Mohon tunggu...
Dionisius Daniel Goli Sali
Dionisius Daniel Goli Sali Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas Dan Home Breading

Saya tertarik pada bidang Filsafat, Theologi, dan Budidaya Ayam Bangkok

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bahaya Pemerasan Berkedok Video Call Seks: Pengalaman Pribadi dan Tips Mengatasinya

8 Juli 2024   09:41 Diperbarui: 9 Juli 2024   18:17 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemerasan berkedok Video Call Seks (REUTERS/ Dado Ruvic via KOMPAS.com)

Beberapa hari yang lalu saat sedang santai dengan istri, tiba-tiba seseorang dengan nomor yang tidak dikenal video call saya, dan setelah saya angkat, ternyata di video itu nampak seorang wanita yang sedang bu*il sambil memainkan auratnya.

Saya lalu mematikan video call-nya, tapi orang itu kemudian menelpon saya lagi, dan kali ini diangkat oleh istri, dan terdengar suara laki-laki. Orang itu kemudian bertengkar dengan istri saya.

Dalam percakapan dengan istri saya, orang itu mengancam bahwa dia akan menyebarkan video rekaman VC itu ke semua teman-teman Facebook saya, kalau kami tidak mentransfer sejumlah uang yang dia minta ke rekeningnya.

Ternyata saat mau menelpon video call tadi, orang itu juga telah siap-siap untuk merekam layar, sehingga saat saya angkat (terima VCnya) wajah saya lah yang terpampang di video itu.

Lalu rekaman video call itu telah diedit, dan dibuat bahwa seolah-olah saya yang bu*il disitu dan sedang melakukan video call seks dengan wanita yang ada di video tadi.

Padahal saya hanya mengangkat telfonnya setelah itu saya matikan, dan itu berlangsung hanya beberapa detik saja.

Jadi yang bu*il disitu adalah orang itu sendiri atau orang lain, tapi diedit dengan menggunakan wajah saya dengan tujuan untuk memeras saya.

Lalu apakah kami mentransfer sejumlah uang sesuai dengan permintaan orang itu? Jawabannya tidak! kami tidak takut dengan ancaman orang itu. Kami juga tahu bahwa ancaman orang itu sebenarnya hanyalah gertakan sambal belaka.

Kasus yang saya alami ini disebut "pemerasan berkedok Video Call Seks (VCS)".

Setelah saya pelajari, pemerasan dengan modus operandi seperti ini, ternyata sudah berlangsung dari tahun 2019. Dan menyasar korban secara random (acak).

Artinya, pelaku pemerasan ini sebenarnya tidak kenal korbannya dengan baik. Tapi mencoba untuk menelpon secara random, dan nomor yang kebetulan mengangkat telfon itulah yang akan jadi korbannya.

Biasanya jika dituruti permintaan pelaku, maka dia akan semakin memeras.

Nah setelah mengalami langsung saya lalu belajar untuk mengantisipasi hal serupa agar tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Beberapa tips dibawah ini mungkin berguna bagi teman-teman Kompasiana agar terhindar dari kasus serupa.

Pertama, jangan mengangkat video call dari orang yang tidak dikenal. Abaikan jika itu adalah nomor baru.

Kedua, setting pengaturan di aplikasi WhatsApp kita. Masuk dari pengaturan, lalu ke privasi, lalu ke panggilan, lalu pilih untuk bisukan penelpon yang tidak dikenal.

Ketiga, kalau sudah terlanjur menjadi korban, berusahalah untuk tetap tenang agar kita bisa berpikiran jernih dalam memikirkan langkah-langkah selanjutnya.

Jangan turuti keinginan pelaku, screenshot ancamannya atau kalau dia telfon, rekam percakapannya sebagai bukti pemerasan.

Keempat, jika ancaman itu terus dilakukan dan itu mengganggu kenyamanan kita, laporkan ke kantor polisi terdekat, disertai dengan bukti-bukti yang ada (seperti screenshot ataupun rekaman percakapan tadi).

Kasus ancaman atau pemerasan seperti ini masuk dalam delik aduan, artinya kita sebagai korban harus melaporkan sendiri.

Kelima, blokir akun WhatsApp atau sosial media pelaku. Serta mengganti profil atau username media sosial kita untuk sementara waktu. Cara ini dapat mencegah foto atau video kita disebarkan, dan dikaitkan ke media sosial kita.

Nah semoga tips diatas ini membantu, dan semoga kita semua terhindar dari kasus serupa..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun