Tentu saja puji dan Syukur kita ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Kuasa-Nya-lah, kita, orang Indonesia, kini bisa menikmati indahnya demokrasi. Dengan modal "demokrasi" itu pulalah setiap orang di Indonesia jadi bebas menyalurkan pendapatnya, seperti juga yang saat ini saya lakukan.
Bicara mengenai kebebasan berpendapat, akhir-akhir ini ada beberapa tulisan, yang cukup menarik hati saya untuk ikut berkomentar. Bebas saja, ini negara demokrasi, kan?
Pertama, mari kita baca terlebih dahulu tulisan seorang tokoh yang memiliki gelar dan jabatan cukup terpandang di Indonesia yang satu ini.
[caption caption="say no to asbun"][/caption]
Tulisan di atas merupakan salah satu artikel yang dimuat di media nasional. Pada koran tersebut disebutkan bahwa si penulis adalah seorang Mantan Anggota Komisi Konstitusi MPR. Berbicara tentang pajak, mestinya professor ini merupakan ahli di bidang perpajakan, oleh sebab itu beliau dapat memberikan pandangannya tentang kasus pajak yang akhir-akhir ini mencuat, Panama Papers, dan Kematian Pegawai Pajak.
Karena penasaran dengan sosok yang mulia ini, maka penulis mencari biodata beliau.
[caption caption="biodata dari merdeka.com"]
Tidak diragukan lagi, beliau ini adalah orang pintar, penerima beasiswa di Amerika, dan mendapat gelar doktor setelah menyelesaikan S3-nya di UI. Beliau merupakan ahli di bidang komunikasi dan menjadi pakar komunikasi politik. Adalah hal yang menarik jika seorang professor komunikasi politik menyampaikannya pandangannya tentang perpajakan dan kasus kriminalisasi aparat negara.
Selanjutnya, mari kita sedikit mengulas tulisan beliau.
“Prada S. Siahaan 10 tahun bekerja di Direktorat Jenderal Pajak; 4 tahun terakhir ia ditempatkan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sibolga, Sumatera Utara, sebagai Juru Sita. Pangkatnyaa baru 2C. Itu berarti Prada pegawai negeri rendahan. Ia, bersama temannya sesama PNS aparat pajak, mati mengenaskan ditikam...”, paragraf satu.
“Pengusaha tersebut pasti sudah berkali-kali ditagih oleh aparat pajak untuk melunasi utangnya...”, paragraf tiga.