Mohon tunggu...
Dionisius Yusuf
Dionisius Yusuf Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang pendidik

Seseorang yang sedang belajar menulis tentang banyak hal, silahkan colek saya di IG @ichbindion, dan FB Dionisio Jusuf

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kena PHK karena Corona dan Masih Punya Cicilan KPR? Ini Solusinya!

26 September 2020   17:15 Diperbarui: 26 September 2020   19:11 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lebih dari enam bulan ibu pertiwi mengalami masa pandemi Covid-19 sejak pertama kali Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya dua orang Indonesia yang positif terjangkit virus Covid-19 pada tanggal 2 Maret 2020. 

Sampai saat ini, tidak ada seorang pun yang mampu memprediksi kapan pandemi tersebut akan berakhir. Penyebaran virus Covid-19 masih terus terjadi di tanah air, bahkan jumlah kasus orang yang terpapar virus Covid-19 semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Pandemi Covid-19 memberikan dampak besar bagi keuangan banyak kalangan, mulai dari tingkat tertinggi, yaitu negara sampai yang terendah, rakyat jelata. 

Saat ini, banyak orang mengalami kesulitan, tidak hanya kelas bawah dan menengah tetapi juga kelas atas. Tidak hanya keuangan pribadi, tetapi keuangan keluarga dan perusahaan pun mengalami kemunduran.

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pun mulai menerpa beberapa perusahaan di tanah air akibat pandemi Covid-19.

Bagi sebagian besar karyawan, PHK seperti mimpi buruk di siang hari di tengah sulitnya perekonomian saat ini.

Tetapi apa yang dapat dilakukan oleh karyawan selain menerima nasib mengalami PHK setelah mengetahui bahwa perusahaan tempat mereka bekerja tidak lagi mampu mengaji mereka.

Akhirnya, kesempatan mendapatkan penghasilan rutin pun berhenti.

Hal ini tentu akan membuat pekerja khawatir dengan masa depan kondisi keuangan mereka. Ingin mencari pekerjaan baru pun rasanya tidak akan mudah. 

Belum lagi gaji yang ditawarkan (mungkin) tidak akan sebesar yang diperoleh saat masih bekerja.

Sementara pengeluaran rutin bulanan harus terus tersedia, salah satunya dana untuk KPR (bagi yang membeli rumah dengan cara mengansur).

Lantas apa yang harus dilakukan oleh pekerja di tengah kondisi tersebut?

Menjadi korban PHK

Guys, kondisi itulah yang menerpa saya pada saat ini. Saya menjadi salah satu korban dari PHK. Saya pun masih harus membayar cicilan KPR.

Saya menyadari bahwa di tengah ketidakpastiaan ekonomi seperti saat ini, penting bagi saya untuk mengelola keuangan dengan lebih cerdas. 

Hal ini harus saya lakukan agar saya dapat terhindar dari kerugian finansial yang lebih dalam lagi. Pada artikel ini, saya akan sharing bagaimana saya keluar dari permasalahan tersebut, terutama menyiasati hutang (cicilan) KPR ke bank.

Saya mulai mengalami permasalahan finansial pada bulan Mei 2020, ketika perusahaan tempat saya bekerja mengumumkan adanya pemotongan gaji untuk seluruh karyawan. Ketika mengetahui bahwa saya hanya mengalami pemotongan gaji, saya masih terlihat tenang.

Saat itu, saya masih bersyukur karena saya masih mendapatkan gaji bulanan walaupun jumlahnya berkurang signifikan.

Saat terjadi pemotongan gaji, saya mulai mengambil ancang-ancang untuk berhemat dan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu. Gaji yang saya terima, saya prioritaskan untuk beberapa hal penting yang tidak dapat ditunda. 

Prioritas pengeluaran saat itu adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari, membeli obat untuk kedua orang tua saya serta biaya ke dokter buat mereka.

Sedangkan sisa pengeluaran saya sisihkan untuk membayar cicilan KPR. Walau terasa berat, cicilan KPR harus terus dibayar kalau tidak mau rumah kita disita oleh pihak bank.

Penghematan terus saya lakukan sampai bulan Juni 2020. Namun, bak disambar petir di siang bolong, pada pertengahan Juli 2020, saya mendapatkan kabar bahwa kontrak kerja saya tidak diperpanjang alias saya di PHK.

