Istilah modakop tersebut hingga kini di beberapa perkampungan di pesisir, utamanya di wilayah pantai selatan Bolaang Mongondow masih terekam dalam memori kolektifitas mereka.
Mododakop diartikan sebagai sekumpulan bajak laut yang membuat keresahan terhadap orang-orang pesisir, nelayan, dan digambarkan selalu mencuri kepala-kepala orang-orang yang mereka bunuh untuk dijadikan aksesoris kapal-kapal bajak laut agar terlihat menyeramkan dan menyiutkan mental orang-orang yang melihat aksi-aksi kejam mereka.
Sejarah yang kelam dari masa lalu kemudian terpatri dalam ingatan orang-orang yang hidup di masa kini. Mungkin telah berubah bentuk lebih modern sesuai dengan zaman di mana hal ini hidup di masyarakat.
Kalau dahulu tragedi pembunuhan/pemenggalan kepala dilakukan oleh bajak laut yang naik di kapal-kapal yang menyeramkan, maka kini berubah menjadi sekumpulan penjahat-penjahat yang naik mobil hardtop atau super kijang.
Kalau dulu kepala dijadikan aksesoris hiasan kapal, atau tumbal untuk mendapatkan ilmu dan kekuatan supranatural oleh bajak laut, maka di masa kini kepala itu katanya dijadikan sebagai penguat konstruksi bangunan/gedung agar bertahan hingga ratusan tahun.
Saat isu "Banselang/Mongongingulu" menyebar pada kondisi dan waktu tertentu di kalangan masyarakat, sayangnya tidak pernah ada pelaku atau bukti-bukti kejahatan tersebut yang ditemukan (ditangkap).
Isu selalu menyebar bahwa di suatu desa telah terjadi penculikan anak atau ditemukan mayat tanpa kepala, tapi saat polisi turun ke tempat kejadian perkara (TKP) informasi itu ternyata hanya hoax atau kabar burung yang menyebar dengan cepat dibawa angin lalu.
Orang tua mengambil keuntungan dengan menjadikan "Banselang/Mongongingulu" untuk menakut-nakuti anak-anak mereka yang sering keluyuran. Karena isu ini anak-anak juga kadang takut keluar rumah bermain dengan teman-teman sebaya karena isu penculikan. Hal ini terjadi biasanya pada musim-musim penghujan atau saat musim layang-layang di mana banyak anak memenuhi ruang publik untuk bermain.
Pertama orang tua membuat cerita ini agar anak-anak mereka tidak bermain saat musim penghujan karena takut sakit atau hanyut disungai.
Kedua, di musim layang-layang orang tua kelabakan melarang anak-anak mereka yang bermain siang-siang di tengah terik matahari karena takut sakit dan mengganggu istirahat siang orang-orang tua di kampung.
Bagaimanapun "Banselang/Mongongingulu" telah menjadi cerita legenda di Bolaang Mongondow terlepas benar adanya dan masih hidup dalam memori kolektifitas kita hingga kini.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!