Ancaman resesi ekonomi sudah di depan mata. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2020 (Q2 2020), seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 5 Agustus 2020 tumbuh minus sebesar 5,32 persen year on year (yoy). Pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibanding pada Q1 2020 yang mencapai 2,97 dan Q2 2019 yang berada pada 5,05 persen.
Menurut laporan BPS, kontraksi pertumbuhan ekonomi pada Q2 2020 disebabkan oleh petumbuhan minus di berbagai komponen perhitungan pertumbuhan ekonomi. Sebut saja, komponen konsumsi rumah tangga misalnya yang memiliki porsi 57,85 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh minus 5,51 persen.Â
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau indikator investasi juga minus 8,61 persen. Padahal komponen ini menyumbang sebesar 30,61 persen dari total PDB nusantara. Belum lag komponen ekspor dan impor yang juga tumbuh minus. Ekspor yang memegang porsi 15,69 PDB tumbuh minus 11,66 persen, sedangkan impor yang berkontribusi sebesar 15,52 persen pada PDB tumbuh minus 16,69 persen.Â
Konsumsi pemerintah yang diharapkan dapat tumbuh positif juga mengalami kontraksi. Pada Q2 konsumsi pemerintah dengan porsi 8,67 persen dari PDB tumbuh minus 6,9 persen. Terakhir, konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (NNPRT) juga tumbuh minus 7,76 persen.
Laporan BPS tersebut memperlihatkan untuk pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi atau minus sejak negara ini terhuyung-huyung akibat krisis keuangan Asia pada tahun 1999. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada resiko serius resesi yang disebabkan oleh pademik Covid-19.Â
Harus ada langkah konkrit dari kita semua, tidak hanya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah dan kita sebagai warga masyarakat untuk membantu ibu pertiwi terbebas dari ancaman resesi ekonomi.Â
Resesi akan terjadi jika pada Q3 2020, Indonesia kembali mencatat pertumbuhan ekonomi negatif. Untuk itu kita semua perlu mengambil sikap yang tepat dalam mencegah terjadinya resesi yang diakibatkan menyebarnya virus Covid-19.
Kalau mengacu pada porsi komponen pertumbuhan ekonomi seperti yang disampaikan oleh BPS, setidaknya ada tiga langkah besar yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan kita sebagai warga negara untuk mencegah ancaman resesi itu benar-benar terjadi di nusantara.
1. Kegiatan pemerintah tidak bisa lagi bersifat ‘business as usual’
Perekonomian Indonesia dapat memasuki ancaman resesi jika pada kuartal ketiga pertumbuhan ekonomi tetap minus. Pemerintah harus bergerak cepat untuk merealisasikan penyerapan anggaran belanjanya terutama yang diperuntukan bagi program Pemulihan Perekonmian Nasional (PEN). Peningkatan penyerapan anggaran yang berfokus pada peningkatan daya beli masyarakat diharap bisa menjadi stimulus bagi berputarnya kembali roda perekonomian di masyarakat.
Hal ini dikarenakan realisasi penyerapan anggaran untuk penanganan Covid-19 dalam rangka pemulihan perekonomian nasional pada bulan Juli 2020 baru mencapai angka 18,3 persen atau 127,4 triliun dari total dana yang sudah disetujui dan dianggarkan di Rancangan APBN-P 2020 sebesar Rp 695,2 triliun.Â