Benarlah kata pepatah bahwa nasib tak ada seorangpun yang tahu dimasa kedepannya, baik buruknya hanya Sang Pencipta yang Maha Mengetahui. Itulah yang saya alami.

Ketika mengetahui bahwa saya tidak lagi menerima gaji bulanan dalam waktu dekat, saya dilanda kegelisahan.

Jujur, hati kecil berkecamuk bagaimana saya harus mengelola finansial di tengah kondisi ketidakpastian yang tinggi ini.

Tabungan yang tersedia pun tidak terlalu banyak. Saat itu, saya mulai berhitung berapa lama saya dapat bertahan dengan jumlah tabungan yang masih tersedia.

Dalam hati, saya berkata apapun resikonya, tabungan yang tersisa harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kami bertiga (saya dan kedua orang tua), membelikan obat dan membiayai mereka ke dokter secara rutin per bulannya. 

Nah, ada satu masalah yang masih membebani pikiran saya saat itu adalah bagaimana saya harus membayar cicilan KPR.

Setiap bulannya, saya harus membayar cicilan KPR sebesar Rp 5.7 juta. Otak ini berkecamuk memikirkan hal tersebut.

Pada waktu itu, saya yakin bahwa cara paling efektif mengurangi komponen pengeluaran di saat pandemi Covid-19 adalah memotong pembayaran angsuran bank.

Restruksturisasi kredit KPR

Solusi yang terpikir oleh saya pada waktu itu ada dua yaitu meminta restrukturisasi kredit KPR ke bank dan menjual rumah (take over atau cash) kepada pihak lain. 

Saya mengetahui bahwa pada masa pandemi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional. 

Dalam aturan tersebut, OJK memberikan perlakukan khusus kepada debitur yang mengalami kesulitan pembayaran utang ke bank karena wabah virus corona.

Dalam aturan itu, OJK meminta pihak perbankan untuk memberikan kelonggaran berupa 'libur' atau penundaan pembayaran cicilan.

Di tengah kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan yang disebabkan oleh adanya pandemi virus Covid-19, bank tempat saya mengambil KPR memberikan solusi kepada debitur yang terkena efek pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

Solusi yang ditawarkan adalah restrukturisasi kredit KPR. Restrukturisasi kredit sendiri merupakan upaya dari bank untuk membantu debitur yang mengalami kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran angsurang kreditnya akibat terimbas pandemi Covid-19.

Ketika mengetahui ada program restrukturisasi dari bank, saya pun bergegas menemui pihak bank untuk menanyakan program tersebut.

Ketika bertemu dengan pihak bank, mereka menjelaskan bahwa debitur KPR seperti saya dapat memperoleh keringanan penangguhan pembayaran kredit jika memang terdampak pandemi Covid-19.

Namun pihak bank mengatakan bahwa batas maksimal program ini adalah 1 (satu) tahun. Mereka juga akan mengkaji permohonan dari tiap nasabah dan tenor restrukturisasi (mungkin) bisa berbeda-beda diantara debitur.

Di tengah pembicaraan dengan pihak bank, mereka menawarkan alternatif lain untuk penyelesaian KPR saya, yaitu melunasi KPR tanpa dikenakan biaya pinalti dan memberikan keringanan berupa pemotongan sisa cicilan. Usul yang menarik, ujar saya dalam hati. 

Tetapi permasalahannya di masa pandemi ini siapa yang mau membeli atau men-take over rumah? Di akhir pembicaraan, saya mengatakan akan mempertimbangkan solusi yang mereka tawarkan dan mengabarkan mereka segera.

Melunasi sisa cicilan KPR bank

Setelah pulang dari bank, saya pun menceritakan solusi yang diberikan oleh pihak bank kepada kedua orang tua saya.

Tanpa dinyana, kedua orang tua saya menganjurkan agar saya memilih solusi kedua, yaitu melunasi KPR dengan cara menjual rumah tersebut.

Namun mereka berpesan jika saya jadi melepas rumah tersebut, saya harus mampu membeli rumah baru dari hasil penjualan rumah tersebut. 

