Mohon tunggu...
Diode Electra
Diode Electra Mohon Tunggu... lainnya -

apaaa ya,... buka fb ajja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Indonesia, Semua Bebas Bicara

17 April 2016   10:00 Diperbarui: 17 April 2016   11:48 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paragraf pertama berisi pemaparan (yang menurut beliau adalah) sebuah fakta. Tapi tunggu dulu, benarkah faktanya demikian? Benar, Prada S. Siahaan merupakan pegawai 2C (yang disebut sebagai pegawai negeri rendahan, saya baru tahu kalau ternyata pegawai negeri juga dapat dikatakan memiliki status "rendahan", elok sekali dibaca). Pada paragraf ini juga disebutkan bahwa "Ia, bersama temannya sesama PNS aparat Pajak, mati...", pegawai pajak yang mati dalam kasus ini memang dua orang, satu orang merupakan PNS, dan seorang lagi adalah pegawai honorer. Dari paragraf ini, kita bisa mengetahui bahwa sang professor belum benar-benar mempelajari identitas korban penusukan tersebut.

Pada paragraf ketiga, sang professor menyatakan bahwa sang pengusaha yang melakukan penusukan pasti sudah berkali-kali ditagih. Terdapat kata "pasti" pada kalimat tersebut. Padahal polisi yang menangani kasus tersebut (pada saat tulisan tersebut dimuat) belum menyimpulkan apapun. Hebatnya, sang professor seolah sudah memiliki mata batin atau mendapatkan mukzizat untuk membaca masa lalu.

Kemudian pada paragraf selanjutnya, saya rasa sudah tidak perlu kita ulas, karena kita sudah bisa menebak ke mana arahnya. Atas tulisan tersebut, apa yang terjadi pada professor yang terhormat?

[caption caption="klarifikasi dan permintaan maaf?"]

[/caption]

Permintaan maaf atas keteledoran dan kealpaan karena telah melakukan tudingan. Ya, ini semua terjadi karena sang professor menanggapi peristiwa yang bukan bidangnya. Mungkin jika professor memberikan pendapat mengenai komunikasi utamanya komunikasi politik, artikelnya cukup valid, tentu saja ini hanya opini saya sebagai penulis (yang juga bisa salah).

Baiklah, kita sudah mengulas satu contoh. Mari kita lihat tulisan seorang dokter di media sosial (yang followernya sudah banyak) yang juga merupakan contoh kebebasan menyalurkan pendapat yang lainnya. 

[caption caption="contoh komentar"]

[/caption]

Sebelum mengulas pendapat pada gambar di atas, mari kita cari tahu dulu apa yang dimaksud "WTP" pada opini pemeriksaan. 

[caption caption="sumber : wikipedia"]

[/caption]

"opini wajar tanpa pengecualian" akan diberikan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material, ..., perusahaan/pemerintah telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum, ...

Jadi, dalam melakukan audit, seorang auditor (atau biasa juga disebut pemeriksa) itu tugasnya cukup "simple" yaitu hanya mencocokkan resume praktek (dituangkan dalam bentuk laporan keuangan) yang dilakukan oleh auditee (pihak yang diaudit atau diperiksa) dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Nah, jika praktek tersebut sudah sesuai dengan prinsip yang berlaku umum, maka BPK patut mengeluarkan opini WTP-nya. Apakah jika WTP berarti tidak ada korupsi? Oh, belum tentu. Karena kan sifatnya hanya mencocokkan, saya ulangi lagi, MENCOCOKKAN. Namun, memang terkadang melalui proses pencocokkan itu bisa ditemukan indikasi korupsi, sederhananya seperti itu (untuk lebih jelas, silahkan cari anak akuntansi dan tanyakan langsung, mungkin 3 sks cukup). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun