
Saya pun tidak luput dari sasaran tembak. Selain lewat SMS, telepon atau bicara tatap muka, komentar- komentar di jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook sungguh membuat kuping sempat panas. HPN Kupang dilukiskan sebagai gawenya PWI saja yang hanya menghabiskan uang daerah. Ketika mereka membaca rencana agenda penyambutan Presiden SBY dengan menghadirkan murid SD dan SMP di Kupang berdiri berjejer di sisi jalan dengan memegang bendara Merah Putih mini, itu dilukiskan sebagai gaya Orba (Orde Baru).
Dalam hati saya tertegun. Apakah semua yang berbau Orde Baru itu buruk? Tidak tiap hari seorang Presiden RI datang ke kampung Flobamora ini. Anak-anak itu akan lama mengenang dalam benaknya bahwa pada masa bocah mereka berjejer di pinggir jalan menyambut SBY, Presiden Republik Indonesia. Siapa tahu di antara mereka kelak akan menjabat presiden atau pemimpin negeri ini dalam bidang yang lain. Tapi sudahlah. Ini era Reformasi Bung! Bahkan presiden dan kepresidenan bukan lagi person dan institusi yang imun kritik. Bukan lagi lembaga yang nihil dari hujatan dan makian.
Saya sungguh tidak kaget dengan sindiran itu. Saya dan teman-teman pengurus PWI Cabang NTT sadar sepenuhnya bahwa hajatan besar selevel HPN pasti penuh warna. Bahkan ada beberapa rekan wartawan yang beritahu akan bikin demonstrasi. Kalau tidak mempertanyakan segala sesuatu itu bukan wartawan namanya. Maka sindiran dan ancaman bukan alasan bagi saya untuk marah apalagi putus asa. Kuanggap semua itu sebagai dinamika lumrah. Malah diramu secara positif sebagai pelecut semangat menyiapkan diri sebagai tuan rumah HPN yang baik. Kami pun salut pada Bung Andre dan Ary, dua orang yang sudah