Tokoh utama dari buku ini, pada awalnya tidak ingin menjadi guru.Â
Secercah Kisah Novel Pertemuan Dua Hati
Bu Suci namanya, ia bercita-cita sebagai sekretaris yang selalu berpakaian bagus dan rapi, gaya rambut yang bagus, dan terlihat lebih cantik dari para guru yang biasa mengajar. Ia sudah berandai-andai untuk pergi ke kantor setiap hari dan mengetik segala pekerjaan yang ada di kantor.Â
Namun, kehendak orang tua berkata lain. Bu Suci diminta untuk menjadi guru dengan mendaftarkan diri ke Sekolah Pendidikan Guru di Semarang. Singkat cerita, ia menjadi guru selama sepuluh tahun di Purwodadi dan terpaksa pindah ke Semarang bersama 3 anaknya karena mengikuti suaminya yang lebih dibutuhkan jam kerjanya di Semarang sebagai montir bengkel.Â
Kemudian ia mendapat pekerjaan setelah sekitar 2 bulan menganggur, ia dipanggil oleh kepala sekolah sebagai guru SD sementara. Bu Suci pun kaget karena perkiraan masih sekitar 5 bulan lagi untuk menunggu guru yang sedang hamil untuk melahirkan. Tetapi ia dipanggil lebih cepat karena ada guru yang kecelakaan dan mengalami gegar otak.
Selama di sekolah barunya, Bu Suci mengalami berbagai permasalahan baik di keluarga maupun di sekolah. Ia harus bisa mengatur waktunya demi murid dan juga demi keluarga yang dimilikinya.Â
Waskito adalah murid yang menjadi perhatian dari Bu Suci karena ia dibenci satu kelas bahkan satu sekolah karena tingkah lakunya yang tidak bisa diatur dan terkesan sangat berkelakuan kasar kepada teman-temannya.
Bu Suci tergerak hatinya untuk melakukan pendekatan hati ke hati kepada diri Waskito ini. Ia sadar bahwa menjadi pendidik (guru) tidak sekedar mengajar di depan kelas saja, tetapi menjadi pendidik juga harus mendidik karakter para murid agar nantinya para murid semakin terasah baik dari ilmu maupun sifatnya.Â
Jatuh bangun yang dialami Bu Suci dalam mendidik para murid terkhususnya Waskito, terdistraksi oleh anaknya yang tiba-tiba sakit. Keseriusan Bu Suci untuk mengubah Waskito dan mengubah pola pikir para guru dan murid di sekolah menjadikan Bu Suci untuk bekerja lebih keras lagi di sekolah.
Lambat laun, Bu Suci bisa mengubah sifat Waskito dengan jerih payah. Ia menelusuri jauh hingga ke dalam keluarga Waskito. Mencari dan mendalami akar dari permasalahan yang selama ini Waskito sering lakukan.Â
Bu Suci: Sang Pengajar dan Pendidik
Dalam mendidik Bu Suci menampilkan keprofesionalitasannya menjadi pendidik di sekolah dasar. Ia tidak hanya menjadi guru yang hanya ingin bekerja dan mendapat uang saja, tetapi ia juga memiliki semangat daya juang untuk mendidik para muridnya juga sebagai ibu.
Anak dan murid. Bukan anak atau murid. Ya, akhirnya itulah yang harus kupilih kedua-duanya. Aku ingin dan aku minta kepada Tuhan agar diberi kesempatan mencoba mencakup tugasku di dua bidang. Sebagai ibu dan sebagai guru. Dengan pertolongan-Nya, pastilah aku akan berhasil. Karena Dia Mahabisa dalam segala-galanya. (Nh.Dini, 1995:47).
Pendidik merupakan orang tua kedua selain di rumah. Itulah sebutan untuk para guru sekarang selain pahlawan tanpa tanda jasa. Akan tetapi jika mereka merupakan orang tua kedua, kenapa hanya mengedepankan nilai dan bukan bakat maupun akhlak?Â
Jika sebutan itu masih melekat di para pendidik, maka sebaiknya lepaskanlah embel-embel itu apabila para guru masih mengedepankan nilai daripada bakat dan akhlak.Â
Sebagaimana yang menjadi sifat Bu Suci, ia sadar sebagai guru harus bertanggung jawab penuh dengan para muridnya. Di sela-sela mengajarnya ia juga menanamkan kepada para muridnya tentang kedisiplinan, ketertiban, sikap mandiri dan rasa cinta terhadap bangsa, tanah air serta memiliki kepedulian sosial yang besar dan juga tidak lupa ia bermimpi besar kepada para muridnya di masa depan.
Aku mulai hafal nama isi kelasku. Sejak mulai mengajar aku mempunyai cara supaya murid tidak saling menggantungkan diri pada tetangga sebelahnya. Sekali-sekali tanpa pemberitahuan aku menyuruh mereka ganti bangku. Ada anak yang terlalu lama berdampingan, anak itu akan menjadi bayangan teman sebangkunya. Belum tentu pengaruh ini membuat kebaikan. Dengan perpindahan ini, aku mengharapkan memiliki kelas yang berpribadi. Aku ingin mempunyai murid yang kelak menjadi manusia yang berdiri sendiri. Kepercayaan kepada diri sendiri juga merupakan keteguhan yang sangat penting dalam pengajaran. (Nh.Dini, 1995:53-54).
Keseriusan menjadi pendidik yang ada di dalam diri Bu Suci memberi tamparan keras bagi para guru di luar sana yang masih mengedepankan nilai saja dan mengesampingkan perkembangan karakter para murid. Hal itu menjadikan buku ini masih relevan hingga saat ini, padahal sudah 37 tahun buku ini sejak cetakan pertama ini diciptakan.Â
Pembentukan karakter para murid sangat penting untuk masa depan mereka ke depannya. Dalam buku ini terlihat jelas bagaimana detailnya Nh. Dini dalam menceritakan alurnya dari awal tokoh utama ini pindah ke Semarang hingga membantu Waskito dalam membentuk karakter yang baik dari semulanya yang memiliki sifat emosian, dan suka mengganggu teman sekelas.Â
Perihal Sang Pencipta Karya dan Hasil Karyanya
Nh. Dini tampak lihai dalam memainkan setiap detail yang ada hingga membentuk suatu kesatuan novel yang baik. Sebagian besar novelnya mengedepankan perempuan sebagai tokoh utamanya. Seperti novel "Pada Sebuah Kapal", "Namaku Hiroko", "Roman La Barka", dan masih banyak lagi.Â
Novel Pertemuan Dua Hati merupakan salah satu novel "besar" yang dikarang Nh. Dini. Dalam novel ini pun pula terdapat pesan-pesan yang "apik" apabila diresapi dan dimaknai secara bersama. Kalimat yang paling mengena adalah bagian akhir dari novel ini di mana pendidik di sini mengedepankan pembangunan karakter anak-anak SD yang merupakan tiang masa depan bangsa walaupun gaji dan atau hadiah sebagai penghargaan lebih kecil tetapi rasa tanggung jawab mengasah dan membantu para murid itu ada. Pendidik yang sebenarnya adalah ketika ia mau secara personal mengenal masing-masing muridnya, dan mau membantu para murid mengembangkan karakter yang sopan dan baik, mengembangkan bakat, dan juga membantu para murid memupuk tekad untuk meraih mimpi di masa depan.
Sampul dari novel ini menarik para pembaca untuk membacanya karena gambar dari novel ini terlihat ada seorang perempuan dewasa yang memegang pundak seorang anak kecil dengan tatapan percaya dengannya. Kemudian ketika membaca sinopsis singkat di bagian belakang menambah ketertarikan pembaca dan memunculkan pertanyaan bagaimana bisa seorang murid yang sangat nakal dapat diubah dengan gaya seorang guru sementara hingga bisa berbuat baik dan naik kelas.Â
Jika dilihat pada saat sekarang, para guru yang ada di Indonesia cenderung selesai sampai pada tahap bisa mengatasi segala permasalahan yang ada di kalangan para murid. Sebagian besar dari mereka tidak menyelesaikan tahap di mana cara pencegahan agar permasalahan di kalangan para murid tidak terulang atau muncul masalah baru.Â
Tidak efektif rasanya apabila terlalu mengandalkan tenaga guru bimbingan konseling dalam menyelesaikan segala masalah atau mencegah permasalahan yang ada, kenapa tidak dari dalam diri sendiri dulu dan melakukan hal itu? Tenaga guru bimbingan konseling juga akan kesulitan dalam menghadapi semua masalah yang ada di sekolah.Â
Para pendidik juga sebaiknya melakukan pendekatan satu per satu para muridnya seperti yang dilakukan oleh Bu Suci di mana ia melakukan pendekatan kepada para muridnya dan ternyata ada salah satu siswa yang bermasalah, dan dari pendekatan itulah ia mengerti betapa menderitanya Waskito yang jarang mendapat pujian, sering diberi apa pun tetapi jarang diberi kasih sayang, dan ia dititipkan kepada neneknya. Perjuangan Bu Suci mencerminkan sosok pendidik yang sebenarnya.
Dari segala alur cerita, pembawaan suasana yang bagus, dalam novel ini terasa ada yang kurang karena bahan kertasnya masih menggunakan kertas buram yang mudah lecek dan warnanya terkesan kusam, pula tekstur kertasnya yang agak kasar. Menurut saya lebih bagus lagi apabila cerita dalam novel ini mengambil sudut pandang orang ketiga serba tahu. Jika ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu akan semakin luas lagi ceritanya dan semakin kompleks. Novel ini tergolong tipis halamannya ketimbang novel-novel lain karya Nurhayati Srihardini Siti Nukatin atau akrab disebut Nh. Dini.
Secuil Saran Untukmu: Pentingnya Novel Pertemuan Dua Hati
Novel ini ditujukan bagi para pendidik, para orang tua dan para anak didik itu sendiri. Novel ini ditujukan bagi para pendidik agar mau mengubah gaya dalam mengajar agar semakin baik dan juga agar semakin memperhatikan para muridnya secara utuh dan menyeluruh tidak setengah-setengah agar dunia pendidikan di Indonesia semakin indah.Â
Ada baiknya juga apabila para orang tua murid juga membaca novel ini karena berkenaan dengan pola asuh Anda kepada anak-anak Anda, apabila masih ada yang kurang baik, maka sebenarnya pola asuh Anda bisa diperbaiemakin baik lagi karena ini demi masa depan anak Anda dan juga demi masa depan generasi bangsa Indonesia. Novel ini juga ditujukan bagi para murid yang masih belajar pada jenjang sekolah hingga masuk ke perguruan tinggi, agar bisa melihat bagaimana perjuangan para pendidik yang sebenarnya dan sebagai para muridnya juga kita harus menghargai segala perjuangan para guru yang sudah menyiapkan materi, tugas, dan sudah menata argumennya yang baik. Sebagai anak didik kita harus menghargai dan berterima kasih kepada mereka para pendidik yang selalu setia menemani hingga generasi para penerus bangsa dapat bertumbuh kembang dengan baik secara keseluruhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H