Argumen yang mereka sampaikan sangat masuk akal. Mereka bertanya kepada saya apakah saya mampu mendapatkan pekerjaan dalam waktu dekat? Kalau pun mendapatkan pekerjaan, apakah gaji yang ditawarkan akan mampu menutupi seluruh pengeluaran per bulannya? 

Jika tidak, kata mereka, bisa jadi saya pun tidak akan mampu membayar cicilan KPR, yang pada akhirnya rumah akan disegel dan disita oleh bank.

Selain itu, mereka menyarankan saya untuk memikirkan jangka waktu kredit yang masih panjang dengan segala persoalan yang (mungkin) akan terjadi lagi seperti saat ini.

Guys, ketika saya memutuskan mengambil rumah dengan cara KPR pada tahun 2012, saya tidak berpikir tentang resiko yang akan terjadi seperti saat ini. 

Waktu itu, saya hanya berpikir bagaimana bisa memiliki rumah sesegera mungkin. Saya pun yakin dengan kemampuan finansial saya untuk mencicil rumah melalui KPR.

Parahnya lagi guys, saya terbujuk rayuan dari marketing bank yang mengusulkan saya mengambil KPR dengan tenor panjang, yaitu 20 tahun.

Dua tahun awal memang indah. Saya hanya dikenakan suku bunga 7%, sehingga saya hanya membayar cicilan per bulan Rp 3.7 juta.

Namun sesudah dua tahun, penderitaan mulai datang. Cicilan KPR saya tiba-tiba meningkat menjadi Rp 5.7 juta per bulan dengan suku bunga 13.5%. Sejak saat itu, suku bunga tersebut tidak pernah turun sampai pandemi ini terjadi.

Setelah beberapa lamanya mengansur KPR, saya baru paham bahwa dengan cicilan yang semakin panjang, beban bunga yang harus saya bayarkan makin besar. Alih-alih bisa lebih besar bunga dibandingkan hutang pokok karena lamanya masa pinjaman. 

So, saran saya guys sebelum kalian memutuskan mengambil rumah dengan sistem KPR, perlu dipikirkan tenor mana yang paling menguntungkan buat kalian. Perlu diketahui untung-ruginya. Jangan mengalami kejadian seperti saya.

Okay kembali ke permasalahan saya. Setelah mendapat saran dari kedua orang tua untuk melepas kepemilikan rumah, saya pun mulai berhitung untung-ruginya saran tersebut.

Saya mulai mengkalkulasi berapa dana yang harus saya bayarkan jika saya memutuskan untuk tetap mempertahankan rumah tersebut.

Dengan sisa angsuran 150 bulan atau 12.5 tahun, total uang yang harus saya bayar sekitar 3 kali dari pokok pinjaman awal.

Bayangkan guys, misalnya saya meminjam Rp 500 juta, berarti sampai akhir pinjaman, saya harus membayar Rp 1.5 miliar. Luar biasa kan, guys.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil alternatif menjual rumah.

Dengan menjual rumah, saya masih bisa mendapatkan sisa uang dari hasil penjualan setelah dipotong untuk melunasi pinjaman pokok KPR.

Sisa uang tersebut dapat saya pergunakan untuk membeli rumah baru. Mumpung tidak kena pinalti dan dikasih potongan, guys.

Singkat cerita guys, rumah saya laku terjual dalam waktu yang tidak terlalu lama. Saya pun masih bisa memenuhi janji kepada orang tua untuk membeli rumah baru dari sisa penjualan rumah tersebut.

Pada artikel berikutnya, saya akan berbagi tip dan trik mendapatkan rumah bagus dengan harga murah. Dan yang pasti tidak perlu kredit ke bank lagi. Kapok berhutang, guys!

Saya sungguh bersyukur bahwa disaat saya terkena PHK, saya masih bisa menyelesaikan permasalahan pembayaran KPR tersebut dengan smootly.

Ini menjadi pembelajaran buat saya untuk berhati-hati berhutang kepada bank. Karena kita tidak tahu kapan “musibah“ akan datang menimpa kita. Di kala musibah datang, pemberi pinjaman tidak akan peduli dengan kondisi kita.

Untuk teman-teman yang mengalami masalah dengan saya, keep fighting ya guys.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun