Tolatan atau angin selatan nyatanya tidak hanya bicara soal romantika dan kisah cinta yang terlupa. Angin ini telah menyatu dalam sastra-sastra kita yang bertautan dengan duka dan pilu sehingga lagu-lagu sedih Mongondow menggunakan lirik ini dalam bait-baitnya.
Alam seringkali menjadi tempat yang ramah untuk manusia. Alam juga bisa memberi lebih dari yang kita manusia butuhkan. Namun ada waktu tertentu alam menunjukan ketidak-ramahannya. Tentang tolatan mungkin adalah di antara sebab tragedi di alam Bolaang Mongondow yang hidup dalam memori kolektifitas kita. Dan kita mengenalnya tolatan sebagaimana mengenal diri-diri kita.
*Penulis adalah peneliti sejarah lokal Bolaang Mongondow Raya (BMR) di Sulawesi Utara. Menulis Buku Perlawanan Rakyat di Pedalaman Mongondow Tahun 1902 (Penerbit Ombak, 2024).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI