Mohon tunggu...
Dionisius Michael
Dionisius Michael Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pembagian Tanggung Jawab Pengolahan Sampah sesuai dengan Skala dan Kompleksitas menggunakan Division of Work dan Departementalisasi

21 Mei 2024   12:00 Diperbarui: 21 Mei 2024   12:04 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengelolaan sampah telah menjadi tantangan bagi pemerintah untuk segi penyimpanan hingga pengolahan sampah yang efektif bagi mayoritas daerah di Indonesia. Pemerintah Indonesia membagi pengelolaan sampah menjadi 2 kategori, yaitu pengelolaan sampah rumah tangga dan pengelolaan sampah spesifik, dibedakan dari jenis sampah yang diolah dan penanggung jawab pengolah sampah tersebut. Sampah rumah tangga yang diolah oleh masing-masing rumah tangga bertanggung jawab untuk dilakukan penanganan, pengurangan, dan pemanfaatan kembali sampah untuk menghindari penimbunan sampah di skala terkecil. Sedangkan pengelolaan sampah spesifik mencakup Sampah yang Mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Sampah dari Bencana, Sampah Tidak Periodik, Puing Bangunan, dan Sampah Belum Dapat Diolah (BPK RI Jabar, 2023). Pembagian sampah ini dilakukan karena resiko penanganan, karakteristik sampah, dan volume nya yang mayoritas tidak mampu dilakukan untuk skala rumah tangga. Data dari salah satu jurnal mengatakan, menurut angka, sampah yang dihasilkan per hari di Indonesia sebesar 175.000 ton per hari yang terakumulasikan sebanyak 64.000.000 ton hari. Pembagian distribusi sampah yang ditunjukkan lewat penelitian tahun 2012, sebanyak 69% didistribusikan dan ditimbun (tanpa olahan lanjutan) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), lalu dikubur sebanyak 10%, diolah menjadi kompos dan daur ulang sebanyak (7%), dibakar (5%), dan sisanya tidak dilakukan tindakan lebih lanjut (7%) (Umi, 2020). Pengorganisasian yang kurang tepat bahkan sampai pusat pembuangan sampah di TPA karena menganut sistem open dumping (menaruh sampah tanpa pengolahan lebih lanjut).

Untuk menciptakan pengelolaan sampah yang lebih efektif, menyesuaikan dengan pengkategorian yang telah diciptakan sebelumnya, penerapan organizing dari POLC dapat diterapkan untuk mengadakan penegasan pembagian dan spesialisasi tugas masing-masing sesuai dengan skala, jenis, dan asal sampah dari masing-masing individu. Penegasan pembagian tugas ini mengambil materi Division of Work, dimana rumah tangga dan pelaku usaha bertanggung jawab untuk mengelola sampah rumah tangga, dan pemerintah (pemerintah pusat dan daerah) memiliki wewenang untuk pengelolaan sampah spesifik. Pembagian pekerjaan ini membawa benefit dan pengurangan beban bagi setiap penanggung jawab karena ada pembagian beban kerja yang terkontrol dan terbagi, hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan fokus keahlian bagi penanggung jawab dalam konteks distribusi dan pengolahan sampah, dimana penanggung jawab dapat memiliki kontrol penuh atas sampah yang dimiliki. Keserasian dan kejelasan batasan kerja ini dapat membantu kesampaian tujuan organisasi dengan lebih tepat karena pembagian fokus yang lebih jelas.

Penegasan pembagian ini dilanjutkan dengan materi departementalisasi yang semakin menjelaskan koordinasi tugas sesuai dengan kategorial yang sejenis atau pengelompokan kelola sampah yang serupa. Contohnya, skala rumah tangga dapat menyatukan individu rumah tangga seRT, seRW, sekelurahan, hingga sekecamatan. Variasi sampah yang dihasilkan dari skala RT hingga kecamatan dilihat masih serupa dan dapat disatukan dalam satu departemen yang sama dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Skala yang lebih besar dengan variasi kompleksitas pengelolaan sampah yang lebih sulit akan dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah dengan teknologi dan kemampuan alat yang lebih mumpuni hingga pembiayaan yang lebih terencana anggarannya.

Selain penerapan konsep organizing dari POLC, terdapat konsep Good Environmental Governance yang berfokus pada interaksi manusia dengan lingkungannya. Konsep ini berfokus pada hubungan timbal balik kegiatan manusia dan dampaknya pada lingkungan, sekaligus dijelaskan dalam UU No. 23 Tahun 2004 yang membahas kewenangan pemerintah daerah (provinsi & kabupaten atau kota) memiliki kontrol atas lingkungan hidup dan penyelesaian permasalahan sampah. Konsep yang diberikan dalam good environmental governance dapat dikatakan serupa dengan good governance dengan hanya dibedakan sektornya. Good environmental governance ditujukan untuk menciptakan kegiatan yang penggunaan SDA nya berkelanjutan dan tetap menjaga kualitas lingkungan, sebagaimana diutarakan oleh World Bank. Penerapan good environmental governance berarti menerapkan 7 prinsipnya, yang menurut Belbase dibagi sebagai:

  1. The rule of law

Pemerintah sebagai regulator mengeluarkan regulasi bagi warga negara untuk memberikan batasan bagi warganya dalam melakukan hak & kewajiban.

  1. Participation and representation

Partisipasi adalah keikutsertaan warga negara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama, sedangkan representasi adalah pemberian gagasan dengan opini pribadi dari setiap individu.

  1. Access to information

Akses terhadap informasi yang mudah dan transparan sangat dibutuhkan untuk menghadirkan transparansi dari pihak organisasi ataupun pihak publik.

  1. Transparency and accountability

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun