Abstraksi
Dalam tulisan ini saya fokus pada judul saya: Cinta itu Membebaskan, dengan mengambil dari beberapa kutipan, diantaranya dari buku: Rasionalitas, Menjadi-Mencintai, Dialog Filsafat-Teologi dan dari beberapa sumber lainnnya. Metode yang saya gunakan dalam penulisan ini adalah dengan membaca dan membandingkan tulisan. Dalam tulisan ada beberapa tema baru yang diangkat, yaitu relasi antara filsafat dan teologi dalam memahami dan memaknai arti cinta yang membebaskan. Cinta itu membebaskan lebih terarah kepada pemahaman manusia tentang eksistensi cinta yang sesungguhnya dan memaknai cinta sebagai sarana bagi manusia untuk mencapai kebebasan yang sejati, yaitu persatuan yang intim dan personal dengan Tuhan, Sang Cinta itu sendiri. Cinta itu membebaskan mengarahkan saya pada pengertian tentang nilai luhur dari cinta itu sendiri. Cinta yang sejati adalah cinta yang membawa setiap pribadi pada pengertian akan kebahagiaan yang sempurna, yakni kebebasan.
Kata kunciÂ
Cinta, Kebebasan, Eksistensi, Kodrat, Hakikat.
PengantarÂ
Manusia sejatinya adalah mahkluk yang mencinta. Sebab, sejak semula diciptakan dalam kodratinya, manusia diciptakan oleh cinta, dengan cinta dan untuk cinta. Cinta membuat manusia menjadi manusiawi. Dalam hidup bersama mahkluk ciptaan lainnya manusia menemukan dan membangun cinta diantaranya serta menjadikan cinta sebagai kekuatan yang merekat dan menyatukannya. Â Namun, cinta pertama-tama bukanlah lahir dari manusia itu sendiri dan bertujuan hanya pada dirinya sendiri pula. Cinta merupakan suatu persatuan yang intim dan personal antara manusia, hasil ciptaan dengan Sang Penciptanya, yaitu Tuhan, Sang Cinta itu sendiri. Maka, cinta menjadi sebuah pencarian tanpa henti manusia dan sebuah refklesi iman yang mendalam serta terjadi sepanjang perjalanan kehidupannya. Akan tetapi, untuk bisa mencapai persatuan yang intim dengan Sang Cinta, manusia mesti mengintergrasikan pencarianya itu dalam kehidupan bersama sesamanya. Manusia mesti membangun suatu relasi yang harmonis antara dirinnya dengan yang lainnya (Liyan). Sebab, cinta dari Sang Cinta yang mengada sungguh hidup dan bersemayam dalam relasi antara manusia dengan sesamanya.
Dengan mengambil tema: Cinta Membebaskan, saya ingin menggali secara mendalam nilai luhur cinta sejati dan makna dari cinta itu sendiri serta relasi cinta yang mendalam antara manusia dengan Tuhannya, yaitu Sang Cinta itu sendiri. Cinta membebaskan adalah kekuatan dan hakikat dari cinta sendiri. Sebab, kodratnya cinta itu membebaskan. Dalam membangun relasi yang intim dengan Tuhan dan sesamanya, manusia manjadikan cinta sebagai faktor pertama dan utama serta sebagai sarana pembebasan bagi dirinya dan relasinya. Cinta membawakan kebebasan yang sejati bagi manusia dan eksistensi kemanusiaannya.
Dalam membangun hubungan yang intim dan personal dengan Tuhannya, cinta yang membebaskan itu seolah membawa manusia pada dunia kontemplatif yang mesra. Sebab, dalam persatuan dengan Tuhannya, cinta manusia tidak lagi terikat pada manusiawinya dan segala macam hal duniawinya. Wudjud nyata dari cinta yang membebaskan inilah yang memberi pengaruh dan perubahan dalam relasi manusia dengan mahkluk ciptaan lainnya.
CintaÂ
Cinta adalah itu yang diingini, dicari, dikejar dan dimilki oleh setiap pribadi manusia. Manusia menjadikan cinta diatas segala-galanya dalam kehidupannya, omnia vicit amor. Maka, tidak heran apabila manusia menghabiskan seluruh peziarahan hidupnya hanya untuk mencari dan mengejar cinta sejati. Cinta mengantar dan memberi pengaruh terbesar bagi manusia dalam dan untuk memperoleh eksistensi kemanusiaannya. Dalam buku Menjadi Mencintai, Prof. Dr. FX. Eko Armada Riyanto, menulis:
Cinta adalah itu yang dirindukan oleh semua orang. Segala manusia merindukannya, mengharapkannya dan jatuh bangun mewudjudkannya dan menghidupkannya. "Segala manusia" menyatakan tidak ada yang dikecualikan, dari zaman kapan pun cinta adalah kerinduan manusia. Cinta identik dengan kehidupan itu sendiri. Semua memandangnya bangkit dari keterpurukan. Semua yang memeluknya seolah seperti menyebrangi kematian kepada kehidupan.[